Aku sudah memohon banyak hal dalam empat belas tahun hidupku... Pacar, perdamaian dunia, bentuk tubuh ideal. Tapi nggak satupun dari permohonan-permohonanku menjadi kenyataan.
Sampai sekarang.
Aku sedang berdiri disebelah lokerku, menutup resleting mantel(jaket) hitamku yg mengembung. Aku berjalan menyusuri koridor yg sudah sepi, dan menakutkan.
Bagaimana jika Dementor tiba-tiba membunuhku? atau, bagaimana jika Aragog melahap habis tubuhku yang kerempeng?
Pikiran aneh memenuhi kepalaku, yang sebenarnya aku tau hal itu tidak akan terjadi di dunia nyata. Huft, halusinansiku selalu berlebihan.
Tubuhku sampai di lobi dg selamat, seperti biasa aku selalu pulang terlambat. Oke, ibuku adalah orang yg sibuk, dan aku harus mengerti.
Setidaknya setengah jam-ku di sekolah terbuang sia-sia setiap hari. Tapi.. Hey ini sudah lebih dari setengah jam!
Mobil hitam mengkilap berhenti tidak jauh dari lobi tempatku berada. Mobil itu terlalu mewah untuk orang sepertiku. Ah, maksudnya mana mungkin ibu mempunyai banyak uang untuk membeli mercy.
Seorang laki-laki sekitar umur empat puluh tahun-an turun dari sana, jas hitam yang membalut tubuh bidang itu membuat ia tampak berwibawa dan senada dengan warna mobilnya, ditambah dengan dasi merah bergaris yang menggantung di sela kerah kemeja putih itu, semakin terlihat elegan.
Dan sekarang laki-laki itu tepat di hadapanku.
"Bukankah ini sudah lama dari jam pulang, nak? " Tanya laki-laki itu.
"Iya om"
"Kamu kenapa belum pulang?" Tanyanya lagi.
"Mom belum datang untuk menjemputku" Aku menunduk lesu.
Laki-laki berjas itu adalah Ayah Aaron. Oke, aku tidak banyak mengenal Aaron. Yang aku tahu, seminggu lalu Aaron meraih juara pertama Tae Kwon Do di tingkat Internasional. Ia memegang sabuk coklat, dua tingkat di bawah sabuk hitam, bukankah itu keren? Bahkan dia menjadi sangat populer setelah itu.
Jadi, Ayah Aaron menawariku untuk pulang bersama menaiki Mercy hitam miliknya. Sebenarnya dia akan menjemput Aaron, tapi Aaron mengatakan ada latihan tambahan di bidang Tae Kwon Do haru ini.
Astaga ini pertama kalinya aku menaiki mobil mewah, bahkan sebelumnya menyentuh Mercy saja aku tidak pernah. Batinku, sambil mengangguk menyetujui tawaran itu.
Apakah aku belum memberi tahu? Ya. Mereka(Aaron dan keluarganya) tetanggaku, masih masuk hitungan tetangga dg rumah kami yang terpisah empat rumah tetangga lain.
Beberapa menit kemudian, kami sudah sampai di depan rumah bercat biru muda milik ibuku. Aku membuka pintu mobilnya dengan sangat hati-hati, lalu mengucapkan terima kasih.
Ayah Aaron melambaikan tangan dari jendela pintunya, lalu aku tersenyum dan membungkukkan setengah tubuhku sebagai penghormatan.
Setelah mobil hitam itu menghilang, aku berjalan memasuki halaman rumahku. Tampak sepi.
Aku memencet bel putih yang bertengger di sebelah kanan pintu, berulang-ulang. Dan tidak ada jawaban. Kemudian memutuskan untuk menghempaskan bokong tak berisi-ku di kursi santai merah yang melambai.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Lesson
Teen FictionPernah nggak pertama kali jatuh cinta, kemudian di patahkan begitu saja? Aku pernah. Oke, seperti pesawat kertas yang di terbangkan kemudian terhempas, atau seperti layang-layang yang diulur, kemudian diputuskan. Apakah aku menangis? Nggak deh. Ru...