"Mama kecewa sama kamu," lirih Ranti setelah melayangkan satu tamparan di pipi kiri putra semata-wayangnya. Telapak tangan bekas ia menampar terasa perih. Namun, hatinya lebih perih menahan sesak karena amarah.
"Maafin Rasyid, Ma." Ranti mendengus keras.
"Bukan pada Mama kamu harusnya minta maaf. Kalau terjadi sesuatu sama menantu Mama, kamu-"
"Ma, Rasyid sama sekali tidak bermaksud menyakiti Numa. Mama tahu Rasyid luar dalam." Ranti hendak melayangkan tangannya sekali lagi, namun ditahan oleh suaminya.
"Sayang, udah. Sekarang lebih baik kita berdo'a, semoga keadaan Numa baik-baik saja." Ranti mengangguk setelah mengatur napasnya yang memburu. Fandi segera menuntun istrinya untuk duduk di bangku yang tersedia. Ranti kembali menangis. Fandi hanya mampu mengusap punggung istrinya agar lebih tenang. Ia menatap nanar putranya yang sudah tersungkur di lantai, bersandar pada dinding dan menekuk lutut. Fandi paham, Rasyid menyesali perbuatannya. Walaupun sedang menunduk, ia tahu bahwa putranya sedang menangis, terlihat dari bahunya yang bergetar.
Entah berapa lama, mereka bertiga menunggu dalam diam. Bunyi pintu terbuka membuat ketiganya serempak menoleh ke asal suara. Satu orang berpakaian khas dokter muncul dari balik pintu. Sontak ketiganya berdiri menghampiri Dokter tersebut.
"Kami sudah berusaha semampu kami. Maaf, kami tidak berhasil..." Setelah kata selanjutnya yang diucapkan sang dokter, Fandi langsung menahan tubuh istrinya yang meluruh akibat kehilangan kesadaran. Sedangkan Rasyid seketika diam terpaku, tak percaya pada apa yang baru saja didengarnya.
Februari 2019
Zitidi
KAMU SEDANG MEMBACA
Menuju Tiga Tahun
RomanceNuma merasa suaminya mulai berubah. Hampir memasuki angka tiga tahun kebersamaan mereka dalam ikatan pernikahan, baru kali ini suaminya bersikap tidak biasa. Suaminya yang selalu heboh dan usil tiba-tiba menjadi pendiam dan lebih sering di luar ruma...