0.2

47 2 6
                                    

Ternyata mengingat itu mudah, tapi melupakan sangat sulit.
¥¥¥

Hari ini tepat sudah dua tahun kepergian Tania untuk selama-lamanya. Fadlu berdiri dengan memegang bunga mawar putih dan juga parfum kesukaan Tania yang dipakainya.

Matanya menatap rumah dengan bercak putih yang sudah mulai luntur itu dengan seksama dan sesekali menghela nafas sebelum melangkah semakin mendekat.

Dengan langkah pelan Fadlu masuk kedalam halaman rumah Tania yang sudah kosong setelah kepergian Tania dua tahun lalu.

"Selamat ulang tahun sayang dan selamat hari jadi kita yang ketiga tahun. Gimana kabar kamu? Aku tebak pasti sekarang kamu tambah cantik banget, bener kan"

Fadlu terkekeh pelan menyimpan bunga mawar itu dipusaran milik Tania yang berada di halaman rumahnya. Dikecup nya nisan itu dengan pelan dan mengelus nya.

"Hari ini tepat kepergian kamu yang ke-2 tahun. Aku kangen senyum kamu sayang. Apa aku harus tidur dulu baru bisa ketemu kamu dalam mimpi? Atau aku ikut nyusul kamu?"

Dia duduk dengan menopang dagunya dan masih menatap nisan milih Tania dengan pandangan lama.

"Ternyata gini ya rasanya rindu setengah mati? Nyesek" Gumamnya dengan menunduk menyamarkan air mata yang turun perlahan-lahan melewati pipinya.

Srek!!

Seseorang memeluk tubuh Fadlu dari belakang dengan erat"Jangan nangis Fadlu, aku nggak suka liat air mata kamu"bisik lirih orang itu membalikan tubuh Fadlu agar menghadapnya.

Dengan tangan bergetar orang itu menyentuh pipi Fadlu yang basah karena air mata, dia sedikit menggeleng dan tersenyum.

"R-Resty aku boleh meluk kamu nggak?"

Tanpa menjawab dengan erat Resty memeluk tubuh tegap Fadlu yang bergetar. Tidak? Dia bukannya lemah tapi keadaan yang membuatnya harus menangis.

"Kamu boleh kangen dia. Tapi jangan nyiksa diri kamu Fadlu, masih ada aku sahabat kamu yang ada buat kamu" Bisik Resty pelan dengan mengelus helai rambut Fadlu dengan lembut dan penuh kasih sayang.

Tangan Fadlu perlahan-lahan terangkat untuk membalas pelukan Resty melepaskan semua perasaannya yang terasa lelah. Bukan dia menyerah hanya saja untuk sekarang memang tubuhnya memerlukan pelukan Resty.

Fadlu menutup matanya perasaannya semakin kalut dan berdetak. Dia merasakan kehadiran Tania yang juga memeluk tubuhnya dengan erat, rasa hangat menjalar kedalam perasaannya sekarang.

"Kamu harus bahagia Fadlu, Tania pasti sedih liat kamu sedih" Dengan lembut Resty mengusap punggung Fadlu yang terasa semakin bergetar"sekarang kamu boleh nangis, ada aku yang akan meluk kamu"lanjutnya membuat pelukan Fadlu semakin erat.

"Resty...Fadlu" Panggil seseorang, mereka berdua menoleh dan melihat pria dengan kaca mata berdiri tepat di belakang mereka.

"Maaf kalau saya ganggu kalian" Ujar pria itu tak enak hati. Resty menggeleng pelan dan menarik tangan pria itu agar ikut duduk bersama mereka.

"Kamu kapan dateng Fiqry?" Tanya Resty saat Fiqry sudah duduk disamping kirinya.

"Baru...."

Jawabnya kemudian menatap Fadlu yang kembali menatap nisan milik Tania, dengan sedikit helaan nafas berat Fiqry menunduk dan mengeluarkan kalung milik Tania.

"Kakak dateng dek. Maaf dulu nggak sempet dateng waktu pemakaman kamu...maafin kakak karena belum siap kehilangan kamu, tapi sekarang kakak dateng dan bawa kalung yang seharusnya jadi kado ulang tahun kamu yang ke-17 tapi nggak papa...Kakak kasih sekarang aja"

Dengan sedikit bergetar Fiqry menyimpan kalung berlian itu diatas gundukan tanah milik Tania. Sekarang dia ikhlas melepas kepergian Tania untuk selama-lamanya, walau sedikit ada penyesalan kenapa baru sekarang dia bisa mengikhlaskan kepergian Tania.

Resty tersenyum dan menepuk kepala Fiqry dengan pelan"Gitu dong, aku seneng akhirnya kamu bisa ikhlasin kepergian Tania juga"ujar Resty pelan dengan gummy smile-nya membuat dia terlihat imut.

"Kalau gitu aku pulang dulu Resty" Pamit Fadlu bersiap berdiri namun ditahan Resty.

"Kenapa cepet banget? Ka------"

"Aku harus ambil sesuatu. Yaudah aku duluan, Fiqry gue duluan"potong Fadlu cepat, Fiqry mengangguk pelan membalas ucapan Fadlu. Resty hanya pasrah saat Fadlu mulai melangkah pergi meninggalkan dirinya dan Fiqry.

"Apa pernyataan saya waktu itu masih berlaku?" Tanya Fiqry pelan dan sedikit melirik Resty dengan ujung matanya.

Helaan nafas pelan berhembus dari mulut Resty"Kita udah bicarain ini Fiq, aku moh------"

"Karena kamu masih berharap sama Fadlu. Iya kan? Saya ini apa sebenarnya untuk kamu?" Potong Fiqry menunduk menatap rumput yang didudukinya. Resty menoleh dan mengusap kepala Fiqry dengan pelan.

"Kamu tau kan perasaan nggak bisa dipaksakan. Sama kayak perasaan aku yang nggak bisa dengan mudah berpaling dari Fadlu, maaf kalau selama ini aku selalu nahan kebahagiaan kamu" Ucap Resty dengan wajah sendunya.

"Ternyata susah ya suka sama orang yang jelas-jelas lebih milih orang lain. Tapi saya nggak akan nyerah buat nungguin kamu sampai kamu sendiri yang nyuruh saya pergi. Saya akan berjuang Resty, saya janji" Senyum lebar terukir dibibir Fiqry. Dia kembali memandang kearah langit yang sudah mulai menampakkan warna jingga.

"Saya rasa ini senja pertama saya yang indah, karena ada kamu" Bisikan pelan dari Fiqry membuat Resty tersenyum dan menggeleng dengan kelakuan pria bermata sipit ini.

Tbc!

THE TIMETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang