Bab 1: Awal

15 1 3
                                    


"Ketika rasa kemanusiaan hilang  pada diri seorang insan, maka petakalah yang akan menghampirinya"

-Fake Smile :)-

***

Langit senja hadir dalam balutan awan-awan disekelilingnya.  Sahutan burung-burung menandakan bahwa waktunya bagi mereka untuk pulang ke sangkar masing-masing.  Tetapi berbeda dengan Wahyu.  Sejak keluar dari kelas tambahannya, dia sibuk melirik keselilingnya dengan tatapan waspada.  Seolah-olah dia merasakan ada seseorang yang mengikutinya. 

"Hei,  bocah! " seorang remaja laki-laki bernama Brian berserta dua konconya tengah berdiri di dinding sebuah rumah kosong.  Mereka menatap liar ke arah Wahyu seakan memiliki maksud terselubung. 

Kaget melihat mereka bertiga di depannya,  Wahyu buru-buru lari.  Menyaksikan respon mangsanya begitu,  Brian tidak tinggal diam.

"Tangkap tu bocah" perintahnya kepada Liam dan Afri.  Keduanya menuruti dan langsung mengejar Wahyu. Liam malah lebih sadis lagi,  dia menendang kepala Wahyu  hingga dia terjatuh ke tanah.  Kemudian mengambil paksa tasnya. 

"Ja..jangan! Kumohon! " Wahyu mencoba melawan,  tapi ditahan oleh Afri.  Tubuhnya yang kurus tak sebanding dengan postur tubuh Afri yang terkategori berisi dan memiliki ketahanan yang lebih darinya.  "Kumohon! " pinta Wahyu menangis.

Ketika Liam memberikan tas itu kepada Brian, lalu mengobrak-abrik isi tas Wahyu,  dia lantas tertawa. "Wah.. Wah..  Lihat apa yang aku temukan" dia lantas mengeluarkan sebuah bros permata indah. "Memang betul dia tidak ada uang untuk kita, tapi lihat ini.  Ini jauh lebih berharga daripada uang yang kau berikan untuk kami" ucap Brian sambil memainkan bros itu dengan memperlihatkan raut wajah liciknya.  Saat bros berhias permata putih itu dia masukkan ke dalam sakunya,  Wahyu spontan berteriak sambil terus melawan.

"Kumohon jangan ambil itu!  Kumohon!  Itu harta paling berharga bagiku! "

"Heee...." Brian melirik Wahyu yang masih dalam pertahanan Afri.  "Hm... Harta paling berharga ya... Berarti bisa aku jual nih" katanya sembari memberi kode kepada kedua konconya.  "Kalian urus dia,  buat dia sampai gak bisa ngejar kita"

Begitulah kira-kira yang dapat ditangakap Wahyu dari gerak bibir Brian. 

Ketika keduanya mendekati Wahyu,  Wahyu perlahan mundur.  Namun itu membuatnya semakin takut.  Pasalnya kedua konco Brian semakin dekat dan tanpa basa-basi langsung memukuli hingga menendang kakinya sampai mengeluarkan darah.  Dalam seketika,  Wahyu pun lemas. Tubuhnya sulit digerakkan, napasnya tidak beraturan dan hampir di semua sisi kulitnya mengeluarkan darah.  Perlahan-lahan,  pandangannya memudar dan berakhir menjadi gelap gulita. 

Apakah aku akan mati di sini...?
Nenek,  maafkan aku... 

Batinnya terasa tidak tenang namun raganya tidak bisa berkompromi. Wahyu pun  pasrah.  Ketika hujan turun dengan derasnya,  dia hanya dapat memejamkan mata.

Berharap waktu dengan cepat bergulir.

***






.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


Kayaknya part kali ini pendek kali ya..  😅
Yah... Setidaknya buatlah..  Daripada tidak.
Semoga aja kalian suka :D

Klu ada komen,  saran dan kritik silahkan.. 
Karena saya,  selaku Author, dan sebagai manusia biasa,  tentu ada khilaf dan salah :)

Mohon dukungannya ya! 😁✊

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 24, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SuicideTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang