Aul's Wedding [1]

89 8 0
                                    

Aku kembali berutinitas seperti biasa, setelah weekend kemarin aku sibuk mengantar Alea berkeliling kota.  Padahal seharusnya weekend kemarin adalah hari kemerdekaan untukku. Menyesal aku tidak meminta bantuan Sam untuk mengantar Alea.

Kini aku berangkat diantar oleh kak Dimas. Seperti kataku, bahwa kak Dimas akan tinggal di sini untuk sementara waktu sampai dia mendapatkan pekerjaan dan rumah kontrakan yang layak. Sekarang kak Dimas juga bekerja sebagai dosen di kampusku, dosen seni di jurusannya Asa. Seni musik.

“Kaya nggak ada kampus lain aja sih, kak? Kenapa harus di GU??”

“Kan biar kak Dimas bisa sekalian jagain kamu.”

“Males banget udah gede pake segala dijagain.”

“Kamu itu udah kakak anggap sama seperti Aza.”
“Iya terserah.”

Sesi debatku dan kak Dimas berakhir ketika mobil yang kami kendarai tiba di parkiran. Aku langsung turun dan langsung melangkahkan kaki menuju kelas. Malas jika harus dekat dengan kak Dimas. Bisa-bisa debat capres-cawapres aja kalah hebohnya sama debat antara aku dan kak Dimas.

“Zi!!!”

Seseorang memanggilku. Aku berbalik dan kulihat Aul sedang berlari ke arahku.

“Ada apa, Ul?”

Bukannya menjawab, tetapi Aul malah menyodorkan sesuatu kepadaku. Sebuah undangan. Dalam hati aku bertanya-tanya, undangan siapa???

“Lusa datang, ya??”

“Tunggu dulu, Ul, emangnya ini undangan siapa??”

“Coba baca,”

Aku membaca nama mempelai yang tertera di kertas undangan tersebut, dan hal itu sukses membuat mataku membulat sempurna.

“Kamu mau nikah sama Riyan???” Teriakku tak percaya.

“Iya, jangan lupa datang, ya?”

Aul sudah berjalan lebih dulu. Sementara aku masih diam di tempat dengan segala keterkejutanku.

Aul akan menikah dengan Riyan?? Bagaimana bisa?? Maksudku, mereka kan sering putus-nyambung putus-nyambung, terus kenapa bisa sampai ke pernikahan segala??? Kenapa juga harus dadakan???

“Aulia Pratama!! Kamu hutang banyak cerita sama aku!!”

***

“Sebenernya udah lama aku mau kasih tau soal ini ke kamu, tapi sepertinya aku belum bisa nemu waktu yang tepat. Selalu aja ada halangannya. Maaf untuk itu. Dan kenapa aku sama Riyan nikahnya dadakan, itu karena permintaan terakhir neneknya Riyan yang ingin cepat-cepat kami menikah.”

Aku masih tidak percaya sih walaupun sudah mendengar penjelasan detailnya dari Aul langsung. Menurutku ini terlalu terburu-buru. Padahal aku sendiri tau kalau Aul masih ingin mengejar cita-citanya dulu, yaitu menjadi seorang seniman terkenal sebelum dia menikah.

Aku merasa kasihan tetapi juga turut bahagia karena akhirnya dia jadi nikah juga dengan Riyan, cowok brengsek yang sering menyakiti hati Aul, tapi sayangnya Aul cinta banget sama dia.

Cinta kadang selucu itu kawan. Kita mencintai seseorang yang bahkan bisanya hanya menyakiti. Seakan luka di hati yang dia ciptakan, tak ada artinya jika dibandingkan dengan kebahagiaan semu yang dia janjikan. Cinta tidak bodoh, tetapi kita sering menjadi bodoh karena cinta.

“Apapun itu, aku turut bahagia, Ul. Kamu tenang aja, aku pasti dateng.”

Ekhem

Suara deheman seseorang terdengar begitu dekat dari belakang kami. Dan saat aku berbalik, rupanya si dosen tengil mesum itu yang ada di sana. Mood ku seketika hancur saat melihat wajahnya.

SHATTERED Where stories live. Discover now