Aku dibesarkan dibawah tangan seorang nenek yang luar biasa. Seorang nenek yang serba tahu melebihi ibu, serba bisa melebihi bapak.
Akan kuperkenalkan terlebih dahulu siapa nenekku ini. Aku biasa memanggilnya Mbahbuk, entah tak tau darimana asal kata itu, yang pasti kata itu sudah diajarkan kepada ku sejak aku tau bagaimana berbicara mengucapkan kata. Mungkin juga Mbahbuk adalah singkatan dari Mbah (nenek dalam bahasa Jawa) dan Buk (Ibu) plus imbuhan K pada pelafalannya. Tapi, terlepas dari asal katanya, justru maknanya lah yang menemaniku bersama raganya hampir diseluruh umur yang telah memasuki dasawarsa ke-2 ini. Mbahbuk sedia menjadi bagian dari kisah ku bahkan sebelum aku terlahir ada.
Mbahbuk lahir ditanggal yang sama saat bangsa Indonesia memperingati hari pahlawan wanita yang sangat dikenal berkat kegigihannya memperjuangkan hak-hak wanita zaman dulu, ya Kartini, tepatnya Mbahbuk ku lahir pada tanggal 21 April 1942. Tiga tahun sebelum bangsa ini merdeka. Namun, Mbahbuk ku tak punya sejarah kepahlawanan itu, Mbahbuk ku tak punya buku sejenis "Habis Gelap Terbitlah Terang" seperti ibu Kartini. Mbahbuk ku juga tak dikenal sebagai pahlawan apapun oleh bangsa atau negara ini. Tapi, Mbahbuk adalah pahlawan bagi diriku sendiri, Mbahbuk ku adalah pahlawan wanita sejati di hati ini.
Apapun tentangnya akan selalu ku kenang, walau raganya tak lagi bersama kami.
Mbahbuk lahir di tengah keluarga petani di sisi timur pulau Jawa, Kelurahan Latsari, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban. Namun, masa kecil Mbahbuk kebanyakan dihabiskan di Desa Burno, Bojonegoro. Hal ini aku tau saat mendengar cerita-cerita dari Mbahbuk sendiri.
:'-)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mbahbuk
RandomTentang Mbahbuk ku, nenek superku, yang serba bisa dan serba tau, yang mendedikasikan hidupnya hanya untuk anak dan cucu. Sampai akhir hayat, mbahbukku tetap pahlawanku