Entah apa yang ada dalam benakku. Aku duduk di sana menunggunya seakan ada harapan bahwa dia akan datang dan memenuhi janjinya. Waktu menunjukan hampir jam dua dini hari namun, tak ada satupun tanda-tanda dia datang. Handphonenya juga tidak bisa dihubungi tapi, harapan dia akan datang terus saja ada.
"Neng Zahwa nggak pulang, udah hampir pagi lo neng"pertanyaan mang Didi membuatku sedikit terkejut. "Neng nungguin siapa sih?mamang perhatikan sejak tadi neng terus melihat kearah jam."
"Nggak tahu mang"jawabku tersenyum tipis.
"Mamang bingung, neng bisa banget nunggu orang hampir 3 jam. Ya udah, mamang beres-beres dulu ya neng. Nanti mamang anter pulang"
Aku melihat kesekeliling tempat, ternyata memang udah habis dan sepi. Aku tidak tahu kalau aku bisa disana hampir berjam-jam. Aku membereskan barang yang aku keluarkan dari tas. Dan bergegas ingin pergi dari sana. Aku tidak tahu kenapa air mataku tiba saja jatuh?
"Neng, neng Zahwa"panggilan itu tidak aku perdulikan. Aku hanya ingin pulang mengistirahatkan tubuhku.
Aku terus berjalan sambil menahan sesak didadaku. Berkali-kali aku mengusap air mataku yang jatuh tanpa aku inginkan. Aku tidak perduli apapun hingga suatu menyentuhku dan membuatku berteriak kencang. Dengan cepat dia menarikku dalam dekapnya yang membuatku bisa merasakan aroma tubuhnya.
"Haruskah lo begini terus"ucapnya dengan nafas tersengal.
Suara itu membuat pelukan itu makin mendekap tubuhku erat. Membuatku hanya diam, seakan nafasnya begitu lelah. Perlahan pelukan itu mulai melemah membuatku menahannya agar dia tidak melihat tangisanku saat ini. Aku menenggelamkan wajahku ke dadanya yang bidang. Membuat udara seakan membisikan sesuatu yang begitu lirih.
"Zahwa, lo jangan menyakiti diri lo kaya gini."ucapnya dengan begitu lembut.
"Gue bodoh ya Gal, bodoh"ucapku yang melepas pelukan itu. "Gue terlalu bodoh, sampai gue mau datang untuk menemuinya."
"Zah, dia sahabat lo. Wajar kalau lo-"
"Gue ini hanya benalu buat dia Gal, gue ini"aku terdiam tanpa bisa melihat kearahnya.
"Lo itu kaya Bintang di langit, redup namun, lo mampu memancarkan cahaya lo sendiri."
"Apa lo tahu?sejuta Bintang dilangit tak akan pernah berarti. Dia kalah, dengan bulan yang mampu menerangi dimalam hari."ucapku menghapus wajahku dengan kasar.
"Lo tetaplah lo, bukan bintang ataupun bulan lagi. Lo hanya Zahwa, Zahwa yang ceria, Zahwa yang suka tertawa, zahwa yang selalu tersenyum walaupun dia sedang terluka. Zahwa yang selalu mengganggu mas Baim sampai dia kesal sendiri. Itulah Zahwa yang Galaksi kenal"ucapnya menepuk kedua pundak Zahwa pelan. Dia menatap kedua mata Zahwa dengan sedikit membungkukkan badannya. "Jadi, jangan pernah melukai diri lo sendiri."
"Zah-"
"Zahwa berhak sedih tapi, Kesedihan Zahwa seperti ombak yang menghantam karang hingga memecah. Harapan Galaksi Zahwa selalu bahagia dan tidak akan pernah terluka."
"Galaksi"aku kembali memeluknya dan menangis dalam peluknya. Aku tidak perduli kali ini aku hanya ingin seseorang yang mampu membawaku pada bahagia bukan luka.
🐢
Aku berjalan bersama Galaksi menujuh rumah, aku melihat Zawan yang sudah berdiri di pintu gerbang menungguku pulang. Dia berlari kearah kami berdua dan langsung memelukku begitu erat.
"Bisa lo nggak buat gue Cemas."
"Mas Zaw kok udah pulang, bukannya satu tahun lagi."
"Makasih Gal, lo udah nganterin adik gue pulang."ucapnya menepuk pundak Galaksi. "Ya udah sekarang lo masuk."
KAMU SEDANG MEMBACA
Khayalku
Teen FictionCerita lengkap Cerita telah selesai. Aku tidak perduli hujan membasahiku yang aku inginkan hanya berlari dari sana dan pergi meninggalkan lukaku. Mungkin, aku memang akan kehilangannya tapi, itu lebih baik dibandingkan aku harus tersenyum bahagia n...