01

9 0 0
                                    

[dalam sambungan telepon]

Omah : hallo! Cepet kamu pergi ke bandara, tidak usah banyak tanya, Omah lagi sibuk.

Dilfa : Omah, kenapa..
Ketika Dilfa mencoba bertanya Omah langsung memotong pembicaraan nya.

Omah : Dilfa! (bentak) omah lagi sibuk, lagi masak kalu masakan Omah gosong bagimana! Bi Irma lagi pulkam, pak Kardi lagi menjemput adik mu.

Dilfa : O omah.. Dengerin Dilfa bentar.

Omah : apa lagi? Udah deh susah sekali, Bi Iran sama Shalsa mereka sibuk membersihkan rumah.

Dilfa : Bukan  itu, Omah Omah..

Menghela napas sambari memutar bola mata. "ok baik lah." ucap nya sambari melirik ke arah tiga sahabat nya lalu pergi tanpa pamit.

.
.
.

"Fa sini gue mau ngomong ni?." sahut Galih melambaikan tangan nya.

" wey! Domba! Lu mau kemana Tai." ucap Galih berdiri dengan nada tinggi.

"Sorry! Ada tugas dari Omah gua." ucap Dalfa.

"ya wes ok." jawab Dimas.

"naon atuh Dim, kok kau pake  bahasa gua." ucap Joko.

.
.
.

"wey! Siapa sih nama tuh anak?." teriak tanpa tujuan melihat keramaian sambari menggaruk kepala.

Lirik orang orang fokus kepada lelaki itu dengan tatapan aneh.

Setan! Dasar cewek sialan, omah ngapain lagi nyuruh gua tanpa memberi tahu siapa nama orang yang akan gua jemput.

Bagaimana yang kalian rasakan ketika asik bermain dengan sahabat lalu mendapat telpon dari Omah, tanpa bertele-tele suruh menjemput seseorang dan tidak mengetahui ciri-cirinya.
Ketika kita menghubungi, nomor telepon nya tidak aktif.

Telpon Rumah : hallo Den, iya Den saya di suruh Omah telpon, nama orang nya non Marea.

Dalfa : siapa bi? Marya? Bi aku mau ngomong sama Omah dong.

Telpon Rumah : maaf den omah gak bisa, kata omah cari aja namanya Marea.

Dalfa : Bi! (bentak) foto nya dong, bilang omah aku butuh foto dan nomor yang bisa dihubungi.

Telpon Rumah : ia den, yaudah tunggu ya den.

.
.
.

10 menit kemudian.

"pak Budi mana sih."

"itu kan nama ku, oalah semoga saja dia orangnya. Pak! (lambai kan tangan) pak ini saya, saya (senyum) pak saya Marya!." teriak ku sambari mendekati.

Pak Budi masih muda! Oh mungkin ini anaknya.

"kamu anaknya pak Budi kan?."

Hah yang benar saja dia yang di spesial sama omah, ah gak mungkin (menatap tajam) dia orang biasa saja bahkan tidak terlihat gayanya. Aiss bodo amat yang penting gue udah nemuin orangnya.

"iya gue anak Pak Budi Sentosa." jawab dingin lalu berjalan menuju mobil.

"Ibu Nindya apa kabarnya?." tanya Marya sambari membuntuti Dalfa.

Dalfa yang mendengung langsung terdiam dan melirik dengan sengit. " baik, tak perlu lu tanya tentang Nindya." seru gua sembari kesal.

"oh maaf." ucap Marya yang berdiri diam takut dan heran. Kenapa dia tidak suka padahal ibu Nindya kan ibunya, kata pak Budi anaknya sayang banget sama ibu nya.

"hey! Cepet dong, jangan berdiri diam." seru gua nada tinggi sambari memalingkan muka.

"I iya." jawab sambari berjalan tergesa-gesa.

"LARI LARI!." seru gua sembari mata melotot. Gue sudah marah besar dan kesal kepadanya.

"Cewek pengganggu!" ucap nya sambari memutar bola mata.

Galak banget, dasar bocah! "iya! iya." jawab menekan kata 'iya.'





Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Bukan Marya tapi MareaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang