Kesaksian Ramadhan

13.3K 153 42
                                    

Andra baru saja mengusapkan tangan ke muka—setelah selesai berdoa—saat merasakan gawainya bergetar di saku celana. “RS Al-Aziz” adalah nama yang tercetak di layar. Dia bergegas keluar dari mesjid, sambil mengangkat panggilan.

“Dokter Andra, korban kecelakaan lalu lintas akan tiba sebentar lagi. Seorang wanita muda menabrak pembatas jalan.” Suara salah seorang perawat wanita terdengar tanpa basa-basi.

Andra bergegas memakai sepatunya. “Aku sudah menuju IGD. Bagaimana kondisi detailnya?”

“Luka di kepala dan dada, tapi belum tahu seberapa parah.”

“Siapkan ruang resus sementara menunggu ambulan tiba.” Andra menutup telepon tepat saat terdengar sirine memasuki parkiran rumah sakit tempatnya bekerja.

Secepat mungkin, dia berlari menghampiri mobil yang menuju  Instalasi Gawat Darurat, membantu paramedis mengeluarkan brankar.

“Kecelakaan tunggal. Wanita, dengan cedera kepala dan dada, sepertinya akibat benturan. GCS–tingkat kesadaran pasien–di lokasi kecelakaan pada skala 5. Tapi sekarang sudah mencapai skala 9.”

"Aku belum mencari identitasnya. Tapi tas wanita ini kubawa." Paramedis mendorong brankar memasuki pintu UGD.

Mendengar laporan paramedis, Andra mengangguk. Untuk pertama kalinya, dia  menunduk melihat pasien yang terbaring di brankar. Sesaat dokter muda itu terpaku karena terkejut.

“Namanya Sarah, bawa dia ke ruang resus!” Andra langsung memberikan perintah, sementara matanya masih terpaku menatap gadis yang tak sadarkan diri. Beberapa bagian gamis hijaunya kini berubah menjadi merah karena darah. Pecahan-pecahan kaca masih menempel di tangan dan kepalanya.

“Kepalanya banyak mengeluarkan darah. Tadi kami hanya menutup lukanya dengan perban. Selain itu, mungkin dadanya juga terluka karena tubuhnya menghantam setir dan kaca depan mobil,” kata si Paramedis lagi.

Bagaimana pun sakit hatinya pada Sarah dulu, Andra tetap harus bertindak profesional.

*

Sarah terbaring di tempat tidur. Dia berusaha membuka matanya, lalu mengerang merasa sakit.

“Kau sudah sadar? Bagaimana kepalamu?”

Sarah mendengar sebuah suara serak seorang pria yang terdengar familier. Sarah menutup kembali matanya, tubuhnya menegang. Suara itu terdengar lagi. “Buka matamu, Putri.”

Sarah merasakan ada tangan menyentuhnya, dan tusukan jarum terasa di tangannya. Air matanya menetes tanpa dapat ditahan. Hanya ada satu orang yang memanggilnya 'Putri'. Kenangan masa lalu yang sudah menghilang. Seseorang yang selalu menjadi penyebab semua mimpi indah dan buruknya selama lima belas tahun terakhir.

Suara pria itu terdengar lagi, membuat hati Sarah terasa begitu sakit. “Beritahu aku bila ada perkembangan!”

Itu adalah kata-kata terakhir yang didengarnya sebelum Sarah kembali kehilangan kesadaran.

*

Andra membuka buku coklat yang selalu dibawanya. Dia pun mulai menulis.

28 Mei 2018
00.26 WIB
UGD RS Al-Aziz

Putri,

Ramadan memang bulan istimewa bagi seluruh umat Muslim. Begitu pun bagiku. Ramadan lebih istimewa sejak kamu hadir.

Kamu ingat, bulan Ramadan lima belas tahun lalu pertama kali kita berkenalan? Pertama kali aku terpana menatap gadis cantik bermata cokelat terang yang begitu ceria.

CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang