Prolog

27 3 24
                                    

Catatan:
Lagu yang ada di atas punya copyright dan saya bukan pemilik sah, asal nyomot aj. (disarankan membaca bagian pertama prolog sambil mendengarkan lagunya kalau bisa) biar lebih ... gimana gitu.

Untuk penggunaan gelar. Kadang saya bakal menggunakan bahasa asing dan diberi italik karena di bahasa indonesia artinya hampir tidak ada bedanya =.= Yang Mulia, y yang Mulia aj semua. Bingung nanti. My lady di dialog itu, biasanya menunjukkan bangsawan perempuan, baik itu yang cuma sekadar penyandang gelar 'bangsawan' maupun yang udah jadi 'mantan'. Misal mantan ratu. Bukan "ratu, punya mantan" atau Ratu punyanya mantan :/

Singkat cerita. Akhirnya prolog ini jadi setelah sekian kali membatu (ˉ(∞)ˉ)

Selamat membaca!

--※--※--※--

War of Eclipse
Perang Para Eclipse
.
The Death King's Riddle
Teka-Teki Raja Terdahulu
.
Chapter 0

.
Prologue
.
.
--※--※--※--

Bulan menggantung tinggi malam itu. Walau tidak penuh ketika terlihat tepat di satu-satunya jendela patri altar aula besar Alleothra, cahayanya seakan cukup untuk memandikan seisi ruangan dengan kilauan putih dan bayangan yang gelap. Untaian-untaian sulur perak menjalar naik lewat lima pondasi kelabu membentuk kubah besar di atasnya dan bertemu pada sebuah kristal gantung yang berpendar bak bara api yang marah. Susuran untuk bertengger diletakkan memutar lantai aula yang berlapis rajutan ranting serta akar yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk lambang spiral yang berakhir di tengah aula, tempat sebuah tiang bertengger obsidian berdiri dengan tegak dan angkuh.

Bulu bulu keemasan bersentuhan dengan permukaan licinnya, penuh kehati-hatian seakan takut meninggalkan goresan pada permukaan logam berukiran. Kedua manik zamrudnya mengamati dengan saksama detail dari tiang tinggi tempat para raja-raja Alleothra memimpin selama beberapa dekade. Sesuatu yang pedih dan lebih menyakitkan ketimbang belati terbesat dalam kilau yang terpantul di matanya. Walau tidak sendiri, keheningan yang menyiksa dapat ia rasakan merambat dari relik tua bersama udara yang pengap menuju permukaan kulitnya yang tertutup rimbun bulu. Ia menghela napas berat.

Kalaupun secara verbal tidak terucap, kerutan di bawah matanya tidak bisa berbohong. Ia lelah dengan semua ini. Tepat ketika Orion menunjuknya sebagai pembawa titah terakhir raja, semua ini menjadi begitu kompleks. Kehidupannya sebagai burung hantu muda yang bebas mendadak terkekang oleh urusan kerajaan. Tidak dapat dipungkiri memang, kematian raja keempat menjadi pukulan hebat bagi Alleothra.

"Aku harap kau tidak salah memilihku, O Orion Tuanku." Mata berbinar itu dapat memaknai maksud dari ukiran yang baru saja ia temukan. Sekor burung hantu dengan bola bersinar yang dipeluknya dengan kedua sayap. Lambang pengorbanan Sang Orion dalam Perang Eclipse.

"Aku sudah berjanji akan mencegah, dengan cara apapun, Alleothra tidak akan jatuh ke ranah pertempuran lagi setelah hari itu. Kalaupun iya, aku tidak akan membiarkan ia jatuh." Kedua mata Elwood terpejam, kepalanya bersandar pada tiang di hadapannya seakan meminta pengampunan. "... tapi kenapa. Kenapa setelah berita yang kami nantikan datang, rasanya aku ingin menyerah saja," ujarnya perlahan. Berusaha agar kata-kata rapuh yang tidak lebih dari sebuah bisikan tidak gemetar karena sensasi aneh yang mendadak memenuhi rongga dadanya.

"Kau yakin berita itu dapat dipercaya, Adlet? Apa ... kau yakin itu benar dia?" Burung hantu yang sedari tadi terdiam di salah satu sudut ruangan perlahan mengangguk. Suara kekehan pelan menggema setelahnya.

"Mungkin setelah Orion wafat, ia terlihat seperti pengecut yang lari dari kenyataan, tapi dia tetap salah satu pembawa titah Orion. Bahkan hingga akhir, ia masih percaya padanya." Suara lembut dan rapuh menjawab. Elwood tetap diam, hanya anggukan kepala samarlah yang mengindikasikan bahwa ia masih mendengarkan.

War Of Eclipse: The Death King's Riddle [ONGOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang