Pertemuan Pertama

191 11 10
                                    

#Jangan_Tidur_Sendirian

Pertemuan Pertama
***

"Kakak mau ketemu, bisa?"

Rini, seorang penulis best seller yang terkenal dengan cerita mistisnya. Dia sengaja datang mengunjungi salah satu penulis juga yang tinggal tak jauh dari rumahnya. Sama-sama penulis, hanya berbeda genre tulisan. Dia Ainun, penulis pemula yang terus hadir di dalam mimpi Rini.

"Kak Rini ... tolong kami ...." Begitu selalu ia hadir di dalam mimpi Rini. Padahal, mereka belum pernah berjumpa sebelumnya. Rini sangat yakin, orang yang berteriak minta tolong di dalam mimpinya adalah Ainun. Ainun memang memasang foto asli di profil Facebooknya.

Berulang kali ia terbangun di tengah malam, berkeringat karena mimpi itu. Akhirnya hari ini, ia memutuskan untuk menjumpai Ainun.

Ainun yang begitu bahagia didatangi penulis senior, mengajak mereka sekeluarga ke pantai di dekat rumahnya. Begitu bangga ia menunjukkan sawah menguning di sepanjang jalan, juga langit biru dihiasi burung yang terbang bebas.

Rini merasa heran, Ainun tidak terlihat seperti orang yang tengah butuh pertolongan. Saat perempuan bermata bulat itu menyapa Rini pertama kali di pintu masuk pantai, Rini ragu apa benar dia Ainun yang selalu minta tolong di dalam mimpinya. Wajah Ainun yang selalu ceria, terus didampingi suaminya, membuat siapapun yang melihat pasti akan menyimpulkan bahwa mereka adalah pasangan yang sangat berbahagia. Bukan sedang butuh pertolongan.

Ada perasaan lega, saat menyadari bahwa mimpinya kali ini keliru. 'Setidaknya, kali ini aku tidak harus bersinggungan lagi dengan mahluk tak kasat mata,' batinnya berkata sambil menatap mereka berjalan di depannya menuju tepi pantai.

***
Jadi ... kalian sering ke sini?" tanya Rini,
perempuan berkacamata itu bertanya dengan wajah serius, sambil menoleh ke kanan dan kiri. Wajahnya menunjukkan rasa was-was seakan mereka tengah dalam bahaya.

"Iya, Kak. Kenapa? Cantik, kan, tempatnya? Biasa kami sore ke sini. Liat sunset," jawab Ainun sambil memungut ranting pohon dan melemparnya jauh ke arah laut.

Rini mengangguk pelan sambil terus mengamati pohon cemara laut atau nama lainnya Australian pine (Pinus Australia) yang berbaris rapi, rimbun di sekeliling mereka.

Sejenak hening menyelimuti, tak ada kata. Rini terus saja memindai seluruh pantai, seakan ada sesuatu yang dikhawatirkannya. Ainun berdehem pelan, lalu memulai percakapan.

"Kakak takut apa? Tsunami? Pantai ini gak berhadapan langsung dengan laut lepas. Lihat, airnya aja keruh. Juga gak ada gunung berapi di sekitar sini. Dijamin aman. Ayo, ah, kita selfie lagi." Entah berapa lusin foto telah diabadikannya sejak bertemu pertama kali dengan Rini. Tak lupa, ia langsung meng-upload-nya di media sosial. Suatu kebanggaan bisa bertemu penulis terkenal.

'Mereka pasti iri. Wah, mimpi apa aku bisa seberuntung ini,' batin Ainun. Wajahnya semringah.

Ainun mengambil gawai dari dalam tas dan mengarahkan layar ke depan wajah. Diliriknya wajah Rini pias, matanya terbelalak lalu sedetik kemudian benda segiempat di tangan Ainun terlempar.

"Kenapa, Kak?" Segera dipungut barang kesayangannya itu, kemudian membersihkan pasir yang menempel.

"Itu tadi ... di layar ada ... ehm. Ayo, kita pulang aja."

Ainun hanya bisa menatap aneh pada Rini, memanggil suami dan kedua anaknya yang tengah bermain ombak untuk pulang. Suami Ainun, Agung yang melihat kejadian tadi segera menghampiri dan bertanya tentang apa yang telah terjadi, dijawab Ainun dengan gelengan kepala.

Dia memang tak paham apa yang sedang terjadi. Sejak pertama bertemu, tatapan Rini padanya telah janggal. Seakan ada sorot penasaran sekaligus iba. Namun, semua segera ditepisnya, mengingat ini adalah kunjungan pertama mereka. Ia tak ingin memberi kesan negatif. Bagaimanapun, Rini adalah penulis favoritnya.

Jangan Tidur SendirianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang