PERTEMUAN PERTAMA

149 10 6
                                    

"Mohon perhatian bagi santri MA Mu'allimin yang sudah hadir di Madrasah, silakan berkumpul di lapangan guna kita berdoa bersama." Terdengar suara dari speaker Madrasah Aliyah Mu'allimin NW Anjani-Lombok Timur, Lembaga Pondok Pesantren tempat aku menimba ilmu setelah menyelesaikan studi jenjang SMP dua bulan lalu.

"Astaga, Pak guru udah manggil." ujarku tergopoh-gopoh.

"Itu ketua OSIM, santai aja!" balas Iswara nyengir.

Iswara sIswara kelas XI notabene teman satu asrama denganku namun satu tahun lebih dulu masuk madrasah dari aku. Namaku Adrian Maulana, biasa di panggil "Adrian" atau kalau mau simpel panggil saja "Ian". Aku berasal dari Aik Bukaq, ujung utara kabupaten Lombok Tengah tepatnya arah selatan kaki Gunung Rinjani, bagi kalian yang ingin liburan ke Taman Wisata Aik Bukaq atau Taman Wisata Alam Aik Bone, lokasinya tak jauh dari rumahku. Kalian bisa mampir dan minum secangkir kopi hangat khas Lombok di tengah dingin dan sejuknya udara perbukitan di sana.

"Disini kalo panggil guru, jangan bilang pak guru tapi ustaz." Ucap Iswara padaku yang masih awam tentang aturan madrasah.

"Oooh". Aku membulatkan mulut sambil mengangguk pelan.

Iswara berjalan beberapa langkah mendahuluiku sambil memeluk sebuah buku tulis bersama sebuah pulpen hijau terselip di belakang covernya, tubuh mungil itu dihinggapi sebuah sajadah coklat yang terlipat rapi di bahu kirinya.

"Mau ambil jurusan apa Ian?" tanya Iswara terdengar samar di telingaku.

"IPA." jawabku ragu.

"Ckckck." menggeleng pelan.

"Kenapa emang?" tanyaku heran seraya berlari kecil mengejar Iswara. Aku tak menyangka orang yang tubuhnya lebih kecil dariku bisa melangkahkan kaki begitu lebar tak seperti rata-rata manusia lainnya.

"Siapin otak buat mikir, tiap hari ada pelajaran hitung-hitungan." jawabnya seraya menggosok dahi.

"Makanya, aku kan jago Matematika." sahutku sedikit membanggakan diri.

"Oh, Matemati...." Iswara menggantung ucapannya. "Kalo mau belajar private, kita bisa minta diskusi sama Ustaz Zofir."

"Biayanya berapa?" tanyaku mikir-mikir.

"Biasanya gratis, intinya kamu mau apa nggak, nanti tinggal minta waktu luang ust..."

"Siapa?" Tanyaku memotong ucapannya.

"Ustaz Zofir, ustaz di madrasah yang ngajar matematika."

"Okeh, kita minta aja langsung nanti di madrasah!" ajakku.

"Nggak bisa kayaknya sekarang."

"Lho kenapa?" tanyaku keheranan.

"Biasa awal-awal masuk nggak belajar."

Aku penasaran, rasanya ingin segera bertemu sosok Ustaz Zofir. Kata Iswara, beliau guru yang cerdas, tampan, dan masih lajang alias belum menikah padahal usianya sudah matang untuk hal itu.

***

Mega-mega merah langit Anjani kian menghitam, titik demi titik cahaya menerangi langit malam yang bersih. Bersahutan suara burung hantu menghilangkan sepi di hati. Dari atas tembok asrama aku memandang hamparan sawah dan ladang yang hijau kini berganti hitam ditelan malam.

"Keluar yok!" Ajak Iswara sambil menarik bajuku dari belakang.

"Ngapain?" Tanyaku menoleh ke bawah.

"Liat-liat cewek," jawab Iswara nyengir kemudian tertawa lepas ke arahku. "Bercanda, kita pergi belanja, tapi itu jadi lebihnya." sahutnya lagi.

GEOMETRI (Generasi Otak Matematika Santri)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang