Satu persatu buku yang berserakan dikemas kedalam tas alto yang rebah di atas meja. Begitu pula sepidol, pulpen, pensil, dan alat tulis lainnya dimasukan ke dalam tas yang mulai bergerak dari tempat semula. Berdiri seorang laki-laki berbaju merah mengambil tas menggunakan tangan kanan lalu berjalan menuju pintu.
"Yang berminat ikut diskusi matematika, nanti setelah shalat magrib datang ke madrasah. Dengan syarat harus serius dalam belajar, dan benar-benar ingin bisa matematika. Kalo masih setengah-tengah keseriusannya dalam belajar lebih baik jangan ikut sama sekali. Dan jangan ikut kalo kemungkinan akan berhenti di tengah jalan, kesannya cuma buang-buang waktu dan tenaga." Jelas Ustaz Zofir usai lonceng tanda istirahat berdering. "paham?" tanya ustaz memastikan.
"Paham." jawab beberapa siswa.
"Baiklah, sampai di sini pertemuan kita pada hari ini, sekian Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh." Ustaz Zofir keluar dari kelas.
"Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh." jawab kami serentak.
Ada beberapa santri kelas X IPA yang masih berada di dalam kelas. Sebagian dari kami keluar hanya sekedar duduk santai di taman madrasah, ada juga yang belanja ke kantin madrasah, bahkan ada beberapa santri yang sarapan ke asrama masing-masing. Aku sendiri masih duduk di tempat semula menulis penjelasan Ustaz Zofir yang terpampang di papan tulis.
"Adrian, nggak keluar?" tanya Amar teman satu kelas yang duduk di samping kananku.
"Mmm." jawabku dengan anggukan tanpa menoleh ke arahnya. "Kamu gimana?" Aku menanya balik.
"Jelas keluar, cacing perut sudah memberontak kelaparan." balasnya ngegas.
"Ya udah duluan saja sana, nanti aku nyusul." Jawabku lagi-lagi dengan pandangan fokus ke depan tanpa menghiraukannya. "Eh, kok kamu nggak nulis?" Tanyaku menoleh ke arahnya.
"Hehehe, nanti nyontek di kamu." Jawabnya sambil berlari keluar kelas.
Mau enak aja. Batinku mendengus kesal.
Membutuhkan waktu tak lebih dari sepuluh menit, penjelasan di papan tulis selesai aku salin ke buku catatan. Terdengar suara seseorang memanggil dari luar kelas, aku melirik melalui jendela, tak lain itu adalah Kukuh sohibku sejak SD, SMP dan sampai sekarang masih belajar di tempat yang sama.
"Adrian sarapan yuk." ajak Kukuh.
"Okee." Aku memasukkan buku dan pulpen yang berserakan ke dalam tas.
***
Adzan Magrib berkumandang dari delapan penjuru mata angin. Aku mengambil air sumur untuk berwudu sebelum menunaikan shalat. Shalat berjamaah diimami Iswara. Selepas wirid dan doa aku menyiapkan pakaian dan perlengkapan tulis sebelum berangkat menuju madrasah. Iswara tidak bisa ikut diskusi matematika bersama aku, karena yang ikut diskusi hanya anak-anak jurusan IPA saja.
Ada orang nggak ya di madrasah? Pikirku sejenak lalu berhenti di depan gerbang asrama. Balik ajalah! Perintah otakku langsung direspon oleh kaki. Tapi gimana kalo orang udah mulai. Konflik batinku. Ahh... Aku yakinkan diri berangkat ke madarasah bagaimana pun kondisinya.
Lagi-lagi aku melewati jalan kecil ini, dalam sehari aku melewatinya dua sampai lima kali tergantung jadwal belajar di madrasah. Aku berjalan dengan santai menikmati alam persawahan nan sejuk yang terhampar mengelilingi asrama putra Husnul Yakin, untung saja jarak madrasah cukup dekat dengan asrama, rasanya itu sangat membantu. Aku tak perlu banyak tenaga untuk sampai madrasah, namun sesekali aku terkejut melihat pohon-pohon yang tampak menyeramkan bila malam tiba.
Tibanya di madrasah aku menuju ruang kelas dimana teman-teman berkumpul. Baru saja masuk dari pintu, terdengar panggilan tertuju padaku.
"Adrian." Sapa Amar melambaikan tangan dari tempat duduk. "Duduk sini!"Ajaknya menunjuk kursi kosong di sampingnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEOMETRI (Generasi Otak Matematika Santri)
Genç KurguGEOMETRI singkatan dari Generasi Otak Matematika Santri, mengisahkan seorang siswa yang hobi matematika. Ia belajar di salah satu Madrasah ternama di Lombok Timur. Nama lengkapnya Adrian Maulana, seorang ketua OSIM yang super sibuk dengan kegiatan o...