epilog

16.7K 1.7K 177
                                    

A/N: gue gaterlalu tau tentang tempat ini, asal-asalan aja. maklumin yak. happy reading!

***

31 Desember 2013

Malam pergantian tahun.

Aku sudah siap dengan sweater berwarna abu-abu terang, celana jeans semata kaki, jaket berbulu tebal, converse bercorak vintage. Aku siap untuk apa? merayakan tahun baru tentunya. Jika kau bagaimana dengan nasib tugasku. Sial, belum selesai juga, tapi tinggal sedikit sih. Tapi aku tetap memaksakan untuk merayakan tahun baru diluar. Sendirian. Lagipula, aku sudah 3 tahun terakhir ini selalu merayakan tahun baru dirumah, hanya melihat kembang api dari jauh. Jadi, tidak ada salahnya kan?

Aku melangkahkan kakiku keluar rumah setelah berpamitan dengan kedua orang tuaku. Berjalan, berlari kecil sembari melihat-melihat keramaian malam tahun baru. Ya, aku berjalan menuju London Eye. Tepatnya ingin ke tamannya, taman Jubilee. Jaraknya hanya sekitar 1-2km dari rumahku, hitung-hitung berolahraga malam. Kalian boleh mengatakanku gila, silahkan.

Setelah sampai dilokasi, aku membeli cotton candy. Mataku menjelajah ke segala penjuru taman. Ramai. Itu penilaian pertamaku terhadap taman ini. Aku berjalan mencari tempat duduk sambil mencomot cotton candy dan memakannya. Perjalananku mencari tempat duduk terhenti ketika aku menabrak sebuah bahu kokoh yang kuyakini milik seorang pria.

Sontak aku dan pria itu salih berhadapan.

Familiar, batinku.

Mata kita bertemu. Matanya hijau seperti zamrud, mirip seperti mata seseorang yang kukenal. Tapi siapa, ya? Hoodie dan masker putih yang ia pakai membuatku menjadi sedikit asing dengannya. Atau memang dia orang asing, ya?

Aku segera menggeleng menyadari bahwa aku—dan dia juga—telah saling bertukar pandang.

Dia melakukan hal yang sama denganku, menggeleng.

"Sorry."

Astaga! Bersamaan. Sekarang jantungku berdetak lebih cepat dari sebelumnya. Siapa dia sebenarnya?

Aku menunduk malu, menjadikan cotton candyku yang baru sedikit kumakan tempat melihat. Aku daritadi menunggu ia berbicara, tapi.....hening. Apa dia sudah pergi? Oh, tidak. Kakinya masih bisa kulihat. Aku mulai mengangkat kepalaku perlahan. Kemudian aku sudah bisa melihat wajahnya yang masih ditutupi masker. Matanya yang berwarna hijau zamrud itu sedikit menyipit,

Ya, ampun! Apa dia sedang tersenyum? Melihat matanya saja sudah bisa membuatku meleleh. Apalagi jika aku melihat senyumnya itu? Bisa mati seketika aku.

"Take a picture, itu akan lebih awet." katanya disertai kekehan. Apa aku baru saja menatapnya? lagi? Aku segera mengalihkan pandangan. Ia membuatku gelagapan, ya ampun.

"A- a- a... Tidak!" elakku mencoba tegas.

Oh no, sepertinya gagal. Ia tertawa membuat maskernya naik turun dan aku dapat melihat batang hidungnya sekilas. And.......Hey! Aku tidak asing dengan orang ini! Dan aku juga melihat.....rambutnya ikal!

"Pipimu yang memerah itu tidak bisa berbohong, gurl." Aku blushing? Seriously?

Baiklah, Aku menyerah. Aku harus berkata apa lagi? Sungguh, aku sama sekali tidak mau ia pergi. Entahlah, hatiku berbicara seperti itu. Ayolah, El. Katakan sesuatu padanya. Katakan sesuatu padanya. Katakan sesuatu pad—

"Apa kau kesini sendiri?" Oh, Pertanyaan ini keluar begitu saja dari mulutku. Bagaimana kalau dia kesini bersama kekasihnya? lalu ia menganggapku yang tidak tidak? God.

"Iya, apa kau juga?" Aku menagguk ragu, "Baguslah,"

Wait,

WHAT?!

hacker ✘ h.sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang