Peristiwa yang tak terlupakan

25 3 0
                                    


Peristiwa ini terjadi pada tahun 2004, peristiwa tsunami di Aceh. Saat itu aku masih kuliah di salah satu universitas terkemuka saat itu di Aceh. Walaupun aku asli Aceh, kampung halamanku jauh dari kota. Jadi, mau tidak mau aku harus ngontrak di kota dan yang pasti dekat dengan universitas tempat aku menuntut ilmu. Aku tidak tinggal dengan orang tuaku, aku memilih mandiri dan hidup sendiri. Orang tuaku tetap tinggal di kampung pinggir kota, setiap sebulan sekali kalau sempat aku biasa pulang kampung untuk menemui mereka.

    Pagi itu aku sedang asyik berbincang dengan tetangga yang sedang membeli sayuran di komplek perumahan. Tiba-tiba saja bumi berguncang, mula-mula guncangannya pelan tetapi kemudian menjadi kencang dan semakin kencang. Aku panik sembari berteriak melafalkan nama Allah. Tak kalah panik orang-orang disekitarku juga menjerit dengan ekspresi wajah yang sama, ketakutan. Semua orang berhamburan keluar rumah sambil berpegangan. Jangankan untuk berdiri, dudukpun kami tak mampu. Suara gemuruh bangunan yang runtuh terdengar memekakkan telinga, begitupula suara pecahan piring  dan perabotan lainnya yang jatuh dari tempatnya tak terhindarkan lagi. Bersahutan dengan gema takbir dan dzikir yang terus tak hentinya keluar dari mulut setiap orang, berpegangan satu sama lain dan saling menguatkan.

    15 menit berselang, gempa berhenti. Ini gempa terbesar yang pernah kurasakan. Belakangan aku tahu gempa yang kualami ini adalah gempa terbesar yang pernah terjadi di Asia dan gempa terbesar di dunia sejak 1900. Aku memeriksa telepon genggam ku. Tidak ada sinyal, bingung bercampur khawatir. Yang ada difikiranku hanya keadaan orang tuaku. Akupun memutuskan pergi ke wartel terdekat. Kupandangi sekeliling, tidak ada yang stabil semua hancur rumah-rumah runtuh seketika. Kota yang dulu indah dipandang dan penuh dengan orang-orang yang sibuk berlalu lalang, kini menjadi kota yang tidak tertolong lagi, semua orang sibuk mencari anggota keluarga masing-masing. Kupercepat langkahku menuju wartel yang tadi sempat terhenti. Sampai ketika aku tiba di wartel, aku segera menghubungi orang tuaku, tidak ada sambungan, teleponnya mati. Bingung, aku tidak tau harus menghubungi siapa, aku khawatir dengan keadaan mereka.

    Setelah membayar, aku memilih pulang ke kontrakan. Keadaan kontrakanku saat itu sangat mengenaskan, semua berhamburan, bangunan runtuh semuanya hancur. Aku menganbil keperluanku, dan memungut benda-benda yang masih bisa digunakan.  Tak beberapa lama, aku memutuskan untuk keluar, melihat situasi sekaligus pergi menuju mesjid yang tak jauh dari kontrakanku. Banyak orang berkumpul di sana melihat kubah mesjid runtuh. Beberapa kendaraan perang TNI melaju kencang dari kota menuju Darussalam. Orang-orang tiba-tiba berhamburan. Ada yang berlari, naik motor, mobil menuju satu arah. Aku tercengang, baru kali ini aku melihat ribuan orang dengan wajah pucat pasi berlari kencang dan tanpa membawa apapun.

   “ada apa?” terpaksa aku menghentikan salah seseorang yang berlalu lalang di depanku dan bertanya.

    “lari… lari .. lari neng air laut sudah naik!” orang itu melanjutkan langkahnya, panik. Seakan tenggorokanku tercekat mendengar kabar mengejutkan itu, seketika terbayang keadaan orang tuaku.

    “apa kabar mereka?”, “bagaimana keadaan mereka?” tidak ada kabar. Aku harus bagaimana? Terasa ngilu kakiku membeku, enggan beranjak.
  
    “neng… ngapain masih disini.. lari neng… lari!” berbagai teriakan warga seakan tak terdengar olehku. Sesaat aku merasa diraih oleh seseorang, ditarik paksa dan berlari.

   Masih sama aku masih tidak bisa mngeluarkan sepatah kata apapun. Sampai kepada suatu truk, yang memang terlihat tengah menunggu warga, aku kembali ditarik paksa untuk naik ke truk tersebut. Sekilas sebelum aku naik, saat itu lah aku melihat air berwarna hitam di belakangku, seorang laki-laki yang sedikit lebih tua dariku, menggendong anak balitanya terseret sangat cepat. Air tersebut tidak menujuku, tetapi karena jalan tersebut  merupakan jalan bersimpang empat, air tersebut datang melintang dengan jalan di mana aku berdiri. Dengan segera laki-laki yang tadi menarikku, semakin menarik kasar tanganku dan bergegas untuk naik di truk tersebut.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang