5.

2.1K 92 2
                                    

Adrian melirik jam tangannya, sepuluh menit telah berlalu. Namun Rania belum juga keluar dari rumahnya. "Cewek emang ribet kali ya kalau mau pergi." Dengusnya kasar.

Tepat saat Adrian membungkam mulut, Rania keluar dari rumah. Senyum manisnya mampu melunturkan kekesalan di hati Adrian. "Maaf ya, aku lama." Ujarnya penuh sesal.

Adrian menggeleng, ia segera membuka pintu mobilnya untuk Rania.

"Gak apa apa, selagi aku belum jamuran." Celetuk Adrian, mendengarnya.. Rania merasa tersinggung.

"Kau mau membawaku kemana?" Tanyanya heran.

"Tempat rahasia." Sahut Adrian tanpa menoleh. Tersenyum miring saat Rania kembali terdiam.

"Di sekolah lamaku aku punya banyak teman. Aku pikir setelah pindah pun aku akan mempunyai banyak teman. Tapi aku salah." Ujar Rania tiba-tiba bercerita. Tatapannya menerawang, mengingat saat ia belum pindah sekolah.

Adrian mengangguk, ia hanya mencoba menjadi pendengar yang baik. Untuk saat ini.

"Adri.."

"Hm?"

"Apa kamu bakal disamping aku terus?"

"Ya.. kapan pun kamu mau, kamu butuh aku. Aku bakal temenin kamu."

"Makasih.."

"Gak perlu sungkan sama gua."

Mereka terdiam lagi, entah harus mengangkat topik seperti apa.

Tiba-tangan Adrian meraih tangan Rania, menggenggamnya erat sebelum menciumnya.

Rania yang mendapat perlakuan manis dari Adrian merona. Jantungnya berdetak dengan cepat, ingin sekali Rania menarik tangannya dari genggaman Adrian. Tapi Rania tidak ingin membuat sahabatnya itu marah.

"Menurut kamu, ada yang aneh gak sih?" Tanya Rania pelan.

Alis Adrian menukik, tangannya memegang erat stir.
"Aneh? Maksud kamu?"

Tatapan Rania kini sepenuhnya menatap Adrian. "Di sekolah kita, udah dua murid tewas." Menelan ludah pahit. Rania kembali berkata, "Aku takut kalau nanti aku jadi korban juga."

Adrian menepikan mobilnya dipinggir jalan. Ia menoleh kearah Rania dan menatapnya lembut.
Tersenyum tipis, Adrian mengusap pipi Rania pelan.
"Ran, kamu harus inget. Selama ada aku disamping kamu. Percayalah, gak ada satu pun orang yang berani lukain kamu. Kalau mereka berani, mereka harus hadapi aku dulu." Setelahnya Adrian mencium kening Rania.

"Aku janji, bakal jagain kamu dari pembunuh itu." Ujar Adrian mantap.

Rania memeluknya tiba-tiba, "Makasih.."

Adrian tak menjawab, ia cukup menyeringai setan sebagai jawabannya. Dan tentu itupun tanpa di ketahui oleh Rania.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Dan setelah beberapa menit, mereka pun sampai.

"Nah.. kita sampai." Ujar Adrian tiba-tiba.

Kening Rania berkerut, ia menatap ke sekelilingnya heran. "Kenapa kita ke sini?"

"Pemandangan disini bagus, aku mau kasih tau kalau disini lebih baik dari pada mall."

Rania cemberut, "Aku juga tidak suka ke mall tau!"

Sedangkan Adrian hanya tertawa mengejek. Membuat gadis yang duduk disampingnya bertambah kesal.

Mereka keluar dari mobil, tak ada penyambutan yang spesial selain pemandangan indah yang bisa di lihat dari puncak bukit.

Adrian melihat ada binar senang di mata Rania. Tanpa sadar, Adrian tersenyum tipis.
Ia menoleh kan pandangannya ke sekitar, sesaat Adrian menemukan seorang lelaki yang menatap penuh minat pada gadis yang berstatus sahabatnya.

"Ck.. berani sekali dia menatap Ran-ku seperti itu? Badebah sialan." Batin Adrian geram.
Tiba-tiba seringaian mengerikan hadir di wajahnya yang tampan.

"Lihat saja nanti, kau pasti akan menyesal telah menatap gadisku dengan tatapan menjijikan seperti itu." Ujar Adrian dalam hati.

Rania sudah sibuk dengan kamera yang sengaja ia bawa. Ia benar-benar harus mengabadikan pemandangan tersebut. "Adri! Fotoin aku dong!"

Tanpa kata, Adrian mengambil alih kamera dari tangan Rania. Gadis itu segera mengambil pose dan Adrian hanya mengatur sedikit, agar Rania mendapat foto yang bagus.

"Bagaimana pun gayamu. Apapun yang kamu pakai, dimanapun kamu berada. Kamu tetap cantik Ran." Batin Adrian.

Next...?

S T A L K E R [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang