Prolog

55 2 0
                                    

Pagi itu bukan main indahnya di taman kota Malang. Matahari muda memuntahkan cahayanya yang kuning keemasan ke permukaan bumi, menghidupkan kembali rumput-rumput yang hampir luluh oleh embun, pohon-pohon yang lelap ditelan kegelapan malam, bunga-bunga yang menderita semalaman oleh hawa dingin menusuk.

Cahaya kuning emas membawa kehangatan, keindahan, penghidupan itu mengusir halimun tebal, meninggalkan butiran-butiran embun yang kini menjadi penghias ujung-ujung daun dan rumput membuat bunga-bunga yang beraneka warna itu segar dan indah dipandang.

Cahaya matahari yang lembut itu tertangkis oleh daun dan ranting pepohonan yang rimbun, namun kelembutannya membuat cahaya itu dapat juga menerobos di antara celah-celah daun dan ranting sehingga sinar kecil memanjang yang tampak jelas di antara bayang-bayang pepohonan.

Gadis itu masih remaja, namanya Karin, tidak lebih dari delapan belas tahun usianya. Dia berdiri seperti sebuah patung, menikmati betapa cahaya yang tiada terbatas luasnya itu menghidupkan segala sesuatu. Gadis itu pakaiannya sederhana, wajahnya biasa saja, dengan dihiasi rambut pendek sebahu dan matanya yang elok mudah mendatangkan kesan pada hati pemandangnya. 

Pada saat itu diam-diam ada seseorang yang memperhatikannya dari jauh, tampaknya terpesona oleh keelokan Karin yang dihiasi suasana indah taman kota...



ALONE.Where stories live. Discover now