Karena perintah datang langsung dari manajer, alhasil Titin merasa kejebak permainanku yang menurutnya hobi melancong dan mencari perhatian. Pertama melangkah menemui Cinta, "kamu tuh udah bikin jam kerja dia keganggu, sadar ga sih?" maki Titin ketika mendengar kabar aku bekerja membantu proyek kerja Cinta. "Oiya jangan lupa juga kamu cuma anak, gak perlu banyak tingkah!" lanjut Titin sambil bersikap seperti ibu tiri yang hilang akal.
Kedua jelas kali ketika aku melangkahinya tanpa ijin, pergi menemui manajer yang terkenal ketus dan tidak sungkan untuk blak-blakan membahas perkara apapun. Jelas Titin takut jika aku mengadu, alhasil kali ini dia tidak langsung mengambil sikap kecuali memperhatikan setiap gerak langkahku sambil memberi tatapan jijik. Aku tidak enak hati, tapi nasi sudah jadi bubur. Ini menjadi jalan bagi Titin yang memiliki ekspektasi respek sekelas CEO kenyataan hanya karyawan untuk membombardirku tanpa kenal lelah.
"Bukan Inang seharusnya kamu panggil dia, tapi Mba atau Ibu Inang," katanya setelah mendengar percakapanku dengan sekertaris direktur. "Inang bukan artinya ibu?" aku acuh saja, capai hati juga meladeni wanita kurus kerempeng ini. "Mau artinya apa kek, kamu harus panggil dia pakai ibu atau mba!" Aku kemudian masih acuh menjawab, "lah kalau panggil Ibu Inang kaya lagi ceramah depan posyandu, ibu-ibu inang-inang sekalian," lalu aku langsung melenggang pergi sambil memperlihatkan senyum kemenangan. Titin geram, langsung mengadu pada satu departemen mengabarkan ketidaksopananku. Sejak hari itu orang-orang mulai berkubu, bagian yang berusaha netral saja dan bagian yang solider dengan Titin untuk membombardirku dengan ejekan kalau aku hanya anak magang, tidak perlu banyak tingkah.
Tidak lama kemudian, Titin mendatangiku dan menegur soal gaya berpakaianku. Katanya aku tidak perlu pakai blazer segala, tidak perlu belaga rapih atau super gaya karena lagi-lagi aku hanya anak magang, "jangan sampai orang mikir kamu itu siapaa gitu," katanya sambil tersenyum jijik menekankan lagi-lagi aku hanya anak magang yang sok. Aku diamkan saja, hari itu manajerku sedang menugaskan sebuah proyek besar untuk diselesaikan dan jelas aku tidak mau mengecewakannya dengan menunjukkan ketidakprofesionalanku dan menghamburkan waktu demi berselisih dengan karyawan lain. "Oke," singkat aku menjawab. Tidak sampai satu jam ketika kembali blazerku yang baru dibahas oleh Titin sudah menghilang, tidak lagi tergantung di samping meja kerjaku. Aku menarik nafas panjang, berusaha kembali fokus pada tugas kerjaku. Paling nanti juga dia kembalikan lagi, batinku dalam hati.
Nyatanya bukan mengembalikan, tapi Titin bahkan tidak mengakui kalau dia mengambil blazer dari meja kerjaku. Aku makin panas hati.
Gemes ga sama karyawan kaya gini?
Atau malah gemes sama Soé yang banyak tingkahnya?
Yuk vote yang mau lanjut :)
YOU ARE READING
Gila Hormat
Short StorySoé bertemu kali pertama dengan calon mentor untuk program maganya di perusahaan Eropa raksasa yang juga membangun markas di tanah air itu. Di awal Soé berasumsi bahwa sepertinya wanita ini baik dan bersedia mengajarkan banyak hal yang perlu Soé pel...