Dia Datang

375 12 3
                                    

Di malam hari, aku benar-benar merasa lelah setelah meluncurkan sebuah buku, dan memberikan tanda tangan satu-persatu untuk semua yang telah datang. Tapi, aku sangat senang bisa melakukan itu. Karena, melihat antusiasme para pembaca secara langsung itu adalah hal yang paling membahagiakan untuk para penulis, termasuk aku.

Dan juga ... Hari ini aku bertemu dengan Lexi. Tidak ada yang berubah dengannya. Dia tetap tampan dan juga keren. Hanya saja, dia sudah terlihat dewasa dan semakin tampan. Yeah ... Selama empat tahun kami berpisah, tampaknya hanya itu saja yang berubah.

Kami berhenti di sebuah kafe . Aku dan Lexi duduk bersebelahan. Rasanya, aku benar-benar tidak percaya bahwa orang yang aku cintai berada di sampingku lagi. Sungguh, aku sangat ingin memeluknya. Tapi, itu akan sangat memalukan jika aku melakukannya di tempat umum begini.

"Apa selama aku pergi, semuanya baik-baik saja?" tanyanya. Aku tersenyum.

"Seperti yang kau lihat sekarang, Lexi," sahutku. "Semuanya baik-baik saja. Tidak ada yang berubah,"

Mendengar jawabanku, Lexi pun melihatku dari atas sampai bawah.

"Sepertinya tidak," ujarnya. "Kau semakin cantik. Pasti banyak pria yang mendekatimu,"

Aku mengernyitkan dahi. Seharusnya aku yang bertanya seperti itu. Kenapa malah dia? Lagipula, sejak dia pergi, aku tidak dekat dengan pria manapun. Dan juga, aku tidak merasa bahwa ada yang mendekatiku. Atau mungkin aku yang tidak merasa? Entahlah.

"Lexi, kau sudah mengatakan itu sebelum kita ke sini," sahutku sembari tersenyum.

"Aku tahu," jawabnya. "Mana mungkin posisiku bisa digantikan oleh orang lain?"

Aku meminum secangkir macchiato di hadapanku. Pria di sampingku ini begitu percaya diri. Tapi, memang benar yang dikatakannya.

"Kau sendiri bagaimana? Apakah ada wanita yang mendekatimu selama kau jauh dariku?" Tanyaku.

"Wanita-wanita yang ada di LA itu cantik, dan juga banyak wanita seksi di sana," sahutnya. "Tapi, hanya kau yang bisa membuatku gila,"

Benar-benar. Apa semua pria itu punya bakat merayu seperti ini? Kan aku jadi malu.

Ketika kami sedang asyik mengobrol, tiba-tiba seorang pria sebaya kami pun menghampiri.

"Permisi, apakah anda Irene Stevenson?" tanyanya. Aku pun mengangguk.

"Iya, benar," sahutku.

"Syukurlah. Bolehkah aku meminta tanda tanganmu?" tanyanya.

"Tentu saja," sahutku sembari tersenyum. Ia pun menyerahkan sebuah buku catatan dan bulpoint padaku. Aku pun menandatanganinya.

"Siapa namamu?" tanyaku.

"Christ," sahutnya. Aku pun menuliskan sedikit kalimat manis, disertai namanya. Sementara ia terus menatapku.

"Jika bertemu secara langsung, kau benar-benar terlihat cantik," ucapnya. Aku tersenyum sembari melihatnya. Dan ternyata, dia lumayan tampan.

Aku pun memberikan buku catatannya dan penanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aku pun memberikan buku catatannya dan penanya.

"Terima kasih!" serunya sembari tersenyum. Ia pun pergi meninggalkan tempat ini.

Lexi menatapku dengan sedikit kesal. Aku tahu, dia pasti sedang cemburu melihatku dengan pria itu.

"Baru pertama kali bertemu saja, dia sudah begitu," gumamnya. Aku terkekeh mendengarnya. Sungguh, Lexi benar-benar lucu jika sedang cemburu.

"Oh, kau tetap yang terbaik, Baby," sahutku sambil tersenyum.

Ah, pria ini benar-benar menggemaskan ...

*****

Lexi mengantarku pulang dengan berjalan kaki. Ini sangat menyenangkan. Kami membicarakan banyak hal selama di jalan. Hingga tanpa sadar, kami telah tiba di depan rumah.

"Kau tidak mau masuk?" tanyaku. Ia pun menggelengkan kepala.

"Tidak. Ini sudah larut malam. Sebaiknya, aku segera pulang," jawabnya sembari tersenyum.

Aku pun melangkah masuk ke rumah. Namun ...

"Irene!" Lexi memanggilku. Aku pun menoleh.

"Kau tidak melupakan sesuatu?" tanyanya. Aku bingung, apa maksudnya?

"Apa?" tanyaku. Ia pun tersenyum dan berjalan menghampiriku. Dengan sigap, ia memeluk pinggangku dengan erat, dan mencium bibirku.

Aku sangat terkejut mendapatkan serangan dadakan ini. Tapi, aku juga menikmatinya. Aku pun membalas ciumannya dengan lembut. Entah kenapa, rasanya jantung ini berdebar-debar dengan sangat cepat. Seolah-olah, aku jatuh cinta lagi dengan Lexi.

Ia pun melepaskan ciuman ini dan tersenyum.

"Jangan sampai lupa lagi," gumamnya. Aku mengangguk sembari tersenyum. Ia lantas berjalan meninggalkan rumah perlahan-lahan. Aku pun juga hendak masuk ke dalam rumah.

Namun, Lexi tiba-tiba menarik tanganku dan berbisik.

"Sampaikan salamku pada calon mertua," ujarnya sembari tersenyum, dan pergi begitu saja tanpa merasa bersalah sedikitpun.

Aku tidak mengerti, apa maksudnya?

***** TBC *****

Dyslexic Girl Pt 2: FutureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang