malam begitu sunyi kala Nady membuka jendela kamar. Di atas sana bulan tengah menunjukkan keagungannya, terang benerang tanpa penghalang. Dia berdiam diri sejenak menikmati semilir angin. Inilah kebiasaannya sejak dulu, merenung menjelang tidur dibawah sinar rembulan.
rumah ini akan tetap sepi, selamanya akan tetap seperti ini. semenjak kejadian itu menimpa dirinya, membuatnya memutuskan tinggal seorang diri, mengurus semuanya sendiri. semuanya akan tetap sendiri.
lama pandangi bulan, hingga gemerisik dedaunan mengganggu pendengarannya. Ia langkahkan kaki menuju balkon untuk mencari udara segar. Sesak rasanya tercekam sepi. Menyapu pandang ke sekeliling, ternyata sang sahabat sekaligus tetangganya tengah berjalan menuju kemari.
Tunggu. Ada gelagat aneh darinya. Dia tampak gelisah, sedikit kacau dan, apa itu.. sudut bibirnya sedikit berdarah.Tanpa pikir panjang, langkah kaki gadis itu mengetuk lantai dengan tergesa-gesa, menuruni tangga sedikit tersandung namun tetap bisa menyeimbangi diri. Sekelebat bayangan lama terekam kembali. Gemetar, takut, marah. Semua tercampur jadi satu.
"Dani celaka, dan itu semua karena dia melingungimu Nady!"
Tidak. Dani tidak boleh celaka lagi. Dia terlalu banyak mengorbankan diri. Sampai saat ini, semuanya demi seorang Senja Nadya.
"Gue nggak apa-apa", sedikit bergetar suaranya. Dani mengangkat pandangan guna meyakinkan sang sahabat.
Pandangan mereka beradu. Dani menyeka sungai kecil di pipi Nady.
" Lo pasti celaka gara-gara gue", Nady menundukan pandangannya. Sedikit sesegukan dia berkata, "Jangan jadiin diri lo sendiri bahaya karena gue Dan, gue sakit tiap liat lo kayak gini."
"Hm."
"Kenapa?", tangan Nady bergetar. "Siapa?" katanya kemudian.
"Seseorang dan lo gak perlu cari tau siapa mereka, hm?"
"Kenapa?", Nady masih bertanya.
"Itu semua bisa bikin lo dalam bahaya. Jadi sekarang Na, obatin gue. Ini sakit tau nggak?" sedikit lagak mengancam, yang di sambut kaburnya Nady mengambil kotak P3K di sudut ruangan. Dani tersenyum tipis. "Lo masih yang terbaik Na." Gumamnya lirih sebelum beranjak ke sofa terdekat.
***
"Na." Hening sejenak. Setelah kejadian babak belurnya Dani semalam, baru kali ini mereka bertegur sapa di sekolah.
"Kenapa, Dan?"
Pasalnya, Dani terlihat sedikit ragu untuk mengatakan sesuatu. Itu membuat Nady bertanya-tanya heran. Memangnya apa yang ingin Dani katakan sampai terlihat enggan untuk menatap mata Nady.
Sedikit gugup, "gue minta maaf, Na. Seharusnya lo gak perlu hidup sendirian kayak gini. Dari awal gue datang ke rumah lo ya cuma ini, cuma kayak gini jadinya. Na, gue-"
"Dan!", sergah Nady cepat. " lo tau nggak, lo yang terbaik. Lo nggak pernah ninggalin gue sendirian. Lo nggak kayak mereka, lo itu beda. Ngerti?"
Nady tau kalau masih saja Dani membahas masalalu mereka, yang ada hanyalah mereka semakin terluka. Tersakiti oleh perasaan mereka masing-masing. Maka biarlah semua ini berjalan.
"Semalam gue ngehajar Rendi. Gue ngikutin dia ke markasnya, di sana mereka taruhan buat dapetin lo, Na. Gue nggak bisa tahan denger lo jadi bahan taruhan kayak gitu." akhirnya Dani menjelaskan.
Dari dulu, Nady memang sering diperebutkan banyak lelaki. Karena dia memang cantik juga pintar. Hanya saja, Nady terlalu takut pada mereka yang berusaha mendekat. Cukup Dani yang ada di sini. Di sampingnya. Itu sudah lebih dari cukup menemani hari-harinya yang sepi.
"Gue tau, Dan. Please jangan kayak gitu lagi. Gue takut lo terluka."
"Hm."
Bel berbunyi membuat mereka menghentikan pembicaraan. Guru berjalan masuk dan pelajaran dimulai. Sejenak Dani menuliskan sesuatu di kertas.
Gak ada kata nolak. Pulang nanti kita jalan-jalan. Oke?
Dani menyerahkan kertas itu kesampingnya yang dibalas Nady anggukan mantap. Baiklah hari ini mereka harus bersenang-senang.
Begitulah hari-hari mereka yang dilalui saat ini. Entahlah esok apa yang terjadi. Yang Nady ingin hanya Dani bertahan di sisi.
Itu aja dulu perkenalan kalian tentang Dani. Sampai ketemu di capter berikutnya. Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya. Author masih perlu bimbingan gituu..
See you😄😄
KAMU SEDANG MEMBACA
DAN BILA
Teen FictionLuka gadis itu belum kering, menyayat hati meninggalkan bekas yang enggan pudar. Hidupnya hanya bergantung pada Dani yang selalu ada di sampingnya. Berusaha melawan rasa sakit dari bayang bayang masalalunya. Akankah Nady bisa melewati semuanya bersa...