Hari ini tepat dua hari setelah Fajar bertempur di medan perang. Rian sedang melakukan tugasnya sebagai tenaga medisㅡmengobati dan merawat tentara yang terluka.
Tiba-tiba terdengar suara letusan senjata api yang cukup keras.
Senjata api?
Suara letusan kedua terdengar jauh lebih keras dari suara letusan pertama. Rian tidak yakin jika suara letusan sebesar itu berasal dari senjata api. Rian bergegas untuk memastikan apa yang sedang terjadi.
Matanya melebar melihat kekacauan yang terjadi di luar gedung rumah sakit. Hampir seperempat bagian depan rumah sakit hancur terbakarㅡterkena ledakan dari misil yang dilancarkan oleh Belanda.
Ledakan ketiga terasa sangat kuat, dan Rian rasa jaraknya cukup dekat dari tempatnya berdiri saat ini. Tangan dan kaki Rian bergetar ketakutan. Ia mencoba mencari tumpuan, namun rasa takutnya membuat pegangan Rian melemah. Ia jatuh tersungkur ke lantai. Rian mendesis kesakitan ketika ia mencoba untuk kembali berdiri. Seketika Rian mengingat perkataan Fajar malam itu.
Aa' akan melakukan serangan ke bagian utara tepat di markas utama Belanda.
Fajar salah.
Belanda tidak bersembunyi di bagian utara. Belanda bergerak menuju selatan dan melakukan serangan. Menyerang markas utama angkatan laut Indonesia dan rumah sakit tempat Rian mengabdi.
Bukan squadron yang menyerang Belanda, melainkan merekalah yang diserang.
Rian menutup kedua telinganya dengan kedua tangannya ketika ledakan lainnya terjadi. Hatinya bergejolak hebat. Ia harus dapat berdiri. Namun rasa takutnya mengalahkan seluruh tekad Rian.
Rian! Apa yang kamu lakukan? Kamu adalah seorang dokter!
Suara rintihan dan teriakan kesakitan dari pasien-pasiennya menyadarkan lamunan Rian. Ia mencari tumpuan untuk berdiri dan segera berlari menuju unit gawat darurat.
Sesampainya Rian di UGD, ia terkejut melihat banyak orang berkumpul. Keadaan UGD terlihat sangat kacau. Hampir seluruh pasien yang datang telah bersimbah darah.
"Dokter! Dokter! Tolong anak saya terlebih dahulu!"
"Dia berhenti bernafas Dokter!"
"Dokter! Pria ini butuh pertolongan segera! Dia datang paling awal!"
Semua orang berteriak kepadanya. Memaksa Rian untuk menyelamatkan nyawa semua pasien dalam satu waktu. Ia hampir saja menjatuhkan tubuhnyaㅡtidak tahan dengan situasi seperti iniㅡjika Anthony tidak menyangga lengannya saat ini. Gertakan Anthony menjadi suara yang terngiang di telinganya saat ini. 'Kendalikan dirimu Rian.' Dan kalimat dari Anthony tersebut mampu membuat Rian kembali bangkit. Ia mengatur nafasnya. Mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri.
Ia tidak sendiri. Anthony ada bersamanya.
Namun tak lama setelah itu, seorang tentara dengan seragam angkatan laut masuk ke unit gawat darurat. Wajahnya bersimbah darah dan nafasnya tersengal-sengal. Jantung Rian hampir saja berhenti berdetak.
Bukan. Itu bukan Fajar-nya.
Itu bukan Fajar-nya. Fajar-nya sedang menerbangkan naga diatas langit. Bertempur untuk meraih merdeka.
Pasien yang merupakan prajurit angkatan laut itupun akhirnya ditangain oleh Rian. Rian membersihkan luka di seluruh wajah pasien tersebut dan membalutkan perban di kepala korban. Tangannya bergetar hebat. Lilitan perban di kepala korban tidak terpasang sempurna. Ia sedang tidak dalam kondisi terbaiknya.
"RIAN!" seruan dari Anthony menggema di ruang gawat darurat. Ia berlari menghampiri Rian dan pasiennya. "KAMU ADALAH SEORANG DOKTER! MEREKA SEMUA MEMERLUKAN BANTUANMU!"
Kalimat Anthony seaakan menamparnya keras dan ia mendapatkan kesadarannya kembali.
Fajar pasti akan baik-baik saja. Ia pasti akan baik-baik saja..
Rian kembali pada kondisi terbaiknya. Memberikan pertolongan pertama pada tentara angkatan laut tersebut.
ㅡ
"Seluruh anggota squadron bergerak menuju arah utara 'kan yan?" Rian melirik Anthony sebentar. Tangannya sedang sibuk menyuntikan obat pereda rasa sakit pada salah satu pasiennya. Rian tahu, Jonatan pasti sudah memberitahu hal tersebut pada Anthony.
"Bagaimana jika.. Jika bukan mereka yang tidak selamatㅡmelainkan kita?"
Tangan Rian bergerak merangkul bahu Anthony. Merematnya sedikit erat.
"Bukan kita." Rian memberikan usapan lembut di bahu Anthony. "Kamu akan tetap hidup, Ny."
ㅡ
Suara ledakanㅡuntuk kesekian kalinyaㅡkembali terdengar.
Sepertinya bom kembali dijatuhkan di sekitar rumah sakit.
Rian menggengam liontin naga-nya dengan erat.
Fajar.
ㅡ
Rian membuka salah satu matanya dan menemukan sebuah tank bergerak menuju rumah sakit.
Semua orang yang berada di dalam rumah sakit panik dan berteriak ketakutan. Rian memejamkan matanya sepersekian detik. Harapannya sedikit memudar.
Anthony benar.
Rian sangat takut kehilangan Fajar dalam pertempuran, tapi bagaimana jika malah Fajar yang akan kehilangan dirinya?
Jemari putih Rian terlihat memerah karena menggengam liontin naga tersebut dengan sangat erat. Ia memejamkan matanya. Menyiapkan hati jika ia harus mati di rumah sakit ini tanpa Fajar disisinyaㅡ
ㅡdan seketika tank yang berada di pekarangan rumah sakit hancur tak bersisa.
Rian menutup mulutnya. Tidak percaya dengan peristiwa yang baru saja terjadi di depan matanya. Rian tersenyum kecil ketika netranya menangkap lima buah pesawat tempur Indonesia sedang melakukan serangan balik terhadap pasukan Belanda.
Harapannya telah kembali.
ㅡ
"Kita akan selamat," kalimat Anthony menyadarkan lamunannya. "Kita akan selamat yan, karena mereka pasti melindungi kita."
Anthony menuntun Rian untuk berdiri kembali.
"Ayo dokter Rian." Anthony tersenyum menenangkan. "Fajar dan Jonatan sedang berjuang untuk kita, dan kita juga perlu berjuang untuk mereka."
ㅡ
tbc.
Selamat tahun baru ya teman teman! Anggap aja ini kado tahun baruan🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
Sky✔
FanfictionSelama langit masih menampakan bintangnya, maka Rian percaya Fajar akan tetap berada di sisinya. warn! bxb! mpreg! Fajri, Jothony