Jimin mendadak merasa amat pusing selama perjalanan ke kedai minum. Matahari sudah terbenam dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Tapi entah mengapa pelipisnya berdenyut-denyut.
Terkadang ia menghentikan langkahnya sejenak, menunggu agar rasa yang amat mengganggu itu reda. Beberapa kali ia melirik pelayan cantik dan Taehyung yang berjalan di depannya, memandang mereka dengan tatapan ragu.
Mereka berdua sudah bersusah payah membantu dirinya. Jimin tidak ingin semakin menyusahkan dengan mengeluh.
"Violinist," panggil Taehyung, pengembara itu menoleh ke belakang, menemukan keganjilan dari seorang Park Jimin.
"Kau baik-baik saja?" tanyanya.
Jungkook ikut berhenti, memperhatikan interaksi dua pria di belakangnya. Diam-diam ia mendecih pelan dan melempar tatapan tajam, "Sebentar lagi kita sampai, tolong bertahan, Park Jimin."
Jimin mengangguk. Ia berdiri tegap seolah tidak terjadi apa-apa, membuat Taehyung melupakan kekhawatiran yang menderanya barusan.
"Ayo!" seru si pengembara itu ceria. Dia satu-satunya yang tidak memiliki awan mendung di atas kepalanya.
. . .
Seokjin masih berjaga di belakang meja bar sementara rekan kerjanya pergi. Ia tetap melayani pembeli seperti biasa terlepas pembicaraan soal vampir di klinik. Sejujurnya laki-laki itu juga tidak ingin mempercayainya. Namun Jungkook mungkin tidak. Ia terlihat sangat panik ketika pergi.
"Bir," cetus seorang pelanggan.
Seokjin mengangguk dan melesat ke arah jejeran botol bir, mengambil satu dan menuangkannya ke dalam gelas sedang. Pelanggannya mengangguk tanda terima kasih sementara Seokjin berjalan ke belakang untuk mengecek persediaan mereka. Ini sudah lepas sore, biasanya kedai akan ramai saat malam dan Seokjin tidak ingin kehabisan pasokan sebelum tutup.
Pada saat yang sama suara ketukan berulang-ulang terdengar dari pintu belakang. Semakin lama semakin keras. Ia juga mendengar namanya dipanggil berulang-ulang.
"Seokjin-hyung!"
Seokjin segera membukakan pintu dan melihat siapa yang berada di luar sana. Ada Jungkook bersama dua orang lainnya. Yang satu jelas si pengembara. Satu orang lagi adalah sang violinist— atau bisa dikatakan terduga makhluk penghisap darah. Ia tampak sangat pucat untuk ukuran manusia.
"Apa kalian baik-baik saja?" sambut Seokjin, berusaha terlihat biasa saja.
Si pengembara langsung berhambur ke hadapan Seokjin dan bicara di depan wajahnya, "Bolehkah kami meminta makanan? Untuk violinist."
Seokjin mendorong Taehyung pelan. Ia terlalu agresif dan membuatnya mengerjap sejenak, kemudian laki-laki itu mendecak pelan.
"Makanan apa yang perlu aku berikan kepadamu?"
"Roti? Selai? Ham? Apapun yang kau miliki di kedai. Dia belum makan apapun tiga hari," balas Taehyung cepat.
"Well, apakah dia berjalan sendiri ke mari?" tunjuk Seokjin pada violinist.
Jungkook menganggukkan kepalanya.
"Bagaimana aku bisa percaya dia belum makan selama tiga hari bila ia mampu berjalan sendiri dari klinik?"
"Lihat betapa pucatnya dia," hardik Taehyung.
"Itu karena dia bukan manusia! Dia pasti vampir klinik yang dibicarakan orang-orang," sebal Seokjin.
Sesaat kemudian ia menutup mulut dengan kedua tangannya, menyesali kalimat yang ia ucapkan sebelumnya.
Kim Taehyung yang mendengar pernyataan Seokjin tampak bingung. Ia menatap violinist dan Seokjin bergantian, memastikan apa yang baru saja dikatakan rekan kerja Jungkook.
KAMU SEDANG MEMBACA
la pleine lune | YoonMin
Fanfiction"Bila kau berdiri di ujung tebing saat bulan purnama, maka kau akan mendengar suara piano." [ YoonMin, slight TaeKook, romance-fantasy, vampire!au ] pitike17©2018