Panggilan Adzan Magrib kala itu menciptakan suasana senyap bagai peringatan untuk segala makhluk Ciptaan-Nya agar segera berhenti melakukan aktivitas duniawi dan bersiap-siap untuk menghadap-Nya. Satu-persatu lampu yang berada di depan rumah warga mulai menyala menyambut datangnya malam. Bintang-bintang di langit juga tak mau kalah,mereka sudah bersiap-siap untuk keluar menghiasi langit malam.
Dengan mengendarai motor bebeknya, Galih segera menuju ke masjid untuk shalat berjamaah. Belum setengah perjalanan, seorang anak laki-laki kecil berkopiah hitam yang mengenakan baju Koko berwarna biru serasi dengan celana panjangnya, melambai-lambai kan tangannya ke arah Galih
"Baang, baang, ikut" teriak anak itu, rupanya ia hendak ikut ke masjid bersama Galih. Galih memberhentikan motornya dan mempersilahkan anak itu untuk naik di belakang.
Di tengah perjalanan Galih bertanya sekedar basa-basi "Ayahnya Rio lagi kerja ya?
"Iya Bang" jawab anak itu singkat.
Rio adalah anak dari Pak Ari, tetangganya Galih. Rio biasa memanggil Galih dengan sebutan abang. Rumah Galih dan Rumah Pak Ari berdampingan.
Rio selalu ikut Ayahnya untuk shalat di masjid. Jika sang Ayah kerja malam, maka anak tersebut menunggu Galih, yang pada saat itu sedang liburan kuliah di kampung halaman. Galih akan lewat di depan rumahnya jika hendak menuju ke masjid. Entah kalau Galih sedang kuliah di luar kota, dengan siapa Rio ke masjid disaat ayahnya kerja malam. Galih sudah biasa dengan Rio yang selalu menumpang dengannya untuk ke masjid jika sang Ayah bekerja di waktu malam. Ayahnya bekerja di sebuah perusahaan yang karyawannya mempunyai jadwal kerja siang dan jadwal kerja malam. Sang Ayah sangat rajin menggembleng anaknya untuk perhatian dalam bidang agama, buktinya Rio yang masih berumur 9 tahun sudah terbiasa shalat lima waktu berjamaah di masjid. Bahkan Rio mempunyai suara yang merdu jika membacakan ayat-ayat Qur'an. Kata ayahnya, Rio sangat suka nonton acara hafidz Qur'an di salah satu channel tv swasta Indonesia. Rio melakukan berbagai macam ibadah bukan karena takut dengan Ayahnya, tetapi melaksanakan perintah Agama dengan rasa senang. Bukan hanya rajin beribadah, Rio adalah anak yang juga berprestasi di sekolahnya.
Jika sedang membonceng Rio, Galih yang masih kuliah selalu berdo'a di dalam hati agar kelak nanti dia di karuniai anak yang shaleh dan pintar seperti Rio. Dia percaya, berdo'a mulai sekarang lebih ampuh untuk dikabulkan, daripada berdo'a ketika baru mempunyai istri atau baru berdo'a ketika istri hamil.
Setelah selesai shalat Maghrib, Galih sibuk memanggil Rio yang asik berlari- lari dan bermain dengan teman-teman sebayanya diiringi tawa dan teriakan kecil khas anak-anak di pelataran masjid. Saking asiknya bermain, panggilan Galih tak di hiraukan. Terpaksa Galih masuk ke kerumunan anak-anak itu untuk memanggil Rio dengan jarak yang dekat. Cara itu efektif. Sebelum di panggil, Rio sudah mengerti dengan Galih yang sudah mulai mendekatinya. Anak itu cengengesan langsung menuju ke motor bebeknya Galih. Galih hanya tersenyum melihat kelakuan anak itu. Sekarang giliran Galih untuk sedikit kerepotan keluar dari kerumunan anak-anak yang berlari-lari di sekitarnya
***
" Makasih Bang" ucapan terimakasih Rio ketika Galih mengantarnya sampai depan Rumah.
"Nanti Isya, insyaAllah Rio ikut lagi ya bang" Rio yang tadi langsung menuju pintu rumahnya, berbalik lagi untuk mengatakan bahwa dia ingin ikut lagi Shalat isya
"Iyaa" jawab Galih
Ada rasa haru setiap melihat semangat anak itu untuk shalat ke masjid, walaupun Galih sudah berulang kali melihat pemandangan indah itu. Galih membandingkan anak itu dengan dirinya. Dirinya mengakui, bahwa kadang ada rasa jenuh untuk shalat ke masjid. Dia menyadari anak itu masih bersih dari dosa, rasa jenuh tak akan menghampirinya. Sedangkan dirinya merasa tiap menit dan tiap detik melakukan maksiat, pantas saja dirinya dihampiri rasa jenuh dalam beribadah. Dengan merenung seperti itu, Galih mendapat kembali mood untuk beribadah. Dengan perantara anak itu, Galih mendapatkan kembali motivasinya dalam beribadah. Yaitu beribadah dengan rasa senang. Bukan dengan rasa terpaksa menggugurkan kewajiban.