Delapan puluh juta

20 9 6
                                    

Kalau ada typo coment dah. Biar gue benerin.
Author juga manusia, bisa typo bisa lupa ekkh!.
-______________________________________________________________________


KRIIIIIIING.....!

Bel pertanda sekolah dimulai berbunyi, mengharuskan seorang paruhbaya berseragam itu menutup gerbang.
Gerbang itu sudah akan terkunci jika saja tidak ada tangan yang mencekal pergelanganya.

"Stooooop!. Pak..Hosh...hosh...tung-ghu...hah...hah." Pak Sholeh hanya geleng kepala melihat seorang gadis berseragam SMA Garuda yang tampak kacau dalam pandanganya.
Rambut sepunggung yang di ikat rendah, dengan poni tipis yang menutupi jidat lebarnya itu seperti habis disapa topan dengan peluh di mana-mana.
Merasa kasihan, akhirnya pria itu mendorong kembali pagar dari besi tersebut hingga muat di tubuh mereka berdua.

"Ealah...nduk-nduk. ini jam berapa?, sekolah masuk jam tujuh lho! Kamu ini generasi muda harusnya disiplin. Lha wong baru masuk kok yo telat, pie to nduk?." Satpam itu berkomat-kamit memberi petuah, sedangakan yang di beri tahu hanya nyengir tanpa dosa.

"Hhe, maaf pak. Saya kesiangan, makasih loh." ujarnya tulus

"Hari ini saya maafkan. Tapi...kalau besok kamu telat la-"

"Makasih pakkk...."

Tanpa ba bi bu lagi gadis itu belari meninggalkan Pak Soleh yang belum sempat menyelesaikan ucapanya. Bagus, hari ini pak tua itu sudah menggeleng dua kali, dan ketika ia berbalik untuk mentup gerbang kembali di buat menggeleng.

TINNNN....TIIIIINNN....

Di depannya kini terpampang sebuah ferari yang masih mengklaksonya. Sadar siapa pemilik kendaraan mewah tersebut, ia hanya mampu pasrah dan mendorong kembali pintu besi itu, memberi jalan pada pemiliknya memasuki area sekolah. Pria itu tahu betul siapa yang ada di dalam mobil mahal tersebut.

Benda hitam beroda empat itu melesat menuju tempat parkir.

Sesosok remaja laki-laki keluar dari balik pintu mobil tersebut. Ia melirik arlojinya, tujuh dua lima ck!   telat lagi. melonggarkan sedikit ikatan dasinya dan mulai berjalan meninggalkan area parkir sekolah. Tersenyum santai memikirkan cara untuk merayu Bu Deta, guru mapelnya pagi ini agar di ijinkan masuk kelas.

Baru beberapa langkah, sebuah suara atau lebih tepatnya seruan menghentikanya.

"MAHARDIKA SUGANDI!"

mampus!.... Dika menelan susah salivanya.

"Mau kemana kamu?!" Entah dari mana datangnya, Pak Bambang sudah berdiri dua meter di belakangnya ketika ia berbalik.
Keringat dingin mulai bermunculan di dahinya. Sungguh, tidak ada murid yang ingin mencari gara-gara dengan guru kedisiplinan ini.

"Mau ke k-kelas pak" Dika berusaha berbicara senormal mungkin, mengabaikan rasa takut yang mulai menggila. Bagimana jika dirinya harus membersihkan toilet dengan sikat gigi seperti yang pernah di lakukan Reno ketika ketahuan merokok di sekolah, membayangkan hal itu saja cukup membuatnya bergidik ngeri.

"Kamu tahu ini jam berapa?!. Ikut bapak sekarang!"

"Tap-tapi pa-"

"Tidak ada tapi-tapian!, ikut saya sekarang!" Tegas Pak Bambang mengulangi instruksinya.

***

D I Y A (Selow Update)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang