Raven

62 3 0
                                    

Dingin...

Perlahan aku merasakan seluruh badanku kedinginan.

Dengan mata yang masih tertutup, aku mencoba mengumpulkan kesadaran.

Perlahan aku mulai bisa merasakan sakit di punggungku, terlebih di leher ku.

Ku buka sedikit mataku, melihat sekumpulan awan kelabu. Belum tersadar sepenuhnya aku mencoba untuk duduk bersandar pada dinding yang dingin.

Uap nafasku bisa terlihat jelas, cuaca yang sudah sekian lama tak kunjung berubah, ditambah tak ada rumah yang bisa aku nikmati untuk sekedar menghangatkan diri membuatku terpaksa bersahabat dengan kondisi ini, tak bisa mengeluh maupun memaki.

Sirine yang memecah keheningan pagi, bagaikan sebuah sinestesia kasar yang hanya mengusik diriku lebih jauh, kehidupan yang kini bagaikan tak ada artinya, hidup kini menjadi moral sah untuk menangis.

Aku hanyalah seseorang yang sedang mencoba untuk bertahan hidup, tinggal di sebuah kota besar yang mati, aku harus bertahan hidup walaupun itu artinya harus membunuh sekali pun.

Dulu, sempat ada kebahagiaan di kota ini, sebelum akhirnya perang politik yang berakhir secara brutal membuat negara ini hancur, aku masih ingat taman tengah kota tempatku dulu bermain, kini telah ditempati oleh barisan tentara dengan perlengkapan nya.

Makanan yang dulunya melimpah, sekarang rakyat biasa terpaksa bertahan hanya dengan sepotong roti dan air, tidak lebih.

"Sungguh semua itu sudah hancur ya"

Aku menoleh mencari asal suara itu, ku dapati seorang gadis di sampingku dengan pandanganya yang lurus menatap ke depan.

"Dunia ini mulai menuju kehancuranya" ucapnya lagi.

Aku hanya bisa terdiam menatapnya, rasanya aku tidak asing dengan gadis ini tapi juga aku belum pernah bertemu denganya. Ia memiliki rambut emas yang lurus, suara yang lembut dan juga tampang yang manis, matanya yang berwarna merah itu terlihat kosong.

Gadis itu pun menengok ke arahku.

"Hey, apa kau bisa melihatku?" Tanya nya, ekspresi muka nya kini seperti menyadari bahwa aku memerhatikan dirinya.

Aku pun hanya mengangguk pelan,

"S..sungguh?" Gadis itu bertanya lagi

Kali ini aku mengangguk lebih keras sambil menatap ke matanya.

Gadis itu tersenyum, seperti seseorang yang telah menunggu lama untuk suatu harapan, matanya kini lebih bercahaya.

"S..siapa namamu?" Ucap gadis itu sambil mengulurkan tanganya

"Raven" ucapku sambil berdiri dan menyambut tanganya

"Lalu.. namamu?" Tanya ku.

Gadis itu pun tersenyum ke arah ku, tanganya makin erat menggenggam tanganku.

"Namaku.... Alice".

______________________________________
[Author's Room]

Ternyata waktu itu terlalu cepat berlalu :" , maafkan author terlalu lambat up nya :'

Oiya kritik dan saran diterima loh~ silahkan tuliskan di kolom komentar

Thanks for reading~

Alice In The Ruin Of A CountryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang