01. Pain

2.4K 54 20
                                    

"Luka fisik memang sakit dan terlihat. Namun luka batin yang tak terlihat, justru lebih sakit dan sukar disembuhkan."

-SILHOUTTE-


PLAKK

"DASAR ANAK TIDAK TAU DIUNTUNG!" teriak wanita setengah baya pada seseorang di depannya. Tangannya kembali melayangkan gesper pada makhluk di depannya.

PLAKK!

Lagi, wanita setengah baya itu melayangkan sabetannya lebih keras pada makhluk di depan nya. Tak ada rasa belas kasihan yang terlihat di netra nya.

"Kamu itu dibesarkan buat menurut, bukan membangkang seperti ini. Dasar anak keparat!"

Sedangkan objek di hadapan nya hanya meringis kesakitan menahan perih di kulit. Liquid bening jatuh dari sudut matanya.

"TIDAK USAH NANGIS KAMU!" bentaknya lagi.

Dewi fortuna sepertinya berpihak pada orang yang kesakitan itu. Dering handphone milik ibunya berbunyi.

"Halo... Iya. Tidak bisa besok? Tidak apa-apa, Oke saya segera kesana." Setelah panggilan telepon itu terputus, wanita itu menatap tajam ke arah anaknya.

"Hari ini kau ku ampuni. Lain kali kau jangan membantah. Jangan mencoba-coba untuk kabur, kalau tidak mau jadi gelandangan. Ingat, kalau bukan aku yang merawatmu kau pasti sudah mati. Tak ada yang peduli padamu selain aku, apalagi ayahmu. Setelah ini cuci piring dan bersihkan rumah. Jangan jadi anak yang manja dan pemalas,"kata wanita itu panjang lebar.

Setelah menyelesaikan kalimatnya, wanita itu melangkahkan kakinya ke luar rumah dan membanting pintu dengan keras.

Anak dari wanita itu kemudian terduduk. Menuntaskan air mata yang sedari tadi di tahan. Bukan karena sabetan itu. Bukan. Hal itu telah setiap hari menjadi makanannya. Bukan juga karena cacian dan makian yang ia terima dari ibunya. Hal itu juga telah menjadi santapan telinganya setiap hari. Hal yang membuatnya menangis adalah-benar kata ibunya- di dunia ini memang tak ada yang peduli lagi padanya.

"Le–bih baik kau bu–bunuh aku saja," ucap orang itu pelan sambil terisak.

Sangat menyakitkan memang bukan. Ketika di dunia ini tak ada lagi yang peduli padamu, tak ada lagi yang menyayangimu, namun Tuhan masih memberimu umur untuk merasakan luka itu lebih lama.

●●●

"Lo kenapa baru masuk kelas? Terlambat?" Baru saja gadis itu masuk ke kelasnya, sudah di hadiahi pertanyaan.

Gadis itu mengangguk sebagai jawaban lantas melenggang ke tempat mejanya yang terletak di ujung kiri paling depan.

Dara mendengus menanggapi teman nya, "Lo gak lupa kan acara nanti malam?"

"Gak. Tapi gue gak janji bisa datang apa gak," jawab gadis itu sembari mengeluarkan ponsel dari tasnya.

Dara menggeser posisinya dan mendudukan tubuhnya di kursi yang berada di depan Lisa.

"Lis, gue harap lo bisa datang, ini menyangkut keselamatan lo juga." Gadis itu menatap lawan bicaranya serius.

"Mereka gak bakal mungkin biarin lo gitu aja, apalagi kalau nanti malam lo gak datang. Mereka itu terkenal dengan sifat bringas nya. Gue takut lo kenapa napa, " lanjut Dara.

Lisa tersenyum miring mendengar perkataan temannya tersebut, lalu menjawab, " Lo takut gue kenapa-napa, atau lo takut nyawa lo keancam?"

Sedangkan Dara mengernyitkan kedua alisnya, bingung dengan jawaban yang ia dapat.

Belum sempat menjawabnya, Lisa kembali berucap, "Gue tau mereka bakal melukai orang-orang terdekat dari targetnya. Tapi lo gak usah khawatir. Gue jamin nyawa lo dan keluarga lo bakal aman. Asal lo gak usah dekat-dekat gue," jelas gadis itu panjang lebar.

●●●

Suara gaduh bercampur riuh terdengar dari salah satu tempat di SMA LENCANA JAYA. Banyak orang berdesak-desakkan, saling menerobos satu sama lain, menuju sebuah mading yang bertuliskan nama dan kelas mereka.

Tentu saja dalam hal ini memiliki badan besar dan tangguh sangat diuntungkan karena dapat menerobos dengan cepat. Dan ya kurang 1, juga memiliki wajah yang tampan. Hal itu tentu menguntungkan karena dapat membuat gadis-gadis yang semula tidak mau mengalah kemudian secara sukarela memberikan jalan.

Ck. Dasar wanita, giliran yang fisiknya tampan saja baru mengalah.

Gadis-gadis itu memberikan jalan pada seorang cowok yang juga kebetulan mencari nama dan kelasnya di mading. Diikuti oleh ke 3 temannya di belakang.

Melangkahkan kaki dengan angkuh, dengan satu tangan berada di saku celana. Obsidian coklat nya naik turun mencari sebuah nama, kemudian berangsur pergi dan mengabaikan tatapan memuja yang diberikan gadis-gadis itu.

"Woy, mau kemana lo?" teriak salah satu temannya.

Cowok itu menghentikan langkahnya, lantas memutar badannya ke belakang,  "Kantin."

Ia kemudian berbalik lagi dan melangkahkan kakinya ke tempat tujuannya.

Ketika ia melihat ke arah pintu kantin, ia melihat Varel-sahabatnya lari ke arahnya dengan ekspresi yang susah di tebak. Menautkan kedua alisnya, hingga kalimat yang ia dengar berhasil membuatnya shock. Jantungnya terasa berhenti berdetak.

"Nyokap lo kecelakaan dan mobilnya kebakar".

SilhoutteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang