Chapter 10

14.3K 495 16
                                    

Tampak seorang pria sedang berkutat dengan berkas. berkasnya. Tatapannya yang tajam, dengan rahang ya-ng tegas, seakan menghipnotis para kaum hawa yang melihatnya. Helaan nafas panjang menandakan bahwa dia benar-benar lelah. Sesekali ia memijat dahinya.

Tok Tok Tok!

"Masuk!" pintu terbuka, tampak Ronald memasuki ruangan.

"Tuan, Nona Moza ...." Ronald menghentikan ucapannya.

"Ada apa Ronald?" tanya Mark tidak sabar.

"Tuan, Nona Moza sedang menuju ke stasiun." Mark yang tidak paham maksud dari Ronald, mengernyit bingung.

"Maksud saya, Nona Moza telah pergi dari rumah- nya, dan menuju stasiun, sepertinya nona akan pergi meninggalkan Jakarta," tutur Ronald.

Mark Emosi, rahangnya mengeras, tangannya ter- kepal kuat. Ronald yang menyadari emosi Mark yang memuncak tampak ketakutan.

"Ke mana dia akan pergi?"

"Saya belum tau ... Tuan," jawab Ronald terbata- hata. "Tapi, sepertinya ini ada hubungannya dengan tuan muda Alexi. Beberapa hari yang lalu, tuan muda Lexi memesan satu tiket untuk ke kota Sukabumi, sepertinya itu untuk Nona Moza." Penjelasan Ronald membuat Mark kesal, pasalnya Lexilah yang telah membantu Moza untuk

pergi jauh darinya. "Apa Lexi sudah tahu tentang hubunganku dengan wanita yang dia cintai itu?"

"Saya tidak yakin, Tuan."

Kalau begitu cari tahu secepatnya," titah Mark yang hanya dibalas anggukan dengan Ronald. Saat Ronald hendak pergi keluar panggilan Mark menghentikannya.

"Kapan kereta yang Moza naiki akan berangkat?"

"Pukul 10 siang Tuan." Mark melihat jam tangan yang ia kenakan. Yang menunjukkan pukul 09.45

"Shit, siapkan mobil segera untukku," titah Mark seraya bangkit dari bangkunya seraya menarik jas yang ia sampirkan di bangku kebesarannya.

***

Di stasiun.

Moza masuk ke dalam kereta yang akan mengan. tarnya ke kota tujuannya. Dia melihat jam tangan yang sedang ia kenakan.

15 menit lagi, aku akan meninggalkan kota ini, batin Moza.

Moza menatap pemandangan lewat jendela di sam- pingnya.

Tut Tut Tut... Sepertinya keretanya akan segera berangkat," ujar seorang wanita yang duduk di depan Moza kepada anaknya.

"Acik," Seru seorang anak. Moza tersenyum manis melihat ekspresi kegirangan sang anak.

Lucu sekali, siapa namamu, Nak?" tanya Moza. "Oby," Jawab sang anak yang bernama Oby.

"Tampan sekali," puji Moza. Terimakasih Tante," jawab sang ibu.

"Ibu ayo Itananah, atu au suruh dinanah," ujar Oby

seraya menunjuk tempat bangku yang lain. Ibunya pun

hanya mengangguk tanda setuju. Lalu permisi kepada

Moza.

Moza mengelus perutnya yang masih rata. Tanpa dia sadari seorang pria menatapnya dari kejauhan seraya tersenyum.

"Permisi Nona. Boleh saya duduk di sini?"

"Ya, silakan," jawab Moza yang masih setia mengelus perutnya. Kali ini pandangannya ia lemparkan ke luar endela, melihat pemandangan di luar.

"Anda sedang hamil Nona?" tanya pria itu yang saat anti sedang duduk di samping Moza. Moza tidak menjawab. Moza tidak memedulikan pertanyan pria asing itu.

Mana mungkin Mark naik kereta api, mungkin suaranya saja yang sama, batin Moza.

"Kenapa Anda meninggalkan ayah dari anak yang saat ini ada dalam perutmu Nona? Apa Nona tidak ingin merawat anak Nona bersama dengan ayah kandung anak itu?" tanya pria itu lagi.

Moza terkejut mendengar pertanyaan pria itu, sonta kMoza menolehkan pandangannya ke pria itu. Semakin terkejut saat Moza melihat siapa pria yang sedari tadi duduk di sampingnya.

"Mark ...."

"Kenapa?" tanya Mark santai.

*Kenapa kamu di sini? Dari mana kamu tahu kalau aku.....

"Kalau kamu pergi untuk menghindariku dan memisahkan dengan anakku?" ujar Mark, menyergah ucapan Moza.

Dari mana dia tahu aku hamil? batin Moza.

"Kau kaget aku tahu?"

"Mark, aku sedang tidak hamil," jawab Moza

gugup. "Oh ya? Lalu apa dua hari yang lalu kamu pergi ke dokter kandungan? Untuk apa?"

"Aku-aku-ak...."

"Apa dia anakku Moza?" tanya Mark

"Apa maksudmu?" tanya Moza.

"Apa bayi yang kau kandung itu adalah anakku?" tanya Mark lagi.

"Kau kira aku wanita apa?" tanya Moza..

"Artinya itu anakku? Aku hanya memastikan saja anak yang di dalam kandunganmu anakku atau bukan."

"Aku..." Moza menghela nafas. "Iya, kau benar, ini bukan anakmu, tapi anak Lexi yang merupakan adikmu," ucap Moza berbohong. Mark menatap tajam Moza seraya tersenyum tipis.

"Sudah bisa kutebak, jalang sepertimu tentu tidak tidur dengan satu pria." Moza menatap tak percaya pada Mark.

Bastard CEO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang