Prakata

2.5K 74 5
                                    

Bismillah, dengan menyebut nama Sang Maha Pecinta, kuharap aku tak salah dalam merangkai aksara, mengungkap rasa. Semoga kita dianugerahi limpahan rahmat, taufiq dan hidayah-Nya, baik penulis maupun pembaca. Karena setiap nafas yang dihembuskan tanpa kerelaan-Nya, hanyalah hal yang sia-sia semata.

***

Ini adalah serpihan dari sajak-sajak rinduku, yang aku kumpulkan satu persatu, dari tambang yang bernama Qalbu.

Kata demi kata kurangkai dalam satuan aksara. Hanya untuk mengecap satu rasa. Rindu pada seseorang yang selama ini bayangnya menyerta. Meskipun jarak menghakimi terpisahnya dua raga.

Aku-pun sangat percaya. Kelak di antara pembaca akan ada yang bertanya-tanya. Siapakah seseorang yang selalu aku sebut dalam untaian kata. Saat ini, hal itu masih menjadi sebuah rahasia. Hingga waktunya tiba, aku akan bercerita. Nikmati saja sajak-sajak rindunya.

Bukan hanya soal rindu semata. Dalam "Kutipan Rindu Sang Pecandu" yang aku eja, ada beberapa rangkaian aksara yang menjelaskan bagaimana semestinya kita menyimpan rasa, mengungkap cinta, dalam bentuk yang berbeda. Karena dalam tingkat cinta yang berbeda, ada seni indah yang harus diperhatikan secara seksama.

Seni mencintai sesama, dalam batasan-batasan norma agama. Seni merindui kekasih, tanpa menuai murka Sang Maha Pengasih. Cinta dan Rindu memiliki seni-seni indah, yang perlu dimainkan dengan penuh gairah, bukan mengikuti Hawa Nafsu dengan syahwat yang membuncah. Ah, koq aku malah ceramah?
Baiklah, langsung saja kita menuju sajak-sajak rindu, agar kau tak lagi menunggu-menunggu.

Semoga kutipan-kutipan yang sederhana ini, setidaknya mampu memberikan inspirasi.
Meskipun dalam dunia literasi, belum masuk dalam kategori tulisan bersastra tinggi. Yah, ini hanya sekedar ungkapan hati.

Oh iya, aku lupa. Ada hal yang ingin aku sampaikan tentang sebab tertuangnya tinta-tinta asmara dalam sajak-sajak rindu yang kupunya. Itu bermula saat aku meninggalkan Indonesia. Berkelana ke Yaman untuk sekedar menuntut ilmu semata.

Bagaimana rindu itu tak tumbuh subur di dalam dada, jika jarak sepanjang 7500 km memisahkan Madura dan Mukalla. Dan, saat prakata ini kususun dengan demikian rupa. Sudah 4 tahun, 1 bulan, 17 hari lamanya, waktu memenjarakanku dalam rasa yang tak jarang menuai nestapa.
------------------------------------------------
Imam Shafie College.
Kota Mukalla - Prov. Hadhramaut - Rep. Yaman, Kamis 11 Jumadil Ula 1440 H / 17 Jan 2019.

Kutipan Rindu Sang PecanduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang