9. Biru

29 4 7
                                    

Day 2

Angella menghabiskan sup yang dibuat oleh Pola.

Pola, gadis kecil itu adalah cucu dari Pak James, orang yang menyelamatkan nyawanya kemarin. Pola mengurusnya dengan baik, dari memberinya makan, minum, membawakannya beberapa hiburan seperti buku atau menyalakan televisi.

Tapi Pola selalu memasang wajah menyebalkan.

Ia seakan keberatan untuk mengikuti perintah kakeknya. Ia seakan ingin Angella pergi dari rumah ini.

"Pola, aku ingin kembali ke villa, bolehkah?" tanya Angella di sela-sela keduanya tengah menonton acara tv pagi. Acara tv di daerah sini tidak bisa mencapai siaran nasional. Mereka hanya menonton berita pagi yang membosankan saja.

"Jika tubuhmu sudah membaik," ucap Pola jutek. Ia bahkan tak menggerakan pandangannya satu inchi pun dari layar televisi.

Berita hari itu menayangkan tentang seorang pria bernama Anthony Jeremiah yang akan mulai bertugas sebagai polisi lagi setelah cuti lamanya. Angella penasaran, mungkin saja dibalik muka serius Pola, gadis keci itu sengaja menonton berita ini hanya karena ingin melihat wajah tampan polisi yang dimaksud.

Angella menghela nafasnya. "Aku rasa sudah, aku ingin bertemu dengan teman-teman-"

"Lalu jatuh pingsan lagi? Kenapa orang dewasa selalu keras kepala?" ucap Pola dengan nada meninggi.

Keadaan ruangan pun hening seketika. Hanya diisi suara televisi yang mulai berganti pada berita lainnya. Pola yang menyadari sikapnya tadi mulai memalingkan wajah seperti anak kecil yang sedang ngambek. Yah, walau pada dasarnya dia memang masih tergolong ABG.

"Maaf, aku hanya ingin memastikan mereka tidak apa-apa."

Pola mendengar alasan itu. Ia menghela nafas lelah. Lantas Pola menaikan hoodie dari baju yang Ia kenakan.

"Baiklah, kalau kamu memaksa...."

.
.
.

Brukk!

"Ugh...."

Mika meringis kecil. Semua terjadi begitu cepat, hanya dalam beberapa detik, setelah kehilangan keseimbangan. Ia dan Will sama-sama terjatuh ke bawah.

Tapi Mika panik karena tidak merasakan rasa sakit yang lumayan parah di bagian tubuhnya. Sampai-sampai Ia berpikir apa Ia kini sudah ada di surga?

'Berat....'

Will meringis kecil menahan dua hal. Satu, sakit pada punggungnya. Dan dua, menahan berat tubuh Mika yang kini menimpanya setelah jatuh tadi. Kebalikan dari gadis itu, Will kini berpikir apa Ia sedang ada di neraka?

"Whoa!"

Mika terkejut saat membuka matanya, Ia langsung menyingkir. Pertama, situasi itu terlalu canggung. Kedua, Will kelihatan tidak baik-baik saja. Ketiga, entah kenapa Ia bisa mendengar kalau Will sedang mengatakan dirinya 'berat' dari dalam hati.

Baru saja Mika menyingkir, Ia langsung berdiri dan membungkuk terus menerus meminta maaf. "Maafkan aku! Maafkan aku! Maafkan aku!" ucap Mika. "Aaa... Kalau saja tadi aku tidak berlari, pasti kita tidak akan jatuh! Maafkan aku! Maafkan aku!"

Tapi di dalam hati Mika tengah mengutuk pemuda itu. 'Awas saja kalau dia benar-benar mengatakan aku berat.'

Will hanya diam, lebih tepatnya Ia menunggu sampai rasa sakitnya hilang.

"Sakit," ucapnya datar. Ia mengubah posisinya yang awalnya terlentang menjadi duduk. Namun seluruh bagian belakang tubuhnya masih terasa sakit.

"Kamu tidak apa-apa kan?!" tanya Mika panik. Sebenarnya Mika dulu pernah belajar pertolongan pertama dan sebagainya karena Ia pernah jadi manager klub olahraga. Tapi saat panik seperti ini, biasanya semua itu akan buyar seketika.

3 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang