"Terus mau kemana? Ke jembatan yang terkenal itu?," tanya Hoseok. Seulgi menggeleng.
"Kita jalan kaki aja cari pantai yang deket-deket sini," kata Seulgi. Hoseok mengernyitkan dahinya. Aneh banget. Dia mengambil kantong snack yang Seulgi bawa dan mengikuti langkahnya. Selama perjalanan Seulgi merhatiin pantai-pantai yang dilewatinya. Enggak perlu takut, stasiun ini letaknya dekat dengan pantai, dan pantai di Yeosu terkenal bagus. Benar saja, baru 15 menit berjalan saja mereka sudah menemukan pantai.
Seulgi membuka heelsnya. Hoseok mengikutinya. Saat kaki Seulgi menyentuh pasir yang halus, dia semakin yakin pilihannya meninggalkan bridal showernya adalah pilihan yang tepat. Berjalan berdampingan, mereka menelusuri pantai yang sepi dengan ombak yang tenang.
"Dulu kenapa kita enggak pernah ke pantai, ya? Kalau ngedate Cuma ke café kalau enggak ke Mal," gumam Hoseok.
"Karena ada yang takut kakinya digigit kepiting atau takut item," kelakar Seulgi. Hoseok tertawa.
"Tapi lo suka ke pantai enggak?," tanya Hoseok. Seulgi mengangguk. Dia suka pantai karena sendari kecil ayahnya sering mengajak dia dan saudara-saudaranya pergi ke pantai. Entah itu berburu kerang, memancing atau berenang. Pantai selalu jadi tempat favorit Seulgi, dan dia mau mengunjunginya dengan orang favoritnya.
"Gue suka ke pantai. Mulai dari anginnya, baunya yang khas, terus kalau makan apa-apa rasanya dua kali lipat dari biasanya," kata Seulgi. Lagi-lagi mereka tenggelam dalam diam. Beda dengan Seulgi, Hoseok bahkan enggak pernah ke pantai malam-malam begini. Tapi pantai yang malam punya aura yang beda. Lebih tenang. Tiba-tiba Hoseok sadar kalau Seulgi mengenakan dress yang pendek. Ia membuka jaketnya dan memberikannya pada Seulgi.
"Wah, dulu bahkan waktu gue kedinginan pake dress pas kita ngedate di tengah musim dingin, lo enggak peduli, loh,"kata Seulgi.
"Ya kan itu dulu, beda lah sekarang," kata Hoseok.
"Duduk, yuk" ajak Seulgi. Hoseok lalu menggelar karpet yang dibeliny di minimarket. Mereka lalu duduk di atas pasir menikmati pantai yang tenang. Seulgi membuka bir kalengan yang dibelinya.
"Gue mau minta maaf," kata Seulgi tiba-tiba.
"Gue ambisius banget enggak mau kalah dari Kim Yuna. Gue sampe ngomong yang sebenernya enggak gue maksud sama sekali. You have every right to hate me," sambungnya.
"Udahlah itu dulu. Even gue udah lupa," balas Hoseok. It's just too impossible for him to hate her even after all the hurtful things she said.
"Tangan gue dingin banget," kata Seulgi mencoba menghangatkan kedua tangannya. Satu hal yang enggak pernah berubah dari Seulgi, tangannya selalu dingin dan mudah dingin. Hoseok lalu meraih tangan Seulgi dan menggosoknya dengan tangannya. Dulu Hoseok selalu protes kalau gandeng tangan Seulgi, tangannya pasti selalu dingin. Ia biasanya menggosok tangan Seulgi lalu menaruhnya di kantung jaketnya.
"Hoseok-ah," panggil Seulgi. Hoseok mendengak.
"Temen-temen gue enggak ada yang mabuk. Gue pura-pura ke kamar mandi terus kabur," katanya pelan. Mata Hoseok membesar. Dia sendiri enggak tahu kemana arah pembicaraan ini. Kenapa Seulgi berbohong.
"Gue enggak tiba-tiba gitu aja dateng ke bar itu. Gue denger dari temen gue dia ngeliat lo sama Namjoon ke sana, terus gue ke sana hampir setiap malam setelah gue dilamar Suho. Just in case gue ketemu lo, meski kemungkinannya Cuma 1 %," kata Seulgi.
"Ngapain?," Cuma kata itu yang keluar dari mulut Hoseok.
"Karena gue mau ketemu lo sebelum enggak bisa," balas Seulgi. Air mata membendung di ujung pelupuk matanya.
"Gi, kita masih bisa ketemuan even lo udah nikah. Kita bakal tetep temenan," kata Hoseok sambil memegang lengan Seulgi. Ia seolah-olah menopang Seulgi yang kapan saja bisa runtuh. Padahal, dia sendiri sudah runtuh. Buyar.
"Gue bohong, gue enggak bisa temenan sama lo. Gue cari alasan apapun supaya gue bisa sampai ke tempat lo. Gue benci banget bahkan lo lebih kenal gue dari pada gue sendiri," dan tangis Seulgi pecah. Melihat tangisnya pecah, Hoseok langsung memeluk Seulgi. Dia tahu, ini salah. Tapi dia akan benci banget sama dirinya sendiri kalau dia membiarkan Seulgi menangis. Hoseok tahu, Seulgi lagi mabuk. Mungkin juga karena pernikahannya tinggal minggu depan, dia kena demam calon pengantin. Semua bisa jadi alasan.
"Gi, udah udah. Jangan gini ah," kata Hoseok sambil menepuk punggung Seulgi. Seulgi mempererat pelukannya.
"Gue enggak mau kehilangan lo. Gue masih sayang sama lo," isak Seulgi. Mendengarnya, pertahanan Hoseok akhirnya runtuh. Senyumnya menghilang. Ia akhirnya menangis bersama Seulgi. Dia capek bohong sama Seulgi, tapi lebih capek lagi bohong dengan dirinya sendiri. Mau berkali-kali dia mengingatkan kalau Seulgi udah enggak bisa jadi miliknya lagi, tapi dasar hati keparat, dia enggak bisa diatur sesuai yang Hoseok mau.
Seulgi menyalahkan dirinya yang enggak mau kalah dari Kim Yuna. Dia kurang berjuang minta maaf sama Hoseok. Dia mudah menyerah. Enggak seharusnya dia membiarkan Hoseok sendirian termakan dengan kebohongan yang dibuatnya. Seharusnya dia lebih sabar menunggu Hoseok. Seharusnya enggak harus nunggu dilamar Suho dulu sebelum dia ketemu Hoseok. Seharusnya dia lebih cepat datang.
Hoseok seharusnya dengar apa yang harus Seulgi jelaskan. Seharusnya dia meredam egonya dan memberikan Seulgi kesempatan lain. Seharusnya dari dulu dia datang ke Seulgi. Enggak sekarang, di saat dia tinggal menghitung hari jadi istri orang. Seharusnya Hoseok berhenti bohong dengan dirinya sendiri. Seharusnya Hoseok datang lebih cepat.
Keduanya terus menangis. Menangisi kesalahan. Menyesali kenapa mau saja dikuasai ego yang tak berujung. Menangis bahwa untuk bersama, sudah tidak ada kemungkinan lagi.
You are my life
I still
I feel you shining
No longer mine
You're no longer mineRoy Kim- No Longer Mine
YOU ARE READING
Night Sea
FanfictionMalam itu Seulgi mau jadi gila. Dia mengajak Hoseok ke pantai di tengah malam. Bisa jadi untuk terakhir kalinya...