#1

7 0 0
                                    

Malam ini malam minggu. Tak sedikit remaja-remaja yang sebaya dengannya berkeliaran di luar. Ada yang hanya berjalan kaki, atau pun menggunakan kendaraan. Membuat hiruk-pikuk jalanan, di tambah lagi ada kuliner yang membuat jalan semakin penuh dan macet. Namun berbeda dengannya yang lebih memilih menghabiskan waktu malam minggunya di sebuah kafe milik temannya itu, dari pada berkeliaran tak jelas di luaran sana. Secinta-cintanya dalam dunia luar atau pun dunia malam, tetap saja ia tak suka jika berada di tengah-tengah keramaian.  Dan secangkir mocacino-lah yang menjadi hidangannya untuk malam ini.

"Leon mana?"

Semua menoleh ke arah seseorang yang sedang berjalan menghampiri mereka. "Mungkin lagu hura-hura di clubbing sama Angel." Sahut seorang cewek sebayanya yang merupakan teman tongkrongannya. Cowok bernama Hiro itu hanya mengedikkan bahunya, kemudian duduk di samping Neysa. Kini mereka berada dalam satu meja. Sang pemilik kafe pun datang dengan berpenampilan cukup rapih, sehingga membuat semua orang yang melihatnya terpesona dan kagum. Cowok itu duduk dan ikut menumbrung dalam obrolan teman-temannya itu. Rico–Salah satu temannya yang memiliki kafe yang kini mereka singgahi. Umurnya hampir seusianya, hanya berbeda satu tahun.

Matanya menyipit saat melihat beberapa paper bag yang tertumpuk rapih di bawah dekat bangku yang di duduki Neysa. "Itu paper bag lo, Ney?" Tanya Rico. Cewek itu mengangguk membenarkan ucapan Rico. Kemudian ia tiba-tiba terkesiap, lalu mengambil beberapa paper bag dan menaruhnya di atas meja. Membuat meja terpenuhi oleh tas-tas kecil milik Neysa. Tangannya tergerak mengambil satu per-satu paper bagnya dan menyodorkannya kepada ketiga temannya ini.

"Ini buat lo semua. Oleh-oleh dari Singapura. Ya, kali-kali gue borong beginian." Seru Neysa dengan menyumbang tawanya.

Semua teman-temannya tertawa renyah. Bukan kali-kali, tapi sering. Teman-temannya memang tak aneh jika melihat Neysa membawa borongan belanjaan yang merupakan kebutuhan yang memang tak begitu penting. Cewek cantik dengan bentuk wajah sedikit blasteran itu menyenangi shopping atau pun semacamnya.

Waktu sudah menunjukan hampir pukul sebelas malam. Tak terasa waktu begitu cepat. Pengunjung kafe pun sudah pergi saat seseorang mengumumkan bahwa kafe akan tutup, terkecuali dengan Neysa dan ketiga temannya itu yang salah satunya merupakan pemilik kafe tersebut. Jarak antara kafe dan rumahnga lumayan jauh, ia membutuhkan waktu kurang lebih lima belas menit.

Tirrddd!! Tirrddd!! Tirrddd!!

Ponselnya bergetar. Terpampang tulisan 'Papa' di layar answer yang ada di ponselnya. Segera ia menggeser tombol ikon telefon berwarna hijau itu untuk mengangkat telfon dari Papanya.

"Hal—

"Kamu dimana?! Cepat pulang! Sudah larut malam ini. Gimana aih kamu! Pulang cepat!"

Neysa menjauhkan layar telfonnya. Ia bergidik ngeri saat mendengar suara lantang membentak dari Papanya itu. Semenjak kejadian ia terciduk di salah satu club temannya itu, ia menjadi anak Mami yang setiap mau larut malam di telfon dan di batas waktu dan kartu rekeningnya. Intinya ia tak bebas seperti dulu. Kini bukanlah hidupnya yang dulu, dimana Neysa kecil masih di manja-manja oleh kedua orang tuanya.

"Neysa?! Kamu dengar Papa, kan? Pulang cepat! Kalau engga, Papa gak kasih ampun!"

Nutt...

Mati gue!

Neysa segera bangkit, berpamitan kepada teman-temannya, kemudian ia bergegas pergi keluae kafe menuju rumahnya, sebelum kesialan semakin menghampirinya. Kebetulan ini sudah larut malam dan jalanan pun cukup kosong, jadi ia bisa menambah kecepatan menyetirnya di atas rata-rata. Tak ada lima belas menit, sepuluh menit pun sampai. Ia memarkirkan mobilnya di tempat biasanya, kemudian berjalan sedikit mengendap-endap-kan kakinya ke arah pintu utama rumahnya. Meninggalkan beberapa paper bag di bagasi mobilnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MyselfTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang