Sore itu, senandung lembut dari sang Angin masih setia menemani kami yang sedang bercengkerama sambil sesekali memainkan kamera smartphone yang dengan apik membidik dan merekam setiap senda gurau yang kami ciptakan. Aku dan dua orang temanku, ditambah bocah cantik yang saat ini berada di sebelahku, bocah yang baru berumur tujuh tahun itu terus saja memasang wajah bosan, berbanding terbalik dengan ekspresi wajah dari mamanya yang sekarang ini sedang asik berselfie.
Kami tiga sekawan, berteman dari zaman masih kanak-kanak hingga sekarang usia kami memasuki angka dua puluh empat. Satu temanku memilih untuk menikah muda, yang sekarang sudah memiliki seorang putri cantik, dan yang satu lagi masih bertahan dengan kesendiriannya, persis sepertiku.
Walaupun kami sibuk dengan kegiatan masing-masing, tetapi kami selalu menyempatkan diri untuk berkumpul, seperti sekarang ini. Taman potret menjadi tempat yang kami pilih untuk melepas lelah setelah berjam-jam mengelilingi mall, kebetulan letak taman itu berdekatan dengan mall.
"Amel bosen ya?" tanyaku pada gadis kecil yang masih setia memeluk satu tanganku.
"Banget," jawabnya malas."Kita masuk ke mall lagi yu, tante, di sini ga asik," rengeknya. Aku hanya tersenyum kecil, sambil mengelus rambut pendeknya.
"Ga asik karena Amel ga menikmati," jelasku, yang hanya dibalas dengusan oleh si Bocah cantik.
Pandangan mataku berkelana, menikmati keramaian orang-orang yang sedang menciptakan momen-momen indah mereka. Lalu, tiba-tiba mataku menetap pada satu sosok. Dia seorang perempuan bergamis hitam dengan memakai cadar hitam selaras dengan warna pakaiannya. Perempuan itu terlihat begitu nyaman, duduk santai sambil memainkan laptop yang ada di pangkuannnya.
Senyumku melebar, aku selalu saja terpana jika melihat perempuan muslimah yang bercadar. Kapan aku bisa memakai cadar seperti perempuan itu? Sungguh aku iri, sangat iri. Bagiku, perempuan yang istikamah dengan cadarnya sangatlah hebat dan luar biasa, karena aku tahu sulitnya seperti apa.
Bukk.
Kejadian itu begitu cepat, ketika tiba-tiba saja sebuah batu yang cukup besar menghantam wajah dari si perempuan bercadar. Lemparan batu itu tepat mengenai pelipis matanya.
Darah mulai bercucuran.
Aku terlonjak kaget, serasa batu itu memukul hatiku. Kemudian, aku langsung bangkit, berlari ke arah si Perempuan bercadar dengan air mata yang entah sejak kapan sudah mengalir deras di wajahku. Dan disaat itulah, aku mendengar suara teriakan dari si pelempar batu, yang berhasil membuat hatiku sakit.
"KALIAN PEMBUNUH! KALIAN TERORIS!"
***
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Muslimah ✔
Short StoryHatinya begitu cantik, bahkan bidadari surgawi pun konon iri. Jiwanya begitu lembut, sampai langit berdecak kagum sembari berurai air mata bahagia, menyaksikan kelembutannya. Bukan mereka, yang mengaku-ngaku namun gemar dengan keributan mengerikan d...