Chapter 2

53 4 2
                                    

Warning!!
Kata-kata kasar dan perbuatan yang tidak patut dicontoh bertebaran ⚠⚠

Be a smart reader 🆗❕

Enjoy and hope you like it 🎶🍩

Akira berlari keluar kompleks perumahannya dengan air mata yang masih mengalir. Dia tidak punya tujuan yang jelas saat ini, tapi yang pasti satu hal, ia ingin berlari sejauh yang ia bisa. Ia benar-benar tidak terima mendapatkan perlakuan seburuk itu dari adik Tirinya. Meskipun Akira hanyalah saudara tiri, setidaknya dia bisa sedikit menghargai.

Hari semakin larut malam. Untunglah Jakarta merupakan kota yang tak pernah tidur. Jadi meskipun hari sudah larut malam, masih ada beberapa orang di jalanan.

Akira masih menangis. Bahunya naik turun tak beraturan. Napasnya memburu karna berlari terlalu cepat. Bahkan kaki mungilnya berlari tanpa alas kaki membuatnya harus menahan rasa dingin aspal.

Beberapa meter di belakangnya, Deon tengah berlari mengejar Akira. Untung saja gadis itu tidak kehabisan akal. Tak jauh dari tempatnya berdiri ada sebuah rumah pohon yang tampak tua. Tanpa pikir panjang Akira segera menghampiri rumah pohon yang cukup tinggi tersebut. Tak ada pilihan lain baginya saat ini. Daripada harus berhadapan dengan pria gila itu lebih baik Akira bersembunyi saja. Setelah menarik napas, Akira akhirnya manjat melalui tangga kayu yang sudah tersedia. Meski cukup tua, untung saja tangga kayu itu masih kokoh.

Gelap. Sunyi. Itu yang Akira temukan begitu sampai di atas. Dinginnya udara malam seketika menyergap tubuh gadis malang itu. Tanpa sadar air matanya kembali menetes perlahan. Ia teringat kembali moment manisnya dulu bersama ayah dan bundanya. Sama sekali tak pernah terbayangkan olehnya betapa menyedihkannya ia saat ini.

Kamu harus kuat Akira! Jangan menjadi gadis lemah yang tidak berdaya. Kamu pasti bisa melewati situasi ini batin Akira di sela-sela tangisnya.

"Sialan! Jalang sialan! Dimana Lo Akira?! Gue tau Lo sembunyi. Keluar Lo jalang!!" Tiba-tiba suara Deon terdengar memecah keheningan membuat Akira menutup mulutnya menahan napas.

Suasananya cukup sepi. Tidak ada tanda-tanda orang yang akan lewat dan jika Akira berteriak minta tolong itu hanya akan memperburuk keadaan. Gadis itu memilih mundur ke sudut ruangan sembari menutup mulutnya tegang. Untung saja rumah pohon itu gelap, membuat Deon berpikir Akira tidak mungkin disana. Deon tau betul Akira itu phobia tempat gelap. Jadi tidak mungkin ada di atas sana.

Setelah dirasa cukup aman, Akira memberanikan diri buat melihat ke bawah. Sepi. Tidak ada siapapun. Sepertinya Deon sudah pergi. Akira memutuskan untuk tidur, tubuhnya benar-benar lelah saat ini.
*
*
*
*
*
Matahari sudah di seperempat perjalanannya. Cahayanya menyusup melalui celah-celah atap kayu tersebut. Angin yang berhembus tidak terlalu kencang membuat daun-daun bergesekan satu dengan yang lainnya menciptakan suara khas. Belum lagi kicauan burung yang membuat suasana semakin menenangkan.

"Nona?" Sebuah suara sukses membangunkan Akira. Gadis itu menggeliat-geliat kecil menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya. Seluruh tubuhnya seperti mati rasa karena tidur menahan rasa dingin semalaman.

"Apa yang kau lakukan disini?" tanya suara itu lagi. Akira tak langsung menjawab, ia bangkit secara perlahan dan mengucek matanya. Setelah mengumpulkan cukup kesadaran, gadis itu berhingsut secara perlahan ke belakang. Sejujurnya ia kaget mendapati seorang pria di depannya saat ini.

"Si.. siapa kau?" tanya Akira sedikit waspada. Dalam hati ia berpikir mungkin saja pria ini orang suruhan Deon. Detik kemudian, ia berusaha menghilangkan pikiran buruk itu. Ia tidak boleh negatif thinking terhadap orang.

Before You QuitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang