4 (🔞) - Separation

1.2K 136 34
                                    

Rian mendorong Fajar ke dinding. Mempersempit jarak antara keduanya. Fajar melumat bibir hangat Rian dan Rian mengalungkan kedua lengannya pada leher Fajar. Jemarinya bergerak keatas, meremat rambut hitam Fajar.

Sepatu mereka telah terlepas, begitupula pakaian keduanya.

Fajar tidak mengatakan apapun, namun sentuhan tangan Fajar pada tubuhnya menyiratkan makna mendalam. Betapa Fajar sangat mendamba dirinya, mencintainya, dan tidak ingin melepaskan dirinya, bahkan untuk adiknya sendiri.

Fajar menuntun langkah Rian menuju sofa yang terdapat di ruang tamu. Tubuh Rian terbaring pasrah diatas sofa dengan Fajar yang berada diatasnya.

Rian hampir lupa bahwa tangan Fajar masih bergerilya di tubuhnya. Saat ini ia tidak ingin memikirkan apapun. Ia hanya ingin menjadi milik Fajar seutuhnya.

Netra kelam milik Fajar menatap Rian dalam. Nafas keduanya saling memburu. Rian memejamkan matanya ketika Fajar menghentakan pinggulnya, menyalurkan semua kenikmatan pada tubuh Rian.

Hentakan pinggul Fajar semakin cepat, geraman rendah Fajar menjadi satu-satunya suara di ruang tamu tersebut. Sesaat setelahnya mereka berdua mencapai puncak kenikmatan bersama.

Wajah dan tubuh Fajar kini bersimbah peluh. Perlahan Fajar menggeser tubuhnya ke arah Rian dan mendekap hangat tubuh Rian. Rian meletakan wajahnya di dada Fajar. Menghirup aroma tubuh lelaki yang sangat ia cintai.

Rian memejamkan matanya. Hatinya masih terasa berat melepas kepergian Fajar. Ia berharap dapat memliki lebih banyak waktu bersama Fajar. Membuat semua kenangan manis bersama, menikah, dan menghabiskan hari tua bersama.

Fajar mengeratkan pelukannya pada Rian. Menyalurkan semua emosi terpendam yang tidak dapat ia ucapkan. Rian paham akan kegundahan hati Fajar. Pada akhirnya mereka berdua sama-sama takut kehilangan satu sama lain.

"Aku mencintaimu, Ardianto."

Rian membalas pelukan erat Fajar dan berusaha keras untuk tidak menangis malam itu.


Pagi ini mereka bangun lebih awal dari biasanya.

Rian sedang menyiapkan sarapan seperti biasanya. Nafas Rian seperti terhenti ketika melihat Fajar keluar dari kamar mandi. Fajar terlihat sangat gagah dan tampan dengan seragam squadronnya. Rian jatuh cinta kembali untuk kesekian kalinya.

"Aa' punya ini untuk Ian."

Fajar merogoh saku celananya dan mengeluarkan dua buah liontin. "Aa' tau kamu nggak suka dengan hal-hal seperti ini, tapi Aa' rasa liontin ini mirip dengan kita berdua."

"...Naga?" Rian menatap bingung pada liontin dengan bentuk naga tersebut. "Bukannya ini seharusnya untuk Aa'?"

"Itu untuk kamu, yan. Punya Aa' yang ini." Fajar menunjukan liontin lainnya. Liontin itu berbentuk sayap.

Rian mengerutkan dahinya. "Itu.. sayap?"

"Iya. Ini sayap malaikat. Kamu adalah malaikatnya Aa', dan Aa' adalah naganya Ian."

Rian tertawa kecil dan menanggapi perkataan Fajar tersebut.

"Yaampun A', Ian kadang heran dengan pemikiran aneh Aa'."

"Tapi Ian tetap cinta kan sama Aa'?" Fajar menatap Rian sambil menaik turunkan alisnya, bermaksud menggoda Rian.

"Iya." Rian mengangguk kecil.

"Anak pintar." Jawab Fajar sambil mengusak sayang rambut Rian.

Fajar mendekat kearah Rian dan memakaikan liontin tersebut ke leher Rian. Fajar memberikan ciuman kecil di tengkuk dan bahu Rian sesaat setelah ia selesai memasang liontin tersebut.

"A' geli. Udaaah jangan cium-cium Ian terus."

"Nggak mau yan, Aa' terbiasa cium kamu terus." Fajar terus melancarkan aksinya memberi ciuman kecil di bahu Rian.

Rian kemudian membalikan badannya tiba-tiba dan mencium bibir Fajar. Fajar tampak tidak terkejut sama sekali dan malah memperdalam ciuman mereka.

Tautan bibir mereka terlepas, dan mereka saling melemparkan senyum satu sama lain.

"Aa' benar-benar mencintai kamu, yan."

"Ian jauh lebih cinta sama Aa'."

Kini mereka berdua mengemban tanggung jawab yang berbeda. Ia dan Fajar sudah berkomitmen untuk tetap melakukan hal yang terbaik bagi negara, mengesampingkan ego dan keinginan masing-masing.

Rian melambaikan tangannya dan tersenyum tipis melepas kepergian Fajar pagi itu. Fajar melangkah dengan pasti meninggalkan pekarangan rumah Rian. Langkah Fajar terhenti ketika kakinya mencapai pintu pagar rumah Rian. Ia menoleh kebelakang dan menatap Rian tanpa mengucapkan sepatah kata.

Rian tetap melambaikan tangannya, hingga punggung Fajar menghilang dari pandangannya.

Tubuh Rian ingin sekali berlari mengejar Fajar dan memeluk pria itu sekali lagi. Namun ia tidak melakukannya, karena hal itu hanya akan membuat perpisahan mereka terasa lebih berat. Rian menggit bibirnya dalamnya, menahan semua gejolak didalam hatinya. Ia harus kuat. Ia sudah berjanji pada Fajar bahwa ia tidak akan menangis. Rian benar-benar menepati janjinya. Ia tidak menangis ketika Fajar hilang dari pandangannya.

Karena dalam hatinya, ia yakin bahwa Fajar pasti akan kembali.

tbc.


Hola hola~

A short update! Aku lagi gabut nunggu kereta jadinya aku ngetik aja mumpung lagi ada ide🤣

Maaf ya aku gak pandai bikin nc gitu2 masih harus banyak belajar hehe

Btw mood angstku menurun gara2 igs ajay kemaren🙄 maafkeun kalo tidak kerasa feel angstnya ya🙏

See ya in next chap💜

Sky✔ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang