Rutinitas Yang Mulai Membosankan

21 2 0
                                    

Tak terasa dua minggu berlalu begitu cepat, dan musim dingin belum usai. Banyak dari mereka yang mengalami tak enak badan, karena suhu ekstrim di Yenisey. Tentu saja yang paling sulit beradaptasi adalah Orkit, karena suhu di negara tropis dan subtropis sungguh berbeda. Lalu menyusul yang lainnya adalah Ahmed dan Tozo. Orkit merindukan kerokan ibunya saat dia masih berada di rumah. Kerokan adalah salah satu budaya tradisional Indonesia yang tersebar dari mulut ke mulut, konon katanya hal ini sangat manjur untuk menyembuhkan masuk angin dan pusing kepala. Sudah dua hari ini dia tak enak badan dan tak kunjung reda, menyebabkan sulit tidur saat malam. Di keadaan seperti ini, biasanya Orkit mencari angkringan untuk membeli segelas jahe panas yang belum dicampur air putih (bibit jahe). Tapi disini, minuman penghangat yang tersedia hanyalah Wiski dengan rasa yang pahit. Sampai dia sering berkhayal, seandainya bisa membuka usaha angkringan di Yenisey. Tentu saja teman-temannya tertawa, mendengar apa yang dikatakannya.

Teman-teman Orkit menganggap dirinya seorang pembual dan suka berkhayal. Karena memang dia suka menceritakan hal-hal aneh yang sulit dimengerti. Tapi hari ini dia mengajarkan sesuatu yang nyata kepada teman-temannya. Dia mengajarkan bagaimana cara kerokan kepada mereka semua. Tozo ia jadikan sebagai bahan praktek untuk kerokan, dan mereka semua mengamati bagaimana caranya dan mencoba ke punggung satu sama lain. Dia menuangkan sedikit body lotion ke lepek kecil dan mengoleskannya ke punggung Tozo, perlahan ia gesekkan uang koin dari tengah punggung ke pinggir. Lama kelamaan punggung nya pun memerah, walaupun ia terlihat sedikit kesakitan. Sebagai penutup, ia mengoleskan krim pereda nyeri untuk menghangatkan tubuh.
Kemudian Tozo balik melakukan yang sama ke punggung Orkit, sambil dikoreksi olehnya sudah benar atau belum cara ia menggesekan koin. Tozo terlihat sudah mampu bagi Orkit dan ia mengajarkan pada yang lain. Dan kini terlihat punggung mereka merah belang semua seperti kulit macan karena kerokan. Keesokan paginya, mereka merasakan badannya agak mendingan dibanding kemarin. Walhasil, Orkit yang dipandang mereka sebagai pembual kini telah berhasil mengubah pandangan teman-temannya. Secara tak sengaja dia telah mengajarkan budaya tradisional Indonesia pada mereka.

Orkit menikmati profesi nya yang sekarang, walaupun separuh dari jiwanya tidak. Sebenarnya, dia tidak sepenuhnya frustasi, karena di dalam hati kecilnya masih ada keinginan untuk menemukan seorang wanita yang bisa menghapuskan luka masa lalunya. Sekarang dia hanya berusaha agar dirinya tidak menjadi stagnan, karena seberat apapun kekecewaan hidup haruslah terus berjalan.

***

Seiring waktu berjalan, kesibukan mulai berhasil menimbun kenangan pahit Orkit di masa lalu. Perlahan dia mulai menutup lembaran-lembaran masa lalu yang terus menghantuinya

Suatu hari Irina mengajaknya mengantar pesanan ke St. Petersburg, kebetulan Orkit juga bisa menyetir walaupun belum punya SIM di negara ini

"Kita menunggu disini saja bu?" tanya Orkit

"Iya, para pengawal sedang memanggil bos" jawab Irina

"Maaf jika lancang, bolehkah saya bertanya sesuatu yang agak pribadi pada anda? sembari menunggu" tanya Orkit

"Santai saja, selagi saya bisa menjawab akan saya jawab" tukas Irina

"Bukankah bos yang anda temui ini yang telah membunuh suami anda? Lalu kenapa anda masih mau berbisnis dengannya?" tanyanya to the point

"Jika aku tak terus berbisnis, lalu aku dan anakku mau makan apa?" Irina menjawab dengan pertanyaan

"Mungkin bisa saja anda mencari pekerjaan yang lain, atau lari saja ke tempat dimana anda akan aman bersama anak anda bukan?" jawab Orkit balik

"Itu bisa saja kulakukan, tapi sangatlah beresiko. Suamiku telah tiada, dan aku tak mau lagi mengambil resiko untuk kehilangan anakku. Aku tak mau mensia-siakan kematian suamiku dengan membahayakan nyawa Irene" jawab Irina panjang

Bos pun datang, dia menuruni tangga dengan angkuh seperti biasa. Memelintir kumis sambil menghisap cerutu, dan tangan kirinya memegang gelas berisi wiski. Aku melihat sorot mata Irina, bisa kurasakan semburan kebencian dari sorot matanya. Seakan matanya berbisik 'tunggu saja, dendamku akan mengakhirimu suatu hari nanti'.

"Halo janda cantik dari Yenisey hahaaha, makin hari tambah cantik saja kau" ujar Bos dengan senyum jahatnya

"Langsung saja ke intinya, stok sudah siap untuk dibawa. Kapan bisa kuterima pembayarannya? jawab Irina tegas

"Santai-santai dulu laaah, eh siapa itu di sebelahmu? Apakah suami barumu? Cepat sekali hahahaha" ejek si Bos ketus

"Aku hanya mengabarkan saja jika stok sudah terpenuhi dan kau bisa membayarku setelah kau potong 25%, lebih cepat kau membayar lebih baik pula kan buatmu?" jawab Irina sembari bergegas pulang

Irina segera bergegas pulang, karena tak ada gunanya berlama-lama disana. Orkit pun turus benci melihat kelakuan Bos, walaupun dia belum begitu mengenalnya. Dia benar-benar angkuh dan tanpa dosa. Orkit bersumpah serapah suatu saat nanti dia akan membantu Irina untuk membalaskan dendam nya.

Irina mencoba terlihat kuat di depan Orkit, dia menahan air matanya agar tak keluar walaupun di hatinya terasa sakit dan penuh kebencian. Bagaimana tidak, orang yang membunuh suaminya masih bisa berkeliaran bebas dan bahkan hidupnya bahagia. Dunia mungkin sangat tidak adil di mata Irina semenjak hari kematian suaminya. Dan jauh di dalam lubuk hatinya, tersimpan dendam yang sangat membara.

Mereka berdua pun segera melaju pulang, terlihat jalanan tak begitu ramai seperti biasanya. Ketika melintasi Jembatan Yenisey, cahaya senja menerobos masuk melalui kaca depan mobil van warna hitam yang mereka naiki. Orkit memicingkan matanya, nampaknya dia tengah memikirkan sebuah rencana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 09, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DUA KAKI UNTUK BERLARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang