Akankah kesedihan ini

1 0 0
                                    

Semua pergi begitu cepat!!!

Hati Raina yang terus menyesak, meninggalkan kepedihan yang amat tak kujung redah. Dengan bola mata yang terlihat masuk kedalam pelopak mata, membuat dunia yang terlihat kabur. Hati yang ingin berteriak sekencang mungkin, melepas keberatan yang ada di otak pemikiran.

"Sudah, sudah" ucap seseorang yang tak jauh keadaannya hampir sama denganku saat ini, tapi hebatnya dia yang mampu menyembunyikan semua kesedihannya, meski dialah yang benar-benar terpukul yang amat sangatnya.

Banyak tamu yang mulai datang kerumah Raina. Semua datang dengan hati yang turut berduka cita. Dan bendera merah tanda ada sebuah kematian yang terpangpang bergibar di depan rumah Raina.

Raina yang auto masuk ke dalam kamar karena melihat banyak tamu yang satu persatu sudah datang dari pemakaman.

"Ayah, ayo ayah cepat nanti telat berngkat ke sekolah" tepuk ku pada punggung ayah beserata rasa khawatir yang membuat terasa sedikit sakit.

"Iya, iya ini sudah cepat, hanya saja ini sepada tua, tidak bisa untuk mengendarai terlalu cepat" jawab ayah yang tak kalah takut si anak akan terlambat.

"Yah terlambat" desuh Raina yang kecewa dan sedikit mentalahkan ayahnya.

"Ini semua gara-gara ayah, coba kalau tadi mengendarainya sedikit begitu cepat, pasti tidak akan terlamabat" ucapnya dalam hati dengan kedua tangan yang sedang memengang sapu lidi hukuman menyapu sebagian halaman.

Mata yang membelak begitu lebar dengan pikiran yang kosong membuat dunia tak ada isinya dan semua terasa berterbangan di udara.

Dan pikiran yang tiba-tiba tersadar dari khayalan ku. Dan mata yang auto langsung terpejam begitu kuatnya mengukir penyesalan yang menusuk begitu tajam dan menyesakkan.

"Ayah , kenapa pergi? Apa ayah sudah tidak sayang lagi dengan ku? Apa ayah marah karena aku pernah melawan kata-katamu? Yang sering meyalahkanmu? Ayah aku belum sempat menyatakkan betapa aku akan membutuhkan kehadiranmu."
"Ayah aku belum sempat membelikannmu sepada yang berumur muda untuk mu, aku sudah pernah berjanji saat aku di hukum karna ayah yang mengantarku telat ke sekolah, memberikan ayah sebuah motor yang mudah untuk di kendarai"
"Kenapa rasa amat mencintai ini datang di saat aku sudah benar-benar kehilangan, kenapa harus ada?" "

Hati yang terus berseru dengan keadan yang terus menekan ke semua tubuh. Hati yang diam-diam meyesak dengan tekanan yang masih sanggup ku tahan. Mata yang mulai melepas paksaannya untuk tertutup, ku rasa cukup rilex dengan tubuh ku yang terbaring di atas tempat tidurku. Semua yang ku pikirkan membuat batin ini sangat lelah, dan raga yang mulai terlelap tidur, dan melepas segala dan semua beban yang bersamaku.

"Ayo makan!" Serunya menyuruhku makan. Pada saat aku yang sedang bermain handphone dengan begitu kesalnya hati ini membrontak dengan tiba-tiba. Seakan hati ini tak mau tersangkutpaut atas pemberontakan gila.

Mata yang terbuka dengan tiba-tiba dan nafas yang mendesis tak karuan menyesak dengan sangat dalam. Ku raih bantal guling yang berada di sampingku dan menutup wajah ku karena air mata yang auto keluar tanpa henti membuat suara keluar dan terhenti oleh guling yang sedang ku dekap di wajahku. Berharap tak ada yang mendengar tangisanku.

"Terkadang mengikhlaskan itu sulit, merelakan tak semudah mengatakannya, tapi semua yang terjadi, suka maupaun duka, adalah takdir yang tak dapat lagi dipungkiri. Semua sudah menjadi kehendak tuhan pencipta yang maha membolak-balikkan hati.
Mungkin saat ini kita menyia-nyiakan sesuatu yang sama sekali terlihat tidak berharga, tapi mengapa di saat waktu berganti mengucapkan selamat tinggal meski hanya pergi untuk sesaat semua sudah berubah menjadi kerinduan. Apalagi pergi untuk selamanya dan takkan pernah kembali.
Yah itu semua adalah kehendak tuhan yang maha membolak-balikan hati makhluknya"

Ku teringat dengan ucapan pencermah yang pernah ku datangi bersama dengan teman-teman ku. Meski pada saat itu aku tak seberapa mendengarkannya karena sibuk berbicara dengan teman-temanku, tapi pengetahuan ini langsung berbaur dengan pemahaman dalam otakku.

"Tidak! Jangan seperti ini!" Brontakku dalam diriku sendiri.

"Raina ada teman-teman sekolahmu datang."

Seseorang yang membuka pintu kamarku melihat ku sudah terlihat sangat segar dari sebelumnya. Duduk di depan kaca dengan olesan sedikit bedak membantuku untuk tidak terlihat lemah.

"Wah sudah cantik, ya begitu seharusnya, belajar ikhlas, belajar merlakan" nasihatnya

"Ahh jangan gitu mabk, perkataanmu membuat air mataku akan keluar, apa mbak mau aku nangis lagi?" Ucap ku dengan sedikit merasa sedikit di ejek dengan kata-katanya.

"Oh iya-iya jangan nangis lagi nanti bedaknya luntur kan mubazir nanti." Ejeknya lagi

"Ah" desisku
"sudah-sudah" pintaku
"Ada apa kesini?" Tanyaku.

"Itu ada teman-teman sekolah mu" jawabnya dengan beranjak keluar

Menemui mereka yang berwajah tak dapat ku tebak. Entah mereka datang untuk berduka bersamaku atau berada di sisiku menyemangatiku. Yang pasti kupahami mereka akan selalu menyemangatiku.

Semua berlalu dan berjalan dengan baik. Usaha menyembunyikan kesedihan menutup rapat kepiluan yang tak kunjung henti. Terlihat semua lebih mudah terjalani.

Yah mengikhlaskan terlalu sulit tuk terjalani.
Tapi dengan merelakan semua akan terlihat mudah untuk di ikhlaskan.

Tidak untuk meratapi! Tapi untuk bangkit dan berjuang yang terbaik!!!

@Fauziah_1005
#foryou130602

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 02, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

kumpulan cerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang