1

23 2 4
                                    

Seorang gadis berjalan sambil bernyanyi kecil menyusuri trotoar menuju terminal bus yang berada beberapa meter didepannya.
Terminal sudah dipenuhi oleh orang-orang yang seumuran dengannya dan menggunakan seragam yang sama seperti yang dia kenakan.

"Inara!" panggil seseorang yang berlari kecil dari belakang Inara.
Inara yang tadinya bernyanyi langsung berhenti dan berbalik kearah pemilik suara.

"Pagi sista." sapa Gea yang disambut dengan senyuman dan anggukan dari Inara.
Bukan hal yang asing lagi bagi Gea ketika sapaan cerianya hanya dibalas dengan anggukan dan senyum tipis dari Inara. Inara bukanlah cold girl, dia bukan orang yang cuek, dia perhatian, bahkan sangat perhatian, dia hanya memiliki penyakit yang namanya pendiam akut. Inara hanya berbicara seperlunya, bahkan dikelas dia hanya akan berbicara ketika mengambil absen dan menjawab pertanyaan yang diberikan guru. Bahkan dengan Gea sahabatnyapun dia hanya membicarakan hal yang seperlunya.

"Ra! gue minta pr lo ya, pliss.... Ya ya ya." rayu Gea dengan muka sok imut yang sebenarnya memang imut.

Inara yang melihat kejadian ini mengangguk sambil mencubit pipi sahabatnya itu.

"Aduh! Sakit tau, lo ma kebiasaan." Ringis Gea sambil memegang pipinya.
Inara hanya tertawa pelan mendengar ringisan sahabatnya itu.

Kring krriingg krrriiinggg

"Ra ngantin yuk, Gio sama yang lain pasti udah nungguin kita." ajak Gea pada Inara sambil membenarkan letak roknya yang agak sedikit miring.

Inara yang tadinya ingin mentrek resleting ranselnya langsung menghentikan kegiatannya ketika dia mendengar nama seseorang. GIO! Hanya mendengarnya saja membuat Inara merasakan senang, gugup sekaligus sakit, walaupun nama itu sudah berulang-ulang didengarnya selama 3 tahun bersekolah di SMA Cendrawasi tetapi efek dari mendengar nama itu sama sekali tidak berkurang.

"Ra! Kok ngelamun sih, ayuk." ucap Gea sambil menarik tangan Inara.
"Eh.." Inara hanya pasrah ditarik oleh Gea, sebenarnya dia tidak sepenuhnya pasrah, ada rasa senang dibenaknya karena akan segera melihat wajah Gio, walaupun hanya beberapa saat saja kesenangan itu hadir dan kemudian berubah menjadi rasa sakit.

Sesampai dikantin Gea berlari terlebih dahulu meninggalkan Inara yang berjalan dengan gugup dan duduk disamping Gio. Ketika melihat Kejadian itu hati Inara sangat sakit, air matanya sudah mau menetes, tetapi ditahannya dengan sekuat tenaga.
e

ss!!" sapa Gea ceria

"Hai Gea cantik." balas Bagas sahabat Bara.

"Eh... Inara ayo sini." panggil Varen. "Kebiasaan lo Ge, ninggalin Inara kalo udah di kantin." sambung varel ketika Inara sudah duduk disampingnya.

"Hehehe maaf deh, Inara kamu maafin aku kan??" ucap Gea sambil cengengesan.

Inara mengangguk sambil tersenyum kaku karena dari tadi Gio selalu memperhatikannya.

"Kalian kayak nggak tau Gea aja, dia kan kalo liat Gio kayak liat pangeran berkuda poni." ucap Bara dengan senyum jahilnya.

"Ih! Apaan sih, bagi aku tuh pangeran aku cuman babang Chang Wook doang." ucap Gea dengan wajah merona

"Ia, babang Chang Wook lo didunia imaji, babang Gio di dunia asli, bener nggak Yo?" ucap Bara dengan senyum jahil sambil melihat Gio yang sedang tersenyum.

"ihhhh! Apaansih kalian, amit-amit gue mau sama makhluk kayak dia." seru Gea dengan tampang seperti ingin muntah.

"Nggak suka tapi kok blushing?" ucap Gio skakmat sambil menoel pipi merah Gea yang langsung di tepis oleh sang pemilik pipi sambil mengeluarkan seribu satu sumpa serapah.

"Kalian tuh udah cocok banget tau, pacaran gih." kata Bara yang gemas dengan tingkah keduanya.

Selama pertengkaran romantis Gea dan Gio ada seseorang yang dari tadi sedang meremas rok seragamnya sambil memaksakan senyum.

Bagi Inara, pemandangan ini sudah menjadi menu makan siangnya di kantin. Melihat tatapan penuh cinta Gio terhadap Gea, melihat pipi Gea yang terus memerah ketika dirayu, melihat teman-teman Gio yang mendukung hubungan mereka, walaupun Gea mengatakan tidak, tapi semua orang tau kalau dia juga memiliki rasa yang sama seperti Gio.
Dan semua itu membuat hati Inara perih, rasanya seperti garam yang sengaja di tabur diatas luka yang terbuka, ingin sekali Inara pergi dari tempat itu, tetapi itu tak bisa dia lakukan. Dia tak bisa membiarkan ego mengalahkan dirinya.

"Kamu mau pesan apa Ra?" suara Varen mengagetkan Inara dari lamunannya.

"Hah? Eh... Mmm.... samain aja deh." ucap Inara gelagapan. Bagaimana tidak, dia ketahuan sedang melamun sambil menatap Gio.

"Oke deh." Varen langsung bangun dari duduk dan pergi kearah tempat pemesanan.

Selang beberapa menit, pesanan merekapun datang.

"Selamat makan." seru Gea sambil melahap makanannya

"Uhk..... Uhk...." Gea terbatuk akibat makan terburu-buru.

"Aduh Ya, kamu kebiasaan deh." tegur Gio sambil mengambil es teh dan memberikannya kepada Gea. Tidak sampai disitu saja perhatian Gio, dia mendekat dan memijit pelan punggung Gea untuk mengurangi batuk Gea.

"Heheheh maap, habisnya gue laper sih, keluar banyak energi karena berantem sama kamu." ucap Gea disertai dengan perubahan ekspresi secara cepat dari cengengesan menjadi sinis.

"Kamu tuh ya, makin tambah sayang deh." gemas Gio sambil meremas kedua pipi chubby Gea dengan satu tangan

"Anjir Yo, sakit tauk." sungut Gea

"bisa nggak, kalian rukun semenit aja, kita lagi makan loh." sindir Varen yang sudah jengah dengan tingkah kedua makhluk aneh didepannya.

Sontak keduanya langsung diam dan kembali memakan makanan mereka masing-masing.

Sementara Inara, seperti hari-hari sebelumnya, dia makan dengan diam sambil melamun memikirkan Gio. Memikirkan kesetiaannya selama 3 tahun, dia tidak menyalahkan Gio karena memang ini bukan kesalahan Gio. Ini adalah kesalahannya yang tidak berani mendekati Gio terlebih dahulu. Alhasil dari awal dia masuk SMA Cendrawasih, dia TIDAK pernah berbicara satu kali pun dengan Gio. Inara memang pendiam akut tapi bukan berarti dia tidak berbicara dengan orang lain, dia akan menjawab jika ada yang bertanya, dan dia akan bertanya jika ada yang dia tidak ketahui, meskipun dengan kosa kata yang minim.
Lantas bagaimana dia begitu menyayangi Gio? Dia adalah pengagum rahasia Gio, dia tau semua tentang Gio. Dia sangat mengagumi sosok Gio yang baik, dan rendah hati.

Kring krriingg krrriiinggg

"udah bel, yuk ke kelas masing-masing." ajak Bara yang dibalas dengan anggukan dari yang lain.





Hay hay gaes😍
Ini cerita pertama aku, semoga suka ya😆

Love you all❤

Silent LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang