♡ Merasakan ♡

25 5 1
                                    

《  Bahaya terbaik yang pernah kurasakan adalah menerimamu menjadi pangeran hatiku 》


"Aiiihh, Ca, ada apa antara kalian berdua? Kalian udah saling kenal? Kok Lu 'ga kasih tau gue?" Tanya Gita dengan wajah yang penuh keheranan.

Wajah Aleesha sudah berubah semerah tomat. Aleesha tak tau harus menjawab apa pada Gita.

"Jadi gini.. siapa nama kamu tadi? Gita ya?", tanya Kak Indra yang hanya dibalas anggukan ringan oleh Gita.

"Temen kamu ini, Si Ica, tadi pagi terlambat dan lari-lari sampai jatuh gara-gara terinjak tali sepatunya sendiri. Dan kebetulan gue lewat disampingnya dan refleks megang bahunya. Itu sama aja dengan yang namanya jatuh dalam dekapan gue kan?" Tanyanya sambil mengerlingkan mata dengan jahilnya.

Aleesha sudah tak sanggup menahan wajahnya yang mendidih. "Ta, uu.. udah yuk jajan, ntar keburu bel mm.. masuk," pinta Aleesha dengan tergugup karena seluruh tubuhnya sudah gemetaran.

Gita memperhatikan dua makhluk kasar didepannya ini dengan wajah yang penuh dengan ekspresi keheranan.

"Taaa, ayuuk..!" Tarik Aleesha pada pergelangan tangan Gita yang membuat Gita mengaduh kesakitan.

"Ii.. iya udah, jangan tarik-tarik dong, sakit tau, Ca!" Dengan wajah yang meringis karena kesakitan.

Mereka tidak memperdulikan adanya kehadiran Kak Indra lagi dan langsung melesat meninggalkan tempat yang Aleesha rasa membawa kesialan baginya itu.

Kak Indra hanya diam dan memperhatikan, seakan menonton drama di televisi. Ia menggeleng.

Gadis itu...
MENARIK
Batinnya.

●     ●     ●

Aleesha tidak dapat mengontrol suasana hatinya, moodnya naik turun.
Rasanya kepalanya penuh dengan air memdidih yang siap membuat tempurung kepalanya meledak.

Dengan tangan yang masih menggenggam pergelangan tangan Gita, Aleesha membawa sahabat sejatinya itu menerobos kerumunan siswa yang berkumpul di kantin.

"Aduh, duh, Caa, udah ihh sakit tauk, lu kira tangan gue ini terbuat dari besi?!" Gerutu Gita sambil melepaskan cengkraman tangan Aleesha di pergelangan tangannya.

Aleesha terdiam.

Kemudian membalikkan badannya, menghadap Gita.
"Ya ampyun, kamu kenapa zeyenk? Wajahmu merah banget, kayak kepiting yang baru direbus! Kawaii!!" Cubit Gita pada pipi Aleesha karena tidak tahan dengan kegemesannya sambil setengah berteriak.

"Ihh, Ta, aku malu tau. Ini semua gara-gara kamu nih! Kalo kamu ngga maksa aku tadi kan, ga bakalan gini kejadiannya," cibir Aleesha dengan bibir yang manyun karena pipinya masih dicubit Gita.

"Yeeee, main nyalahin aku. Lu juga salah tau, kalo lu cerita ke gue tentang kejadian tadi pagi bareng Kak Indra, aku kan ga bakalan maksa elu tadi," tanganya sudah selesai mencubit pipi Aleesha dan beralih ke kantung roknya untuk meraih sesuatu.

"Emangnya ada apa tadi pagi? Gue kepo kan jadinya, cerita dong ke gue. Tenang dulu, rilex aja bosqu." Lanjutnya sambil memberikan minyak aromaterapi ke Aleesha untuk menenangkannya.

Aleesha menghela napasnya.

Ia ragu untuk bercerita pada Gita, karena ia masih dirundung oleh rasa malu yang menggebu.
Wajar saja jika Aleesha bersikap berlebihan hanya karena jatuh dan dibantu oleh seorang lelaki.
Karena sedari kecil, ia tidak pernah dekat dengan lelaki, terkecuali ayahnya. Aleesha sangat menjunjung tinggi aturan antara lawan jenis dalam agamanya. Jadi ia sangat menjaga jarak pada lawan jenisnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 17, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Liebe DichTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang