3

12.2K 507 0
                                    

•••sepertinya kamu faham bagaimana caranya untuk menghargai karya seorang penulis•••




Kau membawa Jungkook si manusia sialan kerumahmu, badannya sungguh sangat berat. Tidak heran mereka memanggilnya si besar Jungkook. Demi apapun kakimu rasanya kebas setelah membopong dirinya masuk ke dalam rumah kecil sederhana milik nenekmu yang ditinggalkannya untukmu.

Kau baru saja menariknya pulang dari rumah sakit setelah dokter memperban bekas tusukan di pinggangnya, untung saja dirinya tidak apa-apa. Tapi lagipula, jika Jungkook mati atau hidup tidak ada untungnya bagimu.

Bukankah Jungkook yang membuatmu menderita selama hari-hari sekolah? Ini bahkan sudah lewat 1 bulan dan Jungkook masih saja semena-mena terhadapmu, hah- jika di fikir-fikir juga tidak ada gunanya seorang Hea membantu si brengsek Jungkook.

     Seharusnya dirimu membiarkan serigala jahat ini mati kehabisan darah di jalan kau terlalu berbaik hati padanya, individu bodoh ini bagusnya meninggal saja! Tapi tidak, kau mengikuti kata hatimu. Kau memberikan sedikit kebaikan padanya, ckckck. Kau ini idiot ya?

Kau tertawa geli setelah membaringkan badan buntalnya di atas matras pink milikmu, memikirkan bahwa saat ini manusia biadab di hadapanmu ini tidak berdaya. Dan kau bisa melakukan apa saja yang kau kehendaki.

     Namun, kau berfikir.

     Apa gunanya aku menghabiskan 5000 won untuk biaya pengobatannya? Jika aku membunuhnya sekarang, uangku akan raup begitu saja.

     Kau menggeleng, memposisikan dirimu duduk di lantai sejajar dengan perut pemuda Jeon brengsek, melepas sumpit dari rambutmu. Menatap Jungkook yang sedang tertidur pulas.

     Siapa yang menikamnya? Apa masalah bocah ini? Apa dia berkelahi dengan preman? Pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di dalam kepalamu, kau menatap perutnya yang tertutup dengan kaos hitamnya, yang kau yakin harganya pasti mahal.

     Kau menggaruk kepalamu. Setidaknya, Jungkook sudah kau selamatkan seharusnya saat bangun nanti dia harus meminta maaf padamu!

     Kaki rampingmu tegak, kau sudah berdiri. Keluar dari kamar kemudian menutup pintunya, membiarkan pemuda itu di dalam. Langkah kakimu berhenti di dapur, bunyi-bunyi khas gelas beradu di telingamu terasa sangat nyaring, tanganmu memegang gelas yang menampung air dari dispenser. Lalu dirimu menempatkan bokong sekalmu di kursi meja makan sambil meminum air yang kau tampung barusan.

     "Hah, hari ini benar-benar melelahkan" gumammu pelan, mendesah.

     "Awas saja kalau sampai si bodoh itu tidak berterimakasih, akan kucincang kemaluan kotornya!" Kau menghabiskan minum dengan sekali teguk, wajahmu mulai memerah. Kau kesal di satu sisi juga kasihan.

Ya, bagaimana lagi.

Itulah manusia.

SMOOTH | JJK (21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang