03

145 27 2
                                        

03
kaos berbau tomat
―――

Mark bersama Xiaojun pernah, sering, beberapa kali menginap di rumah antik Hendery. Tipe rumah yang sering dipakai jadi setting tempat dalam telenovela; halaman luas, air mancur di tengah-tengah, lorong berpilar-pilar. Mark sendiri tidak begitu mengerti beda antara gaya Spanyol dan Meksiko sebenarnya. Selama tempat itu punya banyak kamar dengan kasur empuk dan atap rapat dan bukan kastil tua dalam buku sejarah, Mark tak masalah.

Satu-satunya masalah adalah Hendery seorang maniak tomat. Mulai dari sesuatu yang wajar seperti menu makanan, sampai pada tahap ekstrem; parfum misalnya. Mark positif keracunan tomat, nyaris ke tahap fobia. Tapi senyum Jaemin merupakan persuasi yang sulit ditolak, dan mata yang bercerita banyak kenangan, dan Mark menemukan dirinya pulang dengan kaos berbau tomat.

Ketika disambut tautan alis tegas Jeno begitu tiba di rumah dengan sepasang mata serupa CCTV yang mengintai jejaknya di atas tehel, Mark ingat untuk mengganti urutan paling atas dalam skala prioritasnya dengan mengimbau-menyuruh-memaksa Hendery ganti parfum atau ajak Xiaojun dalam konspirasi menyeret Hendery ke psikiater atau psikolog atau apapun itu. Bah. Terserahlah. Itu urusan nanti. Ususnya sekarang dalam level urgensi yang berbeda. Dia menghabiskan dua porsi makan malam sekaligus.

Kerutan di dahi Jeno belum hilang.

"Hei, belum pernah lihat orang keren kelaparan?" tegur Mark setelah air mineral melewati kerongkongan yang punya efek seperti tanggul bendungan bocor.

"Kau dari mana?" Jeno bertanya bukan seperti adik yang khawatir pada kakaknya, lebih mirip penagih utang yang menagih nasabah bandel.

"Berkeliling, nyasar, kehujanan, kemudian bertemu kenalan lama." Mark mengangkat bahu, terlalu lelah cerita yang lebih detil. "Kenapa?"

Satu alis terangkat, tapi kau pakai kaos berbau Hendery, dan Hendery masih jauh di Meksiko, bukan di Oxford. Namun mata suntuk Mark memaksa sebuah gelengan dari Jeno, membiarkan semua kata tersangkut di langit-langit mulut.

"Oh ya sudah. Aku mau tidur. Capek." Sebelum pintu kamar menelan siluet Mark, kepala itu menyembul dengan cengiran konyol yang normal (sementara Jeno bertanya dalam hati dimana dia meninggalkan aura suram aku-mau-bunuh-diri pagi tadi). "Hei, Jen. Besok temani aku cari kado buat Haechan dan Nakamoto, ok?"


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Romeo dan CinderellaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang