"Dia gak datang?" tanya seorang lelaki sesekali menghembuskan asap rokok nya.
"Gak tau. Mungkin sebentar lagi."
Lelaki itu kemudian mematikan rokoknya dengan menginjaknya menggunakan sepatu. Tatapan menusuk itu kemudian beralih ke seorang gadis yang baru saja menjawabnya.
Lelaki bersurai pirang itu memajukan langkah ke arah gadis itu, lalu membisikkan,
"Kalau sampai dia gak datang, nyawa nyokap lo yang jadi taruhannya," ancam lelaki itu.
Lelaki itu kembali ke motornya, lalu memakai jaket nya kemudian berseru, "HARI INI GAK ADA JADWAL NYERANG, KALIAN SEMUA BISA BALIK."
●●●
Bau obat-obatan menyeruak di indera penciuman Andra. Cowok itu sedang duduk di kursi tunggu sebuah rumah sakit. Matanya menatap lurus pada seseorang yang terbaring lemah dengan perban dimana-mana dan tabung oksigen.
"Anda anak pasien?" tanya seorang dokter saat keluar dari sebuah ruangan.
Andra menoleh pada asal suara dan mengangguk sebagai jawaban.
"Mari ikut saya sebentar." Andra mengangguk lagi kemudian melangkahkan kakinya mengikuti dokter tersebut.
Setelah 10 menit, Andra kembali ke ruangan Mawar, tempat ibunya di rawat. Ia mendudukkan tubuhnya di kursi tunggu kemudian membuka notifikasi di ponselnya. Asik dengan ponsel nya, sampai tidak menyadari sebuah presensi seseorang tepat di hadapannya.
"Gimana keadaannya?"
Sebuah suara menghentikan gerakan Andra saat menggulir ponsel. Seperdetik kemudian ia menoleh ke asal suara dan menemukan presensi seorang pria yang ia kenal.
"Baik," jawab Andra singkat, kembali memainkan ponselnya dan memilih tak peduli pada pria di depannya.
"Kenapa bisa?" Pria itu kembali bersuara, kemudian mendudukkan tubuhnya di kursi kosong yang berada di sebelah Andra.
"Kecelakaan."
Pria itu memejamkan matanya lama dan menghembuskan nafasnya berat. Sedangkan Andra masih asik dengan ponselnya dan mengabaikan presensi orang itu.
Hening. Tidak ada percakapan sama sekali antar 2 manusia itu. Masih sibuk dengan dunianya masing-masing. Tak tahan dengan keheningan yang tercipta, pria itu kembali melayangkan pertanyaan pada Andra.
"Lo gak jagain nyokap? Kenapa bisa dia kecelakaan?"
Andra mengalihkan pandangan nya dari ponsel, menuju ke pria itu. Matanya menatap dingin pada makhluk hidup di sampingnya.
"Nyokap bukan anak kecil lagi yang harus dijagain."
Setelahnya, Andra bangkit dari tempat duduk dan berjalan meninggalkan kakaknya sendirian.
Disinilah cowok bermata coklat itu berada. Rooftop rumah sakit. Niat awal ingin pulang ke rumah, namun kakinya malah melangkah ke sini dan merebahkan dirinya di sofa yang sedikit usang.
●●●
Andra terbangun ketika merasakan dingin yang amat sangat menusuk tulangnya. Ia mengucek matanya beberapa kali kemudian duduk di sofa usang itu. Matanya melirik arloji yang setia menempel di pergelangan tangan kirinya. Jam 3. Batinnya.
Cowok yang memakai hoodie hitam itu kemudian bangkit, dan melangkahkan kakinya meninggalkan rooftop untuk mengisi perutnya yang kosong.
Di sepanjang perjalanan, ia tidak menemukan warung makan atau kedai makan yang buka. Wajar saja. Ini sudah jam 3 pagi. Namun, karena perutnya yang selalu berbunyi, ia tidak putus asa untuk mencari warung makan atau pedagang kaki lima yang buka. Daripada ia terserang penyakit mag dan berakhir menyusahkan keluarganya, lebih baik ia mencari makan sekarang.
Tepat di perempatan jalan, ia menemukan pedagang nasi goreng yang masih buka, dan ada beberapa orang juga yang sedang makan.
Andra kemudian memesan 1 porsi nasi goreng dan 1 es teh dingin. Pantas saja cowok itu berwatak dingin, di subuh-subuh begini saja ia masih meminum es. Ia melangkahkan kakinya ke kursi yang kosong dan mendudukkan tubuhnya. Sembari menunggu makanannya datang, ia menekan tombol on/off di hp nya, kemudian membuka pesan yang masuk dari seseorang yang bernama "Ray".
Ray
03:27 P.MRumah sakit. Sekarang.
Andra menarik nafas kemudian menghembuskannya kasar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Silhoutte
Romance"Sekarang lo udah masuk dalam permainan gue. Ternyata gak sulit. Penderitaan yang selama ini gue dapat, itu karena lo. Dan lo harus rasain itu juga. Selamat tinggal." Setelah itu terdengar bunyi tembakan. Namun, sial. Timah panas itu malah meleset...