Golden Apple

36 3 1
                                    

"Jadi maksudmu.. aku akan mengakhiri kehidupan ku sendiri?" Aku mulai serius menanggapi dirinya.

"S-seharusnya kau tidak berbuat seperti itu Raven... K-kau adalah seseorang yang baru..." Alice pun menggenggam tanganku.

"A-apa maksudmu?" Aku pun menatap tajam kedalam mata merah nya.

"Kau adalah satu-satunya orang yang tidak memiliki warna itu, Kau adalah orang yang selama ini aku cari" Alice semakin erat menggenggam tangan ku.

"Aku... Orang yang kau cari?" Aku semakin bingung dengan apa yang terjadi.

Tanpa komando, Ia pun menarik tanganku, entah menuju kemana namun yang jelas aku kehilangan kontrol akan tubuhku, aku tak bisa mengelak bahkan melepaskan genggamanya.

"O-oy Alice m-mau kemana sebenarnya kau ini?" Aku mencoba menyesuaikan langkahku dengan tarikan tanganya.

"Diam dan terus berlari" ucapanya seperti perintah absolut, aku pun terdiam dan mengikuti arahnya pergi.

Melewati jalan yang belum pernah aku lewati sebelumnya, aku diseret olehnya menjauhi kota, melewati gedung-gedung yang sudah tidak berpenghuni, ia pun terus berlari.

"Kita sudah sampai" ucapnya sambil melepaskan tanganku.

Aku masih berusaha mengatur nafasku, keringat bercucuran melewati pipiku, yang dapat aku pastikan hanyalah keberadaan ku sekarang ada di daerah pinggiran kota, di sebuah bukit yang memiliki tangga ke puncaknya.

"Ayo Raven kemari lah" Ia pun berjalan menaiki anak tangga.

Aku pun mengikuti dirinya dari belakang, entah mengapa tapi aku merasa tidak asing dengan tempat ini.

Pepohonan yang menghiasi jalan menuju puncak bukit ini, tak salah lagi aku memang mengenali tempat ini.

"Suatu hari nanti, di luar penjara ini kita akan bebas..."

Kepalaku terasa berat, memori-memori yang secara kuat berputar memenuhi seisi pikiranku.

"Kemana lagi kita harus pergi?"

"Raven, janganlah datang kemari"

"Semua jeruji besi ini hanya akan membuatmu terbunuh, kami mohon pergilah dari sini"

"AYAH... IBU..."

Langkahku terhenti, kaki ku terdiam terpaku. Perlahan aku bisa merasakan ada sesuatu yang jatuh dari pipiku, suatu hal yang dilarang bagi laki-laki...

Menangis.

Perlahan tubuhku merasakan dingin, dan kaku. Kepalaku terasa berat, dan pandanganku perlahan demi perlahan memudar, mungkin ini dia kematian untuk diriku, akhirnya aku bisa bertemu lagi dengan kedua sosok yang sangat aku rindukan.

***

"Raven..."

Aku bisa mendengar sebuah suara memanggilku, namun mataku masih terasa berat, rasanya punggungku masih ingin berbaring lebih lama lagi.

"Raven cepat bangun atau kau akan telat menuju sekolah"

Huh...?

Sekolah..?

Alice In The Ruin Of A CountryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang