Semua Akan Bertepuk Sebelah Tangan Pada Akhirnya

30 0 0
                                    

Hari ini adalah hari terakhir masa orientasi di Sekolah. Seharusnya hari ini Kirana merasakan kebahagiaan yang selama ini ia cari. Ia bisa terbebas dari rok warna birunya dan pernak-pernik aneh yang menempel di tubuhnya atau yang harus dibawa setiap hari.

Tapi mendadak ada perasaan hampa setelahnya ketika mengetahui bahwa setelah ini ia tidak dapat sekelas dengan Riri lagi. Karena ia tahu bahwa kelas akan diacak dan tidak ada yang menjamin bahwa mereka dapat berada dalam satu kelas yang sama.

Juga yang paling membuatnya berdebar sekarang adalah jika ia bertemu dengan Kak Tama lagi. Ada perasaan aneh yang menguasainya yang tidak dapat dikontrol.

Sejak pertemuan kemarin Kirana menjadi lebih sering memikirkan wajah dan suara Kak Tama dibanding makanan-makanan yang dulu selalu berseliweran di kepalanya.

Tidak... tidak... ini salah. Pikir Kirana sambil menggelengkan kepalanya berkali-kali.

Namun semakin keras ia berusaha untuk melupakan, semakin kuat pula memori-memori itu hadir di kepalanya.

Semalaman dengan hasrat ingin tahu yang tinggi Kirana membuka laptopnya dan mencari tahu segala hal yang berkaitan dengan Kak Tama. Mulai dari apa saja yang ia posting selama ini di media sosial, mengumpul kesukaannya apa yang dapat ia temukan di internet, hal-hal basic tentang dirinya. Dari ulang tahun, hobinya, dan segala hal administratif yang ia rangkum dalam satu file tersendiri.

Tidak terlalu sulit untuk mencari siapa Kak Tama dan info dirinya. Ia salah satu orang yang aktif bermain di media sosial dan secara berkala mengupdatenya.

Kirana tahu bahwa ia tidak sendiri yang tertarik dengan Kak Tama. Ada lima ribu orang lebih yang penasaran dengan hidup dan keseharian Kak Tama.

Semakin lama Kirana mencari, semakin ia sadar bahwa di hidupnya Kak Tama hanyalah seorang kakak kelas yang baik pada semua orang dan kebetulan ada di hidupnya.

Seseorang seperti Kak Tama pasti dapat dengan mudah mencari seseorang seperti dirinya. Yang mengaguminya.

Wait.... Mengagumi? Pikiran Kirana berhenti di sana.

Tidak... tidak.. Dia hanya seorang kakak kelas lucu saja. Tidak lebih. Seharusnya dengan berakhirnya masa orientasi ini akan berakhir pula adegan di mana Kirana tidak sengaja bertemu dengan Kak Tama yang membuat seluruh pertahanannya lumpuh lewat satu senyumannya itu.

Kirana akhirnya berangkat dengan brownies favoritnya yang diam-diam ia bawa khusus untuk Kak Tama. Entah untuk apa.

---

Seharian Riri menyadari bahwa Kirana terus menerus melihat ke arah pintu luar atau ke arah lapangan saat istirahat seperti sedang mencari-cari sesuatu. Atau seseorang.

"Cari apaan sih?" tanya Riri sedikit kesal.

"Apanya apa?"

"Ya, itu. Dari tadi matanya ke mana-mana. Enggak fokus."

"Sorry. Gue nyariin Agnes," jawab Kirana. Bohong.

"Oh, Agnes. Dia kan harus ikut kelas sosialisasi agama Kristen bareng teman-temannya. Kita tunggu di sini aja nanti juga datang."

"Pantes enggak kelihatan dari tadi."

Aman. Pikir Kirana saat itu.

"Acara perkenalan eskulnya jam berapa sih?" tanya Kirana untuk memastikan bahwa akan ada waktu yang tepat untuk bertemu dengan Kak Tama hari ini.

"Setengah jam lagi sih. Kenapa?"

"Penasaran sama paradenya. Akan ramai banget sepertinya."

"Makanya kita harus cari tempat duduk yang enak. Dari perpustakaan aja. Randu udah nyiapin khusus buat kita."

"Hah? Kok dari perpustakaan?"

"Kan dari lantai dua bisa kelihatan juga lapangannya. Lagian daripada kita desek-desekan nonton parade itu mending kita santai aja di atas."

"Hemm, enggak deh gue penasaran mau lihat klub filmnya."

"Lah.. kan mereka enggak ada pemutaran film juga. Santai aja lah. Besok kita tanya-tanya lagi."

Dari kejauhan suara Agnes terdengar memanggil-manggil Kirana dan Riri.

"Elo semua harus tau apa yang gue lihat tadi," kata Agnes bersemangat.

"Apa tuh?" tanya Riri penasaran dan mendekatkan diri lebih ke arah Agnes.

Agnes berakting seperti sedang dalam penyamaran. Melihat sekeliling untuk, mengedarkan pandangannya dengan hati-hati lalu memelankan suaranya.

"Gue tadi lihat kak Agni sama Kak Tama berduaan di lorong. Gue tadi mau ke kamar mandi. Kebelet banget, tapi gue penasaran," kata Agnes setengah berbisik.

Mendengar apa yang diucapkan Agnes membuat hati Kirana mencelos. Ada sedikit perasaan panas di dadanya.

"Lagi ngomongin acara penutupan kali. Mereka berdua kan panitia," cerocos Kirana sedikit kesal.

"Beda. Gue bisa lihat kok dari gestur mereka. Jadi Kak Agni tadi kayak bawa-bawa box putih kecil gitu. Gue pikir isinya gorengan. Taunya isinya tiket nonton. Dua doang tiketnya. Terus mereka agak kayak pelukan gitu setelahnya."

"Kenapa tiket nontonnya harus ditaruh di box sih? So cheesy!" omel Kirana.

"Elo bisa tau itu tiket nonton dari mana?" tanya Riri penasaran.

"Karena sehabis mereka berpelukan Kak Tama bilang; 'Nanti malam aku jemput ya. Di tempat biasa?'. Gitu. Seru abis deh mereka. Meskipun Kak Agni galak tapi kalau depan Kak Timo jinak banget."

"Kenapa kita harus ngomongin mereka berdua sih?"

"Ya, karena kan kita semua tahu kalau Kak Tama itu single dan inceran banyak orang di muka bumi ini. Jadi wajar dong kalau cerita gue punya nilai daya jual yang lumayan."

"Mereka kayak highschool sweethearts gitu ya kayak di film-film. Yang satu pemain basket terus ceweknya anak cheers. Nanti pas parade pasti couple-an banget. Saling menyoraki dan menyemangati satu sama lain." Agnes dan Riri melempar tawa satu sama lain. Membayangkan betapa romantis adegan yang terjadi saat parade nanti.

"Ya udah kita lihat paradenya dari perpustakaan aja deh," ajak Kirana sambil bangun dari tempat duduknya dan membawa tas kecil yang sedari tadi ia genggam dengan hati-hati.'

"Lah, tadi elo yang maksa-maksa buat lihat paradenya. Kok enggak jadi?"

"Ya enggak jadi aja. Mending kita ke perpustakaan. Adem. Di sini panas. Bikin males!"

Riri dan Agnes saling berpandangan, karena sore ini panas matahari sudah tidak ada dan udara terasa begitu sejuk menyentuh mereka.

Tapi, toh mereka tetap mengikuti langkah Kirana dari belakang menuju perpustakaan.

 Dengan perasaan kesal di hati yang Kirana tidak mengerti kenapa, ia merasa bodoh dengan amarahnya sendiri. Sambil berjalan ke arah perpustakaan sedikit ada penyesalan yang bersarang pada hatinya. Ia berharap pagi tadi ia tidak perlu membawa brownies hari ini.

---

KiranaWhere stories live. Discover now