Flashback On
Tahun 2014 menjadi tahun terakhir sepasang kekasih itu untuk saling bertemu, karena setelahnya tiada hal yang bisa mengoneksikan gadis 16 tahun itu dengan tempat ini. Hari itu keluarga Shafiqa telah memutuskan untuk berangkat ke luar negeri. Karena terhimpit oleh keadaan, gadis itu tidak sanggup untuk menolak.
"Tapi Fiq, kita masih bisa kok bertemu lewat video call," ucap laki-laki yang berumur dua tahun diatasnya. Aksa rela bolos dari sekolahnya demi menemui Fiqa untuk terakhir kalinya di bandara.
"Nggak akan bisa, Sa. Orangtuaku sudah memblokir semua koneksiku di media sosial, aku hanya diminta untuk fokus belajar selama disana," ucap Fiqa.
Aksa mengeratkan genggaman jarinya pada jemari Shafiqa. "Apakah kamu tidak akan merindukanku?" tanya Aksa pelan.
Fiqa menggelengkan kepalanya, meskipun berlawanan dengan hati kecilnya gadis itu harus bisa menahan diri. "Aku akan fokus dengan sekolahku disana, Sa. Aku berharap kamu juga seperti itu disini. Semoga takdir masih berlera hati untuk membawa kita bertemu kembali," harap Fiqa.
"Jika semesta tak mengizinkan kita untuk bertemu lagi, bagaimana?"
Fiqa tersenyum sendu. "Berarti, Tuhan hanya menakdirkan kita untuk bertemu sesaat dan berpisah lama. Aku yakin, ada alasan yang membuat Tuhan melakukan hal ini kepada kita. Skenario Tuhan nggak ada yang tahu, Sa."
Hati kedua manusia itu sedang merasakan sakit yang sama. Beberapa saat kemudian, suara pemberitahuan di bandara ini menyuarakan bahwa pesawat yang menuju Tokyo akan segera berangkat.
Gadis itu segera menghapus air di sudut matanya. "Waktu yang paling tak kuharapkan ternyata sudah datang, Sa," ucapnya. Gadis itu mengumpulkan kekuatannya agar mampu mengucapkan kalimat terakhir yang mungkin bisa mencabik hatinya. "Mari kita berakhir disini, Sa," pungkas Shafiqa.
"Jika kamu berkata masih ada kemungkinan untuk kita bertemu, aku malah berharap kita nggak usah bertemu, Fiq. Karena aku nggak ingin mengingat perpisahan menyesakkan ini," putusnya. Laki-laki itu segera pergi dari hadapan sang gadis, tanpa pelukan, tanpa salam perpisahan, dan tanpa senyuman. Ia ingin mewujudkan harapan Shafiqa agar gadis itu bisa fokus dengan kehidupan barunya, mungkin dengan ia mengatakan hal menyakitkan itu bisa membuat Shafiqa melupakannya.
Flashback Off
Shafiqa masih mematung ditempatnya, ternyata harapan yang pernah ia langitkan enam tahun lalu menjadi kenyataan. Takdir kembali memberi kesempatan gadis itu untuk melihat Aksa. Ia tidak tahu apa yang akan dilakukannya setelah ini.
"Jika kamu berkata masih ada kemungkinan untuk kita bertemu, aku malah berharap kita nggak usah bertemu, Fiq. Karena aku nggak ingin mengingat perpisahan menyesakkan ini."
Kalimat itu tiba-tiba saja terlintas di benaknya. Denyutan yang sama kembali ia rasakan ketika mengingat hari itu, hari dimana ia hanya diberikan satu pilihan. Kembali hidup normal dan menjalankan kehidupan barunya di Tokyo.
Akhirnya Fiqa memilih keluar dari gedung ini dan berjalan menuju arah parkiran. Namun ditengah perjalanan ia kembali melihat seseorang yang familiar, Liana, kakak kelasnya dulu. Perempuan itu berpakaian seragam dinas, sepertinya Liana adalah guru di sekolah ini.
"Liana!" panggil seseorang bersuara bariton dari arah koridor utama. Perempuan bernama Liana itu pun membalikkan tubuhnya, raut wajahnya juga berubah ceria setelah mengetahui siapa yang memanggilnya.
Fiqa yang penasaran pun mengikuti arah pandang Liana. Sontak gadis itu terkejut ketika mengetahui bahwa seseorang yang memanggil Liana tadi adalah Aksa. Ia berada di posisi yang tidak aman sekarang, pasalnya dia ada diantara Liana dan Aksa saat ini. Meski jarak mereka cukup jauh, tapi tetap saja ia merasa tidak nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASSALAMU'ALAIKUM, MANTAN (The Boy Next Door)
Spiritual#4 dalam Tentara [22/02/2019] Pengalaman pahit di masa lalu harus dijadikan kaca pengingat untuk tidak melakukan kesalahan yang sama di masa depan. Agar ketika di kemudian hari bertemu dengan hal yang serupa, kaca itu mampu memantulkan kilasan kisah...