Tapi ya sudahlah, pikirku dalam hati. Paling dia sekedar mau kasih pelajaran karena aku tak bersedia pola birokrasi ataupun hierarki yang ada di kepalanya, atau mungkin yang menjadi sistem dalam perusahan. Naas juga sebenarnya jika harus membayangkan, tapi aku memutuskan untuk terjun artinya walau jatuhnya sakit aku harus rela merasakan. Hari itu aku pulang ke rumah dengan pikiran bahwa sebenernya Titin harus dikasiani saja daripada dijadikan lawan.
Besoknya aku datang ke kantor tepat pukul setengah sembilan. Titin tidak disangka sudah duduk manis dimejanya. Tumben banget, biasanya baru muncul jam setengah sepuluh, kataku dalam hati. Ternyata Titin datang cepat karena memiliki janji meeting dengan kepala HRD, yang baru aku ketahui setelahnya karena pertemuan itu menyangkut diriku. Persis sebelum jam makan siang, salah satu karyawan HRD yang bertanggung jawab atas anak-anak magang, Anggi, menghubungiku dan memintaku datang ke koperasi di lantai 3 menemuinya saat itu juga. "Ada apa emang Nggi?" Tanyaku pada Anggi, tapi katanya dia harus langsung bertemu denganku.
"Titin barusan laporin kamu ke manajer HRD, tapi aku punya kesempatan buat bantu kamu jelasin masalahnya kalau kamu mau terbuka sama aku, jadi ada apa sebenernya?" Anggi langsung menyerangku dengan pertanyaan ketika kami bertemu di koperasi. Aku bingung tapi juga tidak bingung, apa pula maksudnya ini. "Aku sebenarnya bisa menduga aja suatu hari bakal dilaporkan negatif oleh mentor kacangan itu, tapi untuk masalah apa dan mengapa aku juga gak paham Nggi," kataku mencoba jujur.
"Kamu adu pendapat?" Anggi berusaha meluruskan cara berpikirku. "Waktu dia ngomel karena aku panggil Inang gak pake embel-embel ibu, itu doang paling," kataku berusaha mengingat. Anggi diam, mencoba berpikir. "Tapi kemarin setelah dia ngomel soal gaya pakaianku, blazer aku lenyap, sampe sekarang masih belum balik sih."
"Soé, dia laporin kamu buat masalah yang lebih besar. Dia bilang kamu menjual data-data perusahaan ke kompetitor, tolong bilang sama aku kalau itu fitnah?" Anggi angkat bicara, aku kaget bukan main. "Data macam apa yang bisa aku curi sih Nggit? Kamu tau sendiri data macam apa yang bisa diakses sama anak-anak magang kan?" Kataku kemudian. "Menurutnya kamu mengambil data dari komputer Cinta ketika kamu merajuk minta diikutsertakan dalam proyek pekerjaannya. Gak cuma Titin, Cinta juga melaporkan kamu."
Aku langsung menelan ludah. Aku memang sempat diijinkan bekerja di komputer Cinta untuk membantunya mengerjakan proyek pengkodean sistem iklan di website. Yang artinya aku memang secara sadar tahu dan sempat melihat tentang kode-kode algoritma rahasia yang dikembangkan perusahaan demi menaikkan traffic website perusahaan ini.
"Cinta sengaja memberiku proyek untuk menjebakku, Titin langsung menarikku karena jebakan ini hanya boleh berlangsung tidak lebih dari satu hari," kataku mencoba menjelaskan pada Anggi. "Sial," aku merasa terjebak sekarang. Aku langsung melihat kontrak kerjaku dan mengkaji dari segi hukum ketenagakerjaan, mencoba memahami hak-hak perlindungan anak magang sepertiku.
Menurut kalian betul ada hukum yang melindungi anak magang biar gak seenak hati dipermainkan oleh mentornya?
Masih mau lanjut? Vote yukk ;)
YOU ARE READING
Gila Hormat
Short StorySoé bertemu kali pertama dengan calon mentor untuk program maganya di perusahaan Eropa raksasa yang juga membangun markas di tanah air itu. Di awal Soé berasumsi bahwa sepertinya wanita ini baik dan bersedia mengajarkan banyak hal yang perlu Soé pel...