3. His Morning Whiskey

13.3K 1.4K 72
                                    

Chapter 3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Chapter 3

Ponsel yang terletak di atas nakas sofa itu kembali bergetar untuk yang ke sekian kalinya pagi ini, dan yang Nicklaus lakukan lagi-lagi mengabaikannya.

Seakan tak terganggu sama sekali dengan getaran pada ponselnya itu, Nicklaus menyelonjorkan kakinya di bed sofa dengan segelas whisky di tangan kanannya.

"Menyingkirkan wanita itu?"

Entah sudah untuk yang ke berapa ratus kalinya Nicklaus bergumam sedemikian rupa.

"Wah, bagaimana bisa ia berkata seperti itu seakan-akan menyingkirkan kotoran dari sepatu?" celoteh Nicklaus, merinding sendiri dan langsung menyesap minumannya.

Drrtt drrtt

Sekali lagi, ponsel Nicklaus bergetar dan entah ada angin apa kali ini berhasil menarik perhatiannya yang sebelumnya melayang ke awang-awang.

Dengan mata yang sedikit menyipit, Nicklaus menjulurkan tangannya yang tidak memegang gelas untuk meraih ponselnya.

Dan Nicklaus pun menghela napas panjang begitu melihat siapa yang menelponnya sejak tadi.

Tua Bangka

Walau ragu, ia tetap menggerakkan jemarinya ke tombol hijau dan menjawab panggilan.

"NICKLAUS JAMES WALTON!"

Cepat-cepat Nicklaus menjauhkan ponsel dari telinganya dengan mata terbelalak kala suara seseorang di seberang sana menggema seperti ledakkan petir Dewa Zeus yang tengah murka.

"Hai—Kakek," sapa Nicklaus seraya memaksakan senyumnya karena entah mengapa ia merasa si Tua Bangka alias Kakeknya itu dapat melihat bagaimana wajahnya bereaksi walau sekedar melalui panggilan telepon.

"Bukankah kemarin sudah jelas aku katakan untuk datang ke ruanganku?! Kau juga mengatakan ingin menyampaikan sesuatu yang penting kepadaku dan Rose! Tapi kenapa saat di tengah-tengah kekacauan ini kau malah tidak datang di pertemuan yang begitu penting dan malah pergi kemana-mana seakan-akan tidak melakukan kesalahan apapun?!"

Sumpah Demi Tuhan, Nicklaus perlu ke dokter untuk memeriksa telinganya setelah ini.

"Kakek, tenang—"

"Bagaimana aku bisa tenang!?" Damian—Kakek Nicklaus, memotong. "Apa kau tahu betapa sibuknya Rose mengurus segala kekacauan yang telah kau buat?! Di tengah kesibukkannya itu pun ia menyempatkan diri datang untuk menemuiku dan bertanya hal apa yang ingin kubahas. Bagaimana aku bisa berbicara hanya dengan Rose kalau kau sebagai pewaris perusahaan saja tidak datang!?"

Mata Nicklaus mengerjap beberapa kali.

"Rose datang? Apa maksud Kakek—"

"Iya! Cucuku yang satu itu memang selalu perhatian. Dan satu lagi, dia selalu jauh lebih pintar darimu!"

The CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang