dua

22 2 2
                                    

Pagi harinya, ia melakakukan rutinitas seperti biasanya, pergi kuliah pulang sore atau pulang larut.

Saat akan kembali ke kost-nya, mobil putih berhenti tepat disampingnya, sudahlah Tyas terlalu letih untuk hari ini, syukur-syukur saja hari ini dia tidak banyak melamunkan laki-laki itu karena sibuknya dengan mata kuliah.

“Pulang? Bareng aja” ucap laki-laki yang itu setelah menurunkan kaca mobilnya.

Lagi-lagi dosennya itu mengajaknya pulang bersama.
Bukan karena takut akan sesuatu hal yang terjadi, ia tau laki-laki itu seorang dosen, bahkan seumuran dengannya, tapi untuk hari ini ia sudah lelah bila harus dibuat risih, karna jika ia mengiyakan ajakannya pasti laki-laki itu tidak akan membiarkan keheningan di mobilnya.

“Sebelumnya makasih pak..”

“Kan saya udah berapa kali bilang, kalo bukan jam mata kuliah saya, panggil aja nama, Andrian.” Potong laki-laki itu.

“Hmm, makasih sebelumnya Dri, tapi hari ini Tyas mau meet sama temen-temen dulu” ucapnya ragu karena ia berbohong.

Sebenarnya hari ini ia hanya ingin menyesap Milkshake favoritnya di cafe seperti biasanya.

“Yaudah kalo gitu, hati-hati ya, saya duluan” nampak raut kecewa dari laki-laki itu.

Ah, akhirnya ia terbebas dari ajakan dosennya. Mobil itu perlahan melaju meninggalkan area kampus.
Lagi-lagi, ia menyesap milkshake favoritnya di spot favoritnya.

Langit mendung kali ini, sebentar lagi sepertinya hujan akan mengguyur ibu kota.

Jika tentang hujan, ia teringat tentang kota asalnya, kota hujan. Kota yang pernah menjadi saksi bahwa seseorang telah menorehkan bahagia di hidupnya, bahwa seseorang selalu membuat jantungnya berpacu lebih cepat.

Kota hujan, ia rindu Bogor.

Tidak ingin sebenarnya ia tinggal di Ibu Kota, lalu bagaimana lagi jika study-nya mengharuskan ia menyewa kost disekitaran kampusnya.

Benar saja, kini hujan mengguyur deras. Beberapa pengendara motor sibuk mencari tempat meneduh, salah satunya depan cafe ini, dan kini spot favorit Tyas dengan kaca besar tertutupi tubuh beberapa orang yang meneduh.

“Gak usah jemput, ini mendung nanti kehujanan, aku bisa naik angkot kok” ucap Tyas mengadah langit yang mendung.

“Ini udah siap tinggal berangkat, tunggu disitu yaa” ucap laki-laki di seberang sana dengan teleponnya.

“Yaudah deh, aku tunggu, jangan lupa pake jaket yaa!”
“Siap bawellll! Tunggu yaa!” lagi lagi laki-laki itu membuat dadanya berdesir hangat.

Tidak lama, motor dengan laki-laki yang menggunakan helm putih dan jaket hitam terlihat.

“Lama gak?” tanya laki-laki itu setelah membuka kaca helmnya.

“Engga kok, ngebut ya?” selidik gadis yang berdiri dengan keempat temannya.

Laki-laki itu hanya tertawa kecil sebagai jawaban.

“Ehmmm!!!!!”

“Mbaaaa, disini masih ada orang” Ucap Aena

“Dunia milik berdua ya, yang lain cuma ngongtrak” tambah Audry

“Besok nyari doi ah, biar ada yang jemput juga” ucap Dea yang menjadi gelak tawa bagi ke-enamnya.
Setelah pamit, Tyas pulang dengan Laki-laki itu.

Namun, sepertinya langit sudah tidak kuat menanggung air hujan, gerimis mulai menetes.
“Engga berhenti dulu kak?” ucap gadis dibelakang boncengan motornya.

Setelah bersama hampir setengah tahun, gadis itu masih saja belum biasa memanggil laki-laki itu dengan nama, untungnya laki-laki itu masih mengizinkan untuk memakai embel-embel ‘kak’.

“Gapapa, baru gerimis kecil. Gak kehujanan kan?” tanya laki-laki itu dengan sedikit keras agar gadis diboncengannya mendengar pertanyaannya.
“Engga kok” jawab gadis itu.

Tanpa terduga, tangan laki-laki itu meraih tangan gadis diboncengannya, lalu dilingkarkan di pinggangnya.

Senyum terukir di balik helm laki-laki itu. Namun, lain hal nya dengan gadis diboncengannya, jantung gadis itu berpacu lebih cepat, perutnya pun terasa bagai banyak kupu-kupu yang berterbangan.

Setelahnya, gadis itu pun ikut tersenyum dan membenamkan wajahnya di bahu laki-laki itu.
Selalu, selalu tentang laki-laki itu.

Ia pun selalu bertanya, mengapa sulit sekali menghapus laki-laki itu dari hidupnya, mengapa sulit sekali menghilangkan kenangan yang sudah lama terjadi?

Ia rindu Kota Bogor, namun jika ia kembali walaupun beberapa hari saja, lukanya yang belum mengering itu pasti bagai tersiram air cuka lagi.

Rumah banyak menyimpan apapun tentang dia.

“Ini udah depan gang, terus kemana lagi?” tanya seorang di sebrang dengan telepon

“Masuk, Tyas tunggu di depan rumah, dari gang gak jauh kok”

Senyumnya ia paksakan mengembang, melihat kedatangan laki-laki itu dengan seorang wanita yang tingginya berbeda sedikit dengan ia.

“Kak Zulfa? Ayo masuk”

“Iya, tunggu dia parkirin motor dulu”

Mereka bertiga masuk ke dalam rumah Tyas.

“Mau minum apa? Teh, sirup atau kopi? Jangan kopi ya? Terlalu pahit untuk pertemuan yang manis seperti ini hehe”

“Yeu dia yang nawarin”

“Oke, sirup aja ya? Biar pertemuannya semakin manis hehe”

Lagi-lagi ia memaksakan senyuman di wajahnya.
Setelah membuat sirup untuk kedua tamunya, ia ikut duduk disamping gadis bernama Zulfa itu.

Yang katanya menjadi wanita yang disukai laki-laki yang duduk di seberang sofa yang ia tempati.

Melihat laki-laki itu, ia salah fokus dengan apa yang dikenakan laki-laki itu. Hoodie hitam dengan sablon di dadanya.

“Itu cukup Hoodie nya”

“Iya, kan pesennya ukuran M”

“Mana ada kado ulang tahun request dulu, berasa mimin olshop yang nawarin Hoodie”

Gadis disampingnya hanya tersenyum kikuk mendengar celotehan Tyas, seketika keadaan di ruang tengah rumahnya awkard.

“Eh? Kak Zulfa mau tau tentang apa?”

“Hmm bingung, ceritain aja deh setau Tyas, nanti juga sendirinya Zulfa nanya”

“Oke, mulai dari hmm, Jadi dulu tuh waktu masih kelas 1 SD bareng terus sama dia, bisa dibilang sahabatan gitu, bener deket banget, tiap hari main bareng sama dia, terus pas Tyas pindah rumah kesini, kita jarang main lagi, deket pun ya gitu-gitu aja, padahal dulu sering tidur bareng-bareng gitu hehe, SMP juga beda sekolah, jadi makin renggang gitu, ya kebetulan sekarang satu SMA”

“Terus kemaren juga denger dari dia tuh” ucapnya sembari menunjuk laki-laki di seberangnya dengan tatapannya.

“Pulang dari Jakarta, sehari atau dua hari kak? Dua hari ya? Dia nembak cewe itu, terus digantung seminggu, gak kurang kering gimana coba ya? Dan setelah seminggu nunggu, akhirnya ditolak dengan dalih dianya udah punya pacar. So sad”

Adzan ashar berkumandang, laki-laki itu pamit sholat ashar di masjid dekat rumah.

“Yas, Zulfa boleh titip sesuatu?”

“Zulfa jauh kan nih sama dia, kalo Zulfa titip dia gapapa? Maksudnya Tyas yang jagain dia gitu”

Ia akan menuntaskan rindunya, lusa ia akan pula
ng ke Kota Hujan.

-


moga moga bisa bedain mana yang flashback yaa!

OuranóTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang