26

12.2K 1.6K 303
                                    

di chapter sebelumnya kok pada nangis sih :( yaudah skarang author bikin tambah kejer :)))

.

.

Jeongin terdiam diatas ranjang pasien miliknya, matanya menatap kosong kearah depan. Pikirannya bercampur memikirkan berbagai masalah. Memori masalalu yang telah lama ia lupakan perlahan mulai berputar satu persatu, ia mulai mengingatnya. Meski masih samar dan membuatnya bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Tapi yang jelas ia tau Hyunjin. Namja itu, anak yang orang tuanya dibunuh tepat didepan matanya.

Juga orang tua yang mengaku sebagai orang tuanya di Busan itu, Jeongin tau mereka bukanlah orang tua kandungnya. Orang tuanya telah meninggal.

Entah mengapa Jeongin merasakan penyesalan yang begitu berat. Jika ia dulu tak bermain dengan Hyunjin terlebih dahulu dan langsung mengajak ayah dan ibunya pulang. Pasti semuanya tak akan jadi seperti ini. Ia tak akan menjadi buronan pembunuh yang menyebabkan kedua orang tuanya meninggal.

"Appa.. eomma.. hiks" Jeongin kembali menangis. Ia membenci takdirnya sendiri, ia benci kebodohannya dimasa lalu.

Tangannya lagi-lagi mengelus perutnya. Janin yang selalu ia ajak mengobrol untuk melepas stress nya itu sudah menghilang. Dan ia kembali membenci dirinya sendiri.

"Kenapa kau meninggalkan eomma..hiks.."

"mianhae"

Jeongin makin terisak. Memegang erat perutnya tak peduli rasa sakit dibagian lain terasa semakin menyakitkan. Ia menginginkan bayinya kembali. Merasa bersalah karena tak bisa mempertahankan si kecil.

cklek

"Jeongin"

Itu Jisung, berjalan cepat kearah Jeongin dengan tatapan kekhawatiran saat melihat si manis yang terlihat begitu kacau.

"Hyung.. hiks.."

"Bayiku.. dia pergi hyung.. aku tak bisa menjaganya"

Jisung merengkuh tubuh penuh luka yang hampir mengering itu kedalam pelukannya. Meskipun ia sedikit kecewa karena Jeongin menyembunyikan kehamilannya darinya, tapi ia tau Jeonginlah yang merasa paling terpuruk disini.

"Kau sudah menjaganya dengan baik Jeonginie, jangan seperti ini. Dia pasti akan sedih melihatmu , hm?"

"Anakku.." lirih Jeongin menenggelamkan wajahnya pada pelukan Jisung. Melampiaskan seluruh kekesalan dan kesedihan yang ada. Jisung mengelus punggungnya, sesekali menepuknya pelan bermaksud menguatkan.

Tak sadar seseorang juga menangis diluar sana karena tak sanggup mendengar isakan namja manis itu, ia tak bisa berbuat apa-apa selain tenggelam dalam penyesalan yang begitu menyakitkan.

.

.

Menit terus berganti. Tangisan histeris Jeongin tadi perlahan mulai mereda. Jisung masih setia mengelus punggung itu bermaksud memberi ketenangan.

Jeongin perlahan mulai merenggangkan pelukannya. Sedikit meringis saat luka ditubuhnya itu bergesekan dengan bajunya sendiri atau selimut yang menutupi setengah tubuhnya.

"Hyung" panggilnya pelan dan disahuti deheman Jisung sebagai jawaban.

"Hyung, ceritakan padaku.. semuanya yang belum kuketahui"

"Jeongin?"

"Orang tua kandungku sudah meninggal. Kenapa kau berbohong hyung?"

"Kau sudah mengingatnya?"

Possessive 「hyunjeong」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang