Dahulu, mereka adalah sahabat sehidup semati.
Berawal dari kedatangan seorang tetangga baru di kompleks perumahan mereka. Adalah seorang anak kecil bertopi doraemon dengan binar mata yang menggemaskan, yang dengan riangnya memperkenalkan dirinya dengan dua kalimat polos.
"Hai, namaku Mon. Aku suka susu pisang."
Chimon anak yang manis. Terlampau manis, sehingga setiap orang yang melihatnya pasti jatuh hati. Tidak terkecuali dengan tiga anak laki-laki bersaudara yang melihat Chimon seakan-akan ia adalah permen kapas berukuran jumbo. Semenjak saat itu, Chimon selalu membuntuti ketiga bersaudara itu kemanapun mereka pergi, dan begitu juga sebaliknya.
Pluem, Frank, dan Nanon tidak tahu apa yang membuat mereka merasa sesayang itu terhadap Chimon. Mungkin karena ia yang pada waktu itu masih berumur 8 tahun—setara dengan Nanon—lebih terlihat seperti anak TK yang baru saja menerima piagam lomba mewarnai pertamanya dibandingkan dengan anak yang duduk di bangku kelas 2 SD. Sehingga, tanpa sadar, Chimon sudah mereka anggap sebagai adik bungsu mereka.
Chimon itu laksana sebuah lem perekat. Semenjak kedatangannya, tidak ada lagi pertengkaran yang berarti diantara ketiga saudara itu. Nanon yang biasanya paling pelit soal mainan, tidak perlu diminta dua kali jikalau Chimon yang meminta. Frank yang selalu menangis jika kalah dalam permainan, tidak pernah sekalipun meneteskan air matanya di hadapan Chimon. Pluem, yang biasanya lebih memilih untuk membaca komik dibandingkan bermain bersama kedua adiknya, tidak pernah absen seharipun semenjak kehadiran anak itu.
Karena semenjak kehadirannya, mereka belajar apa itu arti persaudaraan.
Karena eksistensinya, ketiga anak lelaki itu dapat memahami betapa seru dan menyenangkannya memiliki seorang saudara sebagai tempat untuk saling berbagi.
Dan karena eksistensinya pula, sebuah persaudaraan menjadi hancur lebur tak bersisa hanya dalam kedipan mata.
*
"Mon! Sini!"
Nanon berteriak antusias melihat Chimon berdiri di ambang pintu rumahnya.
Sang pria mungil berlari kecil, terlihat kesulitan membawa sesuatu di pelukannya.
"Apa itu di tanganmu?" Spontan, Nanon berdiri dan menghampiri sahabat kecilnya.
"Susu," Jawab Chimon mantap. Ia mendekap beberapa susu kotak berukuran kecil di lengannya.
Nanon mengambil beberapa kotak dengan penuh inisiatif, menampungnya di kedua lengannya yang masih kosong.
"Sini, aku baru saja merangkai roller coaster."
Mereka akhirnya duduk di tempat Nanon menghabiskan waktunya sebelum Chimon datang. Disana, sebuah rel roller coaster mainan telah tersusun dengan rapi—siap dimainkan.
"Dimana P'Phem dan P'Frank?" Tanya Chimon, matanya mencari-cari ke setiap sudut ruangan.
"Oh, mereka sedang pergi ke supermarket bersama Mama."
Chimon mengangguk, tangannya mengambil salah satu kotak susu berwarna kuning yang berada di dekat kakinya.
"Errr... Nanon?"
"Hm?" Gumam Nanon, kedua matanya masih fokus merangkai rel yang tadi tidak sengaja terinjak.
"Anu... Mon tidak bisa membuka plastiknya."
Sebuah sedotan berbungkus plastik disodorkan di depan wajahnya, membuat pria yang sebenarnya lebih muda itu berdecak.
"Bukankah sudah pernah kuajarkan?" Ia mengambil sedotan itu dari tangan Chimon. "Kau tinggal menariknya seperti ini. Lihat? Mudah sekali."
KAMU SEDANG MEMBACA
Unforgiven
FanfictionBagi Nanon, hanya ada tiga hal yang paling ia benci di dunia ini. Mereka adalah serangga, Pluem, dan Chimon.