Mayday, Captain!

274 1 0
                                    

Kisah ini berawal dari seorang wanita muda keturunan Jawa-Aceh bernama Nadya Katima Chandra. Ia adalah seorang anak bungsu dari tiga bersaudara. Jarak usianya dengan kedua kakaknya sangat jauh, yakni tujuh dan sepuluh tahun. Kedua kakaknya telah menikah dan sudah memiliki anak. Tetapi, kakak sulungnya tetap tinggal di rumah orangtua Nadya. Dan kakak keduanya? Ia pergi meninggalkan kedua anaknya dan menitipkannya kepada Nadya. Jadilah Nadya seorang ibu muda berusia sembilan belas tahun, mengurus dua bocah berusia lima dan empat tahun. Kedua anak lelaki tersebut sudah menganggap Nadya sebagai ibu kandungnya, sedangkan ibu asli mereka tidak mereka anggap, bahkan mereka benci.

Ayah Nadya adalah seorang pensiunan, tetapi mantan seorang General Manager di sebuah perusahaan penerbangan besar di Indonesia. Ayah Nadya adalah seorang yang tenang, bijaksana, dan sabar. Ia sangat menyayangi ketiga anaknya, terutama kepada Nadya. Bukan hanya karena ia anak bungsu, tetapi kegigihan Nadya dan ketekunannya belajar di sekolah, bekerja di rumah, menyapu dan mengepel lantai, hingga mengasuh kedua keponakannya, membuat Ayah Nadya merasa bangga memiliki anak perempuan sehebat itu. Itulah seorang wanita, kata beliau suatu waktu. Ayah Nadya adalah seorang yang gigih. Setelah pensiun, beiau tidak meninggalkan dunia pekerjaan sepenuhnya. Beliau tetap mengabdi pada dunia pekerjaannya dengan bekerja di sebuah asosiasi perusahaan penerbangan satu-satunya di Indonesia. Namun, di balik kecemerlangan karier ayah Nadya, ada setoreh duka yang tersimpan di hatinya. Ibu Nadya terkena stroke setahun yang lalu dan sekarang hanya dapat terbaring di tempat tidur, atau duduk di kursi roda. Mungkin karena ini jugalah ayah Nadya tetap semangat meniti kariernya karena kakak sulung Nadya sepertinya tidak terlalu memberikan kontribusi yang cukup kepada orangtuanya.

Nadya ialah seorang wanita yang tegas, tenang, ambisius, dan agak cuek. Ia masih menjalankan studi di sebuah universitas swasta di Jakarta. Teman-temannya menganggap ia sebagai mahasiswa yang cerdas karena ia memang cerdas. Ia gemar membaca berbagai macam berita dan sering sharing kepada teman-temannya. Sahabatnya, Rebby, sering meminta untuk diajarkan mata kuliah yang harus menggunakan hitung-hitungan angka. Nadya memang terlihat sempurna sebagai seorang wanita yang perfeksionis, tetapi sebenarnya ia memiliki sebuah masalah yang paling tidak bisa ia pecahkan dalam hidupnya. Asmara.

Nadya menyukai seorang teman sekelasnya di waktu SMA, dan ternyata sekarang sekelas lagi di waktu kuliah, bernama Deka Fathir Alamsyah. Mereka hanya satu kali sekelas saat kelas 10, tetapi mereka sekelas selama tiga tahun di kampus. Deka adalah seorang yang santai, cuek, cenderung malas, tetapi pintar berbicara. Nadya suka dengannya karena kegemaran mereka banyak yang sama, mulai dari aliran musik, film, hingga pemikiran. Mereka sama-sama tidak suka mencampuri urusan orang lain. Setiap kali ada gosip di kampus yang beredar, ketika semua mahasiswa membicarakan isu tersebut, mereka berdua malah kebalikannya--membicarakan semua mahasiswa yang membicarakan isu tersebut. Mereka sering menganggap itu adalah hal yang tidak masuk akal, membuang waktu, dan sepertinya menambah dosa saja. Ya, kedua orang ini adalah tipe realistis-apatis.

Deka adalah seorang pria Sunda-Betawi yang ditinggal baru saja ditinggal pergi ayah tercintanya. Di usia yang masih muda, yakni dua puluh tahun, ia menjabat sebagai ketua RT di perumahaannya. Itu karena pelangsiran jabatan dari almarhum ayahnya. Tetapi, ia hanya dijadikan anak bawang di kelurahannya dan dijadikan boneka. Sebenarnya yang menjalani aktivitas birokrasi di kelurahannya adalah wakil RT beserta oknum-oknumnya. Maklumlah Deka masih muda dan memang berwajah imut, jadi ia yang sering "dipajang" di setiap acara kerja sama, rapat daerah, hingga acara pernikahan.

Persabahatan Nadya dan Deka begitu lekatnya hingga mereka sudah seperti kakak-adik, walaupun keinginan Nadya adalah lebih dekat dari hubungan saudara. Tetapi karena Deka memiliki sifat yang kurang peka terhadap perasaan wanita, maka ia hanya menganggap Nadya sebagai sahabat yang paling akrab. Tidak lebih. Nadya selalu dijadikan tempat curhat bagi Deka, pengingat tugas-tugasnya, bahkan menjadi sekretarisnya untuk mencontrengkan namanya di daftar kehadiran saat ia membolos. Nadya adalah segalanya bagi Deka. Terlebih masalah asmara Deka. Hampir setiap hari Deka melapor kepada Nadya mengenai proses pendekatannya terhadap seorang mahasiswi di perguruan tinggi di Bogor bernama Gishka Magdalena Kirana, wanita berusia dua tahun di atas Deka, keturunan Cina. Nadya dengan sabar selalu mendengarkan semua rencana-rencana Deka untuk mendekati Gishka yang jauh di Bogor sana, bahkan terlalu sabar untuk mendengarkan cerita betapa imut dan menggemaskannya seorang Gishka. Sebenarnya itu sangat membuat Nadya ingin muntah. Apa bagusnya dari seorang wanita imut dan menggemaskan? Mereka hanyalah sekelompok anak-anak manja, selalu mengeluh, dan wajahnya selalu merungut, batin Nadya. Tetapi sayangnya, tipe wanita seperti inilah yang disukai para lelaki. Sangat bertolak belakang dengan sifat Nadya. Apa mungkin ini yang membuat Nadya tidak pernah punya kekasih? Atau mungkin karena Nadya terlalu sempurna untuk dijadikan pacar sehingga tidak bisa lagi dimarahi atau diperbudak oleh kaum Adam tersebut? Tidak ada yang mengerti, bahkan diri Nadya sendiri.

Mayday, Captain! (Prolog)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang